A. PENGERTIAN DAN ASAL-USUL KEMUNCULAN SYI’AH
1. Pengertian Syi’ah
Syi’ah dilihat dari bahasa berarti pengikut,
pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara terminologis adalah sebagian
kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada
keturunan Nabi Muhammad SAW. Atau orang yang disebut sebagai ahl al-bait.
Poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala
petunjuk agama itu bersumber dari ahl al-bait. Mereka menolak
petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait
atau para pengikutnya.
Pengertian bahasa dan terminologis di
atas hanya merupakan dasar yang membedakan Syi’ah dengan kelompok Islam yang
lain. Di dalamnya belum ada penjelasan yang memadai mengenai Syi’ah berikut
doktrin-doktrinnya. Meskipun demikian titik tolak penting bagi mazhab Syi’ah
dalam mengembangkan dan membangun doktrin-doktrinnya yang meliputi segala aspek
kehidupan.
2. Asal-usul Kemunculan Syi’ah
Mengenai kemunculan Syi’ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat di
kalangan para ahli. Menurut Abu Zahrah, Syi’ah muali muncul pada masa akhir pemerintahan
Ustman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin
Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syi’ah baru benar-benar muncul ketika
berlangsung peperangan antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sofyan
yang dikenal dengan Perang Siffin.
Kalangan Syi’ah sendiri sendiri
berpendapat bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti (khalifah)
Nabi SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu bakar, Umar bin Khatthab, dan Ustman
bin Affan karena dalam pandangan mereka hanyalah Ali bin Abi Thalib yang berhak
menggantikan Nabi SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan Syi’ah tersebut sejalan
dengan isyarat-isyarat yang diberikan oleh Nabi SAW pada masa hidupnya.
Pada awal kenabian, ketika Muhammad SAW,
diperintahkan menyampaikan dakwah kepada kerabatnya, yang pertama menerima
adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan
bahwa orang yang pertama-tama memenuhi ajakannya akan menjadi penerus dan
pewarisnya.
Bukti utama sahnya Ali sebagai penerus
Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm. Diceritakan bahwa ketika kembali
dari haji terakhir, dalam perjalanan kari Mekkah ke Madinah, di suatu padang
pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih Ali sebagai penggantinya
di hadapan massa yang penuh sesak yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu,
Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat, tetapi juga menjadikan
Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung mereka. Namun, realitas
ternyata berbeda lain.
Dalam perkembangannya, selain
memperjuangkan kekhalifahan ahl al-bait di hadapan dinasti Ammawiyah
dan Abbasiyah, Syi’ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri.
Berkaitan dengan teologi, mereka memiliki lima rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan
kepada keesaan Allah): nubuwwah (kepercayaan kepada kenabian); ma’ad (kepercayaan
akan adanya hidup di akhirat); imamah (kepercayaan terhadap adanya
imamah yang merupakan hak ahl al-bait); dan adl (keadilan ilahi).
Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak dapat
mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarah, kelompok ini akhirnya
terpecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin
imamah. Di antara sekte-sekte Syi’ah itu adalah Itsna As ‘ariyah,
Sab’iyah, Zaidiyah,dan Ghullat.
B. SYI’AH ITSNA ASY’ARIYAH
1.
Asal
usul Penyebutan Imamiyah dan Syi’ah
Itsna Asy’ariyah
Dinamakan Syi’ah Imamiyah karena
yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio
politik, yakni Ali berhak menjadi khalifah bukan hanya karena kecakapannya atau
kemuliaan akhlaknya, tetapi karena ia telah ditunjuk nas dan pantas khalifah
pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
Syi’ah Itsna As’ariyah sepakat bahwa Ali
penerima wasiat nabi Muhammad SAW seperti yang ditunjukkan nas. Adapun Al-ausiya
setelah Ali bin Abi Thalib adalah keturunan dari garis Fatimah, yaitu Hasan bin
Ali kemudian Husen bin Ali sebagaimana yang disepakati. Setelah Husen adalah
Ali Zaenal Abidin, kemudian secara berturut-turut; Muhammad Al-Baqir, Abdullah
Ja’far As-Shadhiq, Musa Al-Khazim, Ali Ar-Rida, Muhammad Al-Jawwad, Ali
Al-Hadi, Hasan Al-Askari dan terakhir adalah Muhammad Al-Mahdi sebagai imam
kedua belas.
Demikianlah, karena berbai’at di bawah imamah
dua belas imam, mereka dikenal
dengan sebutan Syi’ah Itsna Asy’ariyah.
2.
Doktrin-doktrin
Syi’ah Itsna As’ariyah
Di dalam sekte Syi’ah Itsna As’ariyah
dikenal konsep Usul Ad-Din. Konsep ini menjadi fondasi pragmatisme agama,
konsep ini pula memiliki lima akar yaitu :
a. Tauhid
b. Keadilan
c. Nubuwwah
d. Ma’ad
e. Imamah
C. SYI’AH SYAB’IYAH
1. Asal-usul Penyebutan Syi’ah Syab’iyah
Istilah Syi’ah Syab’iyah
dianalogikan dengan Syi’ah Itsna As’ariyah. Istilah itu memberikan bahwa
sekte Syi’ah Sab’iyah hanya mengikuti tujuh imam, yaitu Ali, Hasan, Husen,
Ali Zaenal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far As-Shadiq, dan Ismail bin Ja’far.
Karena dinisbatkan pada imam ketujuh, Ismail bin Ja’far As-Shadiq, Syi’ah
Syab’iyah disebut juga Syi’ah Ismailiyah.
2. Doktrin Imamah dalam Pandangan Syi’ah Syab’iyah
Para pengikut Syi’ah Syab’iyah percaya
bahwa Islam dibangun oleh tujuh pilar seperti dijelaskan Al-Qadhi An-Nu’man
dalam Da’aim Al-Islam. Tujuh pilar tersebut adalah iman, taharah, shalat, zakat, shaum, haji,
dan jihad.
Berkaitan dengan pilar pertama, yaitu
iman, Qodhi An-Nu’man merincinya sebagai berikut : Iman kepada Allah, tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah; iman kepada surga; iman
kepada neraka; iman kepada hari kebangkitan; iman kepada hari pengadilan; iman
kepada nabi dan rasul; iman kepada imam, percaya, mengetahui, dan membenarkan
imam zaman.
Syarat-syarat imam dalam pandangan
Syi’ah Syab’iyah adalah sebagai berikut :
a. Imam
harus berasal dari keturunan Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah yang
kemudian dikenal dengan ahlul bait.
b. Imam
harus berdasarkan penunjukan nas.
c. Imam
harus maksum.
d. Imam
harus dijabat oleh orang yang paling baik.
D. SYI’AH ZAIDIYAH
1. Asal-usul Syi’ah Zaidiyah
Disebut Zaidiyah karena sekte ini
mengakui Zaid bin Ali sebagai imam kelima, putra imam keempat, Ali Zaenal
Abidin. Dari nama Zaid bin Ali inilah, nama Zaidiyah diambil.
2. Doktrin Imamah Menurut Syi’ah Zaidiyah
Imamah,sebagaimana
yang telah disebutkan, merupakan doktrin fundemental dalam Syi’ah secara umum.
Berbeda dengan doktrin imamah yang
dikembangkan oleh Syi’ah lainnya. Kaum Zaidiyah menolak pandangan
yang menyatakan bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi SAW, telah
ditentukan nama dan orangnya oleh nabi, tetapi hanya ditentukan sifat-sifatnya
saja oleh Nabi SAW.
Selanjutnya, menurut Zaidiyah, seorang
imam paling tidak harus memiliki
ciri-ciri yaitu. Pertama, ia merupakan keturunan ahl al-bait, baik melalui
garis Hasan dan Husen. Kedua, memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai
upaya untuk mempertahankan diri atau menyerang.
Bagi kaum Zaidiyah percaya bahwa orang
yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka jika ia belum bertobat dengan
pertobatan yang sesungguhnya.
Di samping itu pula Syi’ah Zadiyah
menolak nikah mut’ah dan menolak doktrin taqiyah, padahal menurut
Thabathaba’i, taqiyah merupakan salah satu doktrin yang penting dalam
Syi’ah.
E. SYI’AH GHULAT
1. Asal-usul Penamaan Syi’ah Ghulat
Istilah ghulat berasal dari kata
(- يغل- غلو غل) yang
artinya bertambah dan naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuat dan menjadi
ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah Ghulat adalah kelompok pendukung
Ali yang berlebih-lebihan atau ekstrim. Lebih jauh, Abu Zahrah menjelaskan
bahwa Syi’ah Ghulat adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat
ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi
daripada Nabi Muhammad SAW.
2. Doktrin-doktrin Syi’ah Ghulat
Menurut Syahrastani, ada empat doktrin
yang membuat mereka ekstrim, yaitu tanasukh, bada’, raja’ah, dan tasbih.
Moojan Momen menambhkannya dengan halul
dan ghayba. Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil
tempat pada jasad yang lain.
a. Bada’ adalah keyakinan bahwa
Allah mengubah kehendak-Nya sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat
memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya.
b. Raj’ah ada hubungannya dengan mahdiyah.
Syi’ah Ghulat mempercayai bahwa imam Mahdi Al-Muhtazar akan datang ke
bumi.
c. Tasbih artinya menyerupakan,
mempersamakan. Syi’ah Ghulat menyerupakan salah seorang imam mereka dengan
Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk.
d. Halul artinya Tuhan berada
pada setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa, dan ada pada
setiap individu manusia. Bagi Syi’ah Ghulat berarti Tuhan menjelma dalam
diri imam sehingga imam harus disembah.
e. Ghayba artinya menghilangnya
Imam Mahdi. Ghayba merupakan kepercayaan Syi’ah Ghulat bahwa Imam Mahdi itu ada
di dalam negri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa.
KESIMPULAN
ü Syi’ah
adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya
selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW. Atau orang yang disebut
sebagai ahl al-bait.
ü Kepemimpinan
Ali dalam pandangan Syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang
diberikan oleh Nabi SAW pada masa hidupnya. Pada awal kenabian, ketika Muhammad
SAW, diperintahkan menyampaikan dakwah kepada kerabatnya, yang pertama menerima
adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan
bahwa orang yang pertama-tama memenuhi ajakannya akan menjadi penerus dan
pewarisnya.
ü Bukti
utama sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm.
Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan kari
Mekkah ke Madinah, di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi
memilih Ali sebagai penggantinya di hadapan massa yang penuh sesak yang
menyertai beliau.
DAFTAR PUSTAKA
·
Rozak, Abdul,
dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Pusta Setia, Bandung, 2001.
·
Nu’man, Qodhi,
Al-, Da’aim Al-Islam, Kairo, 1951.
·
Nasution, Harun,
Muhammad Abduh dan Teologi Rasional, UI Press, 1987.