A. Zaman Purba
Zaman
ini dibagi menjadi dua masa yaitu:
a. Masa
Prasejarah, disebut zaman batu
b. Masa
sejarah
a. Masa Prasejarah
Masa
ini mencakup kurun waktu selama empat juta tahun sampai kira-kira 20.00 atau
10.00 tahun sebelum Masehi. Kurun waktu ini disebut Masa Prasejarah karena
warisan-warisan yang ditinggalkan oleh masa ini tidak “membicarakan” apa pun
mengenai dirinya. Segala sesuatu yang diketahui masa ini merupakan hasil
kesimpulan para ahli yang meneliti peninggalan-peninggalan yang berasal dari
masa ini. Masa ini juga disebut Zaman Batu karena alat-alat yang sudah
dapat dibuat manusia untuk hidup sehari-hari dapat dikatakan semua itu dibuat
dari batu. Bahan-bahan yang merupakan peninggalan dari zaman itu seperti yang ditemukan pada tempat-tempat
penggalian prasejarah antara lain:
1. Alat-alat
dari batu dan tulang.
2. Gambar
dalam gua.
3. Tempat-tempat
penguburan.
4. Tulang
belulang manusia purba dan hewan, yang sebagian besar sudah dalam bentuk fosil.
Dari
sudut perkembangan pengetahuan manusia, zaman ini ditandai oleh pengetahuan apa
dan bagaimana, yang diperoleh manusia melalui:
1. Kemampuan
mengamati.
2. Kemampuan
membeda-bedakan.
3. Kemampuan
memilih.
4. Kemampuan
melakukan percobaan berlandaskan prinsip trial and error.
Menurut
Karl Popper, cara belajar dari kesalahan yang diperbuat pada dasarnya merupakan
karakteristik yang sama pada boleh dikatakan semua makhluk hidup, apakah itu
binatang tingkat rendah atau tingkat tinggi, apakah ia seekor simpanse atau
seorang ilmuwan.
b. Masa Sejarah
Masa
ini meliputi kurun waktu dari kurang-lebih 15.000 tahun sampai kurang-lebih 600
tahun sebelum masehi. Masa ini disebut Masa Sejarah karena, sebaliknya dari
Masa Prasejarah, pengetahuan kita mengenai masa ini diperoleh dari
tulisan-tulisan yang dibuat pada masa itu sendiri.
Kemajuan
yang bersifat khusus pada masa itu ialah pengembangan kemampuan membaca,
menulis dan berhitung. Ketiga jenis kemampuan tersebut berkembang sedikit demi
sedikit di berbagai tempat di dunia, dan banyak berperan dalam pengembangan
kebudayaan dan berdirinya kerajaan-kerajaan besar pada masa itu ditempat-tempat
tersebut yaitu seperti di Afrika ( Mesir), Asia Tengah (Sumeria, Babilonia,
Niniveh), Asia Timur (Tiongkok), Amerika tengah (Maya dan Inca). Daya abstraksi,
yang merupakan salah satu ciri khas manusia, memegang peranan yang menentukan
salah satu ciri kemampuan-kemampuan ini.
Hasil
analisis abstraksi dalam berhitung ialah bilangan satu, dua, tiga, empat, dan
seterusnya, yang dalam pemakaiannya perlu diberi tanda atau lambang tertentu. Dengan
demikian dara penulisan sebagaimana kita kenal sekarang, baik angka Arab maupun
angka Romawi. Dengan dikuasainya kemampuan membaca dan menulis, berkembanglah
kebiasaan untuk melakukan pencatatan informasi dan pengumpulan data secara
sistematis sehinga akumolasi pengetahuan dan pengalaman mulai memasuki babaknya
yang lebih teratus dan lebih “murni” dibandingkan dengan pada waktu dokumentasi
dan penyebaran informasi masih berdasarkan tradisi lisan. Pencatatan secara
sistematis ini merupakan suatu ciri yang membuat perkembangan ilmu berjalan
lebih cepat dan lebih pasti daripada waktu-waktu sebelumnya.
B. Zaman Mulainya Penalaran yang selalu Menyelidiki
Zaman
ini meliputi kurun waktu antara 600 tahun SM, sampai kurang lebih tahun 200
Masehi. Pada kurun waktu ini kebudayaan Yunani membrikan corak baru pada
pengetahuan yang berdasarkan receptive mind. Berbeda dengan
kebudayaan-kebuadayaan purba yang sudah disebut di muka, bangsa Yunani kuno
sudah memiliki suatu penalaran yang selalu menyelidiki, yang tidak mau menerima
peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman begitu saja secara
pasif-reseptif, tetapi yang ingin terus mencari sampai sedalam-dalamnya akar
dari semua fenomena yang begitu beragam di alam ini.
Pandangan
orang Yunani mengenai manusia itu melandasi asas demokrasi yang diprakterkkan
mereka sehari-hari dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan yang terus
menerus merupakan sumber inspirasi bagi kehidupan bermasyarakat berbagai bangsa
sampai saat ini. Pandangan itu juga melantarbelakangi corak filsafat mereka
yang banyak menekankan keistimewaan dan kekuatan penalaran manusiawi, yaitu rasionalitas,
yang merupakan komponen penting dalam penalaran filsafat berbagai madzhab dari
zaman kezaman.
C. Abad Pertengahan
Umumnya
para penulis sependapat bahwa zaman ini meliputi kurun waktu dari beberapa
tahun sebelum tahun 500 M dimulai sampai beberapa tahun setelah tahun 1500 M
dimulai dengan mengambil patokan beberapa kejadian penting di Eropa, baik dalam
bidang politik, seperti perubahan daerah kekuasaan negara-negara, maupun dalamf
bidang sosial-budaya seperti penemuan alat cetak.
Ada
beberapa orang yang berperan dalam penambahan pengetahuan dan ilmu maupun dalam
penerjemahan dari bahasa Yunani ke bahasa Arab ialah:
Al-Khawarizmi
(825) yang menyusun buku aljabar, yang kemudian menjadi buku standar
selama beberapa abad di Eropa. Ditulisnya juga tentang buku perhitungan
sehari-hari, yang kemudian hari di Eropa menjadi pembuka jalan untuk menggunkan
cara demensi yang menggantikan cara penulisan dengan angka romawi.
Omar
Khayam (1043-1132) yang di kalangan Islam lebih dikenal
sebaagai penyair, tetapi di negara Barat masyhur sebagai ahli perbintangan dan
ahli matematika. Di antar penemuannya ia telah sampai pada pemecahan persamaan
pangkat tiga meskipun belum dapat menentukan semua akar dari penemuan itu.
Ibn
Rush (1126-1198) yang oleh orang Barat disebut Averoes. Selain
seorang ahli ilmu kedokteran, ia juga menulis komentar dan menerjemahkan
karya-karya Aristoteles. Dari tulisan-tulisannya tampak bahwa Ibn Rush sudah
mempunyai paham Evolusionisme, yang berkeyakinan bahwa semua yang ada di
dunia ini tidak tercipta secara tiba-tiba dalam keadaan yang sudah selesai,
tetapi terjadi melalui perkembangannya sendiri-sendiri menuju ke bentu yang
tampak oleh kita sekarang.
Al-Idrisi
(1100-1166) yang merupakan seorang ahli dalam bidang astronomi. Dasar pendiriannya
geosentrisme dan homosentrisme, jadi, tetap mempertahankan asas Ptolomeus. Hanya
di samping itu ia menyumbangkan pengamatan maupun yang merupakan hasil ketelitiannya
yang tinggi sehingga ramalan terjadinya gerhana bulan, misalnya, jauh lebih
tepat daripada yang dibuat oleh ahli-ahli sebelumnya.
Dari
penjelasan di atas tersirat bahwa ilmuwan Arab pun sudah mempunyai inquiring
mind yang tidak puas menerima begitu
saja suatu pengetahuan tertentu, tetapi berusaha mencari akar penjelasannya
atau mencari alternatif dari penjelasan yang sudah ada. Hasil penalaran
filosofis merela ikut membentuk dasar pemikiran ilmiah pada para ilmuwan
sesudah mereka, di samping membuahkan ide-ide beu, penemuan-penemuan ilmiah
baru, dan meneruskan hasil penemuan ilmuwan lain. Kesemuanya ini membentuk mata
rantai-mata rantai yang penting dalam rangkaian pekembangan ilmu dari masa ke
mas.
D. Zaman Modern
Kira-kira
pada permulaan abad ke- 14, di Benua Eropa dimulai pekembangan ilmu yang
umumnya dianggap mempunyai tiga sumber, yaitu:
1. Hubungan
antara kerajaan Arab di Jazirah Spanyol dengan Prancis, para ilmuwan Prancis
dengan mudah dapat melintasi perbatasan untuk belajar di Spanyol, dan kemudian,
sekembalinya ke tempatnya, menyebarkan pengetahunan yang diperolehnya itu di
lembaga-lembaga pendidikan di Prancis.
2. Perang
Salib, yang berlangsung sampai enam kali, antara tahun-tahun 1100 dan tahun1300,
ternyata membawa “akibat sampingan” yang menguntungkan bagi perkembangan ilmu,
filsafat, kebudayaan, dan pengetahuan-pengetahuan lain.
3. Pada
tahun 1453 Contantinopel jatuh ke tangan bangsa Turki. (Oleh penguasanya yang
baru, kota itu kemudian diganti namanya menjadi Istambul.) kejatuhan ini
menyebabkan mengungsinya para ilmuwan dan pendeta ke Italia dan negara-negara
Eropa lainnya sambil membawa karya-karya pengetahuan yang masih dalam bahasa
aslinya (bahasa Yunani).
Pengaruh-pengaruh
tersebut di atas sangat besar peranannya dalam mendorong timbulnya ide-ide
kreatif yang revolusioner dan bersifat inovatif di Eropa, yang mendobrak
tradisi pemikiran-pemikiran keliru yang sudah berlaku, baik dalam menafsirkan
fenomena alam maupun dalam melakukan penalaran ilmiah.
Daftar
Pustaka
·
Beerling, R.F.,
1951 Filsafat Dewasa Ini, Jakarta: Balai Pustaka.
·
Bowr, C.M., 1985
Yunani Klasik (Classical Greece), Jakarta: PT Tira Pustaka.
·
Campble, Norman
Robert, 1975, Education of Science: Philosophy of Teory and Experiment, New York: Dover Publications, Inc.
·
Dardiri, H.A.,
1966, Humaniora, Filsafat, dan Logika, Jakarta: CV Rajawali.
·
Conny R. Semiawan,
Made Putrawan, dan Setiawan, Deminsi Kreatif dalam Filsafat Ilmu,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.