1. Kristenisasi
Tak diragukan lagi oleh ummat Islam, bahwa Perang
Salib belum berakhir, sejak Eropa keluar dari keterbelakangannya di zaman
pertengahan mereka menuju ke timur dan menjadikannya daerah-daerah jajahan. Penjajah
bermaksud menguasai negeri dan rakyatnya, kemudian menghancurkan Aqidah yang
sudah bersemi di hati ummat Islam. Melalui Orientalisme, penjajah menanamkan
perasaan bahwa Islam berbahaya bagi programnya. Program yang digariskannya
dengan tujuan hendak mematikan nilai kemanusiaan di negeri jajahan, supaya
lenyap perasaan kemanusiaan di sana, sehingga tidak akan timbul bibit-bibit
perlawanan menghadapi penjajah yang sudah memonopoli negeri itu, dan program
yang bertujuan mematahkan hal-hal yang peka pada jiwa ummat Islam yaitu faham
Wahdaniyah yang tidak mau tunduk pada selain Allah.
Justru karena itulah penjajah menebarkan hal-hal yang
menyerang Islam secara rahasia melalui Orientalis, terbukti dengan mobilisasi
tentara di bawah pimpinan Orientalis, mendrop para propagandis ke negeri-negeri
Islam dan melindunginya dengan tentara-tentara penjajah, mengatur posisinya dan
propagandanya di kota-kota dan kampung-kampung, membantu mereka dengan uang,
atau mendirikan rumah sakit, rumah jompo dan sekolah-sekolah; sebagai alat
jaringan penyesatan. Mereka bersembunyi di balik kedok demi melepaskan
masyarakat dari kemiskinan dan kebodohan, dengan kedok yang.bernama Al Masih.
Di samping sasarannya yang lain, ialah membasmi bahasa
Arab dan mencabutnya dari ummat Islam, bahasa Al Qur’an konstitusi Agama. Dalam
mencapai tujuannya, penjajah membujuk orang-orang yang ahli bahasa Barat,
lantas diberi jabatan dan posisi penting, untuk mendorong semangat ummat Islam
berlomba-lomba mempelajari bahasa penjajah, yang sekaligus orang-orang yang
sudah asyik dengan bahasa asing (penjajah) itu terlengah, atau segan-segan
mempelajari bahasa Arab, dengan pengertian bahwa mempelajari bahasa Barat
(Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Rusia dan lain-lain) tidak mempengaruhi
aqidah agamanya. Karena itulah hampir semua negeri-negeri Islam yang berbahasa
Arab pun menggunakan bahasa asing, mereka hanya tahu bahasa Arab di waktu
Shalat. Seperti umumnya di negeri-negeri Afrika Utara. Syukurlah sepeninggal
penjajah, negeri-negeri ini bekerja keras mengembalikan bahasa Arab, sesudah
berpengaruhnya Westernisasi di sana.
Para propagandis Kristen di negara-negara Islam sukses
sekali, apalagi setelah merosotnya bahasa Arab, sebagai bahasa yang menjadi
pendorong keinginan beragama di kalangan ummat. Pemerintahnya melepaskan
pegangan ummat dari agama, adab dan akhlaq Islam.
Sebenarnya Orientalis dan penjajah lupa pada rahasia
kegagalannya untuk membawa orang Islam melepaskan agamanya, yaitu bahwa
perbuatan tersebut bertentangan dengan naluri dan fitrah manusia sendiri,
betapapun besar biaya dan usaha mereka namun hal demikian tidaklah bisa
menjadikan mereka berjaya karena Islam itu agama Fitrah yang sangat seuai
dengan kejadian manusia.
Ini pulalah rahasia masuknya Islam ke negara-negara
lain dan langsung bersemi di hati dan akal penduduknya. Islam tersebar tanpa
penyerbuan tentara dan pengiriman propagandis-propagandis yang banyak, tapi
sebenarnya Islam tersebar di seluruh dunia hanya dengan inti ajarannya yang
tersebar melalui pedagang yang bukan tujuannya berda’wah, tetapi meluas melalui
gerakan menyeluruh. Penyiaran Islam di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika dimasuki
Islam tak pernah dilakukan dengan kekuatan senjata ataupun propaganda
besar-besaran, tetapi hanya dengan cara menyadarkan dan menghayati fitrah.
Taktik musuh Islam
Cara-cara propagandis (sesudah perang Salib) menguasai
negara Islam, dan setelah gagal mencapai maksudnya, maka mereka merubah
taktiknya dengan menggerogoti da’wah dengan memasukkan khurafat, bid’ah,
tahayul, cerita-cerita dongeng Israiliyah/Kebatilan ke dalam ajajan Islam
khususnya, menebarkan faham atheisme di Eropa, Amerika. Dengan terbongkarnya
rahasia Kristen bahwa agama ini tak dapat diterima akal dan tidak sesuai dengan
ilmu pengetahuan, yaitu Trinitasnya, Kristen khawatir kalau Islam menjalar ke Eropa
dan Amerika, justru karena itulah mereka melakukan offensif, merongrong da’wah
dan melemahkan kekuatan agama Islam dari jiwa ummat Islam, dan melemahkan
semangat yang mendorong kaum Muslimin dalam menghadapi penjajah, yang akhirnya
terbuktilah peranan Orientalisme sebagai alat dari salibiyah dan penjajah. Tapi
Allah selalu melindungi Agama-Nya.
2. Membenamkan ummat Islam ke dalam aliran-atiran fikiran yang menyesatkan
Di antara cara menggerogoti da’wah Islam ialah
membenamkan ummat Islam ke dalam aliran-aliran yang menyesatkan; terutama
Generasi Mudanya dengan memalingkan mereka dari agama.
·
Materialisme
Zaman modern telah diracuni dengan meniupkan faham
kebendaan ke dalam otak dan pribadi masyarakat, dengan faham yang mengingkari
nilai kemanusiaan, rasa kasih sayang penyantun terhadap keluarga, kerabat dan
masyarakat semuanya.
Yang paling berbahaya di dalam aliran materialisme
ialah besarnya nafsu manusia, nafsu masuk selalu di bagian-bagian yang lemah,
sehingga manusia itu selalu cenderung pada hal-hal yang cepat untuk mendapatkan
kecintaan dan kesuksesannya, seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam surat
Al-Qiyamah ayat 20-21 dan surat Al-Insan ayat 27, yang artinya: “Ingat! bahkan
kamu suka yang segera dan kamu tinggalkan akhirat.” (Qs. Al-Qiyamah: 20-21). “Sesungguhnya
mereka itu mencintai yang segera, dan meninggalkan di belakangnya hari yang
berat pertanggungan jawabnya (siksanya).” (Qs. Al-Insan: 27).
Kecenderungan nafsu ini dimanfaatkan oleh musuh Islam,
untuk memojokkan pemuda dan pemudi melakukan penggerogotan da’wah Islam dengan
mengutip sebagian kata-kata akhli tasauf yang mengatakan dirinya Islam, di mana
kaum tasauf yang ingin memencilkan dirinya dari kesenangan dunia, yang menurut
anggapan mereka adalah bukti dari mengikut agama yang sebenarnya. Semua ini
adalah propaganda batil. Tapi Orientalis mengambil manfaat dari hal tersebut,
untuk merusak Generasi Muda Islam dengan faham materialis, agar mereka bingung
dan ragu.
Materialisme, mengingkari agama yang menyeru kepada iman, iman pada metafisika (ghaib)
yaitu iman pada Allah, malaikat, akhirat, hisab, surga, neraka dan semua yang
terjadi di dalam rasa menjadi pegangan ratio bagi aliran kebendaan di dalam
mehghukum sesuatu, untuk menerima atau menolak, artinya aliran kebendaan
menyarankan ummat manusia ke dalam hawa nafsu dan mencintai dunia serta meninggalkan
agama yang benar.
Karena itu para juru da’wah/ummat Islam harus
menangkis propaganda yang menyesatkan ini dan menjelaskan kepada Angkatan Muda
khususnya bahwa Islam bukan saja menyeru kepada kebahagiaan di akhirat, dan
tidak pernah mengharamkan segala yang baik waktu hidup di dunia, bahkan Islam
menghendaki supaya mereka harus kuat dan sehat agar beramal di semua lapangan
kehidupan, dan memanfaatkan segala sesuatu yang baik dari hasil usaha mereka
itu. (Lihat surat Al-Baqarah ayat 172, Al-Maidah ayat 87, Al-A’raf ayat 32, dan
An-Nahl ayat 97).
Artinya: “Wahai orang-orang beriman! Makanlah olehmu
rezki-rezki yang baik yang telah kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah
kepada Allah, jika kamu hanya mengabdi kepada-Nya semata!” (Al-Baqarah ayat
172). Artinya: “Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu haramkan segala yang
baik yang telah dihalalkan oleh Allah untuk kamu, dan janganlah kamu melewati
batas, sesungguhnya Allah tidak suka pada orang-orang yang melewati batas.”
(Al-Maidah ayat 87). Artinya: “Katakanlah! Siapa yang berani haramkan perhiasan
yang telah didatangkan Allah untuk hamba-hamba-Nya, dan jangan mengharamkan
yang baik-baik dari rezki; katakanlah semua itu adalah untuk orang-orang
beriman guna kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat yang murni, begitulah
Allah (Kami) menjelaskan ayat-ayat kepada orang-orang yang mengerti.” (Al-A’raf
ayat 32). Artinya: “Siapa-siapa yang beramal saleh, baik laki-laki maupun
wanita dan dia beriman, maka akan Kami berikan padanya kehidupan yang layak,
dan akan kami cukupkan pahalanya dengan yang lebih baik dan yang sudah ia
kerjakan.” (An-Nahl ayat 97).
Yang menegaskan: Agar orang-orang yang beriman
menikmati yang halal dan yang baik, dan jangan mencoba-coba mengharamkan yang
dihalalkan Allah, dan jangan melanggar batas ketentuan (Syari’at). Semuanya itu
untuk menjamin keselamatan manusia sendiri serta untuk melindunginya dari
bahaya kehancuran atau menurun ke derajat alam binatang (yaitu apabila ia sudah
melanggar batas-batas tersebut). Kehancuran dan turun ke derajat hewan inilah
yang diinginkan dan dituju oleh aliran materialisme.
·
Wujudiyah = Existentialism
Yaitu aliran kebebasan yang melepaskan dirinya dari
semua ikatan kemasyarakatan, hukum, peraturan serta adat-istiadat, dan mengakui
semua agama, tak punya tempat, tidak mempunyai isteri dan atau tanah air.
Sebenarnya aliran ini adalah lanjutan dari aliran fikiran yang ditimbulkan oleh
materialisme modern, yaitu memisahkan manusia dari aliran rohaninya dan
menjadikannya menurun ke alam hewan semata, yang tak berperikemanusiaan dan
tidak berperasaan.
Paul Sartre, tokoh aliran Wujudiyah
(Existentialism) ini menyatakan: “Yang pantas dilaksanakan dalam kehidupan
kebebasan ialah menjadikan orang-orang pengecut menjadi berani, menerima ajakan
kebinatangan, melakukan keinginan nafsu, membuang semua tradisi ajaran-ajaran
kemasyarakatan dan menghancurkan segala ikatan yang dibuat oleh agama-agama.”
(Dari buku karya William James yang diterjemahkan oleh Dr Mahmud Hasbullah
dengan judul Iradah Al-I’tiqad halaman 21).
Aliran Wujudiyah merusak tabiat manusia, akal, hati
dan jiwa serta menjerumuskan kepada hewan yang tidak berotak, tidak berhati dan
tidak berjiwa (tak berperasaan). Aliran ini sudah tersebar luas di berbagai
tempat di Eropa dan Amerika sebagai akibat dari kemerosotan Kristen di
negeri-negeri tersebut. Kemudian Yahudi menggunakan kesempatan ini untuk
memperluas kegagalan dan kemerosotan masyarakat Eropa dan Amerika, yang
kemudian diekspor (diluaskan) ke negeri-negeri Islam, melalui Pemuda-pemuda
Islam yang belajar di Barat.
Faham ini ditanamkan pada pemuda-pemuda Islam, itu
sebagai pengertian yang bermaksud untuk pendangkalan, yang dianggap sebagai
gerakan kebebasan. Demikianlah peranan besar yang dilakukan oleh Orientalisme,
untuk menyesatkan Pemuda-pemuda Islam dengan semboyan “Gerakan pembebasan yaitu
bebas dari Agama, akal dan perikemanusiaan supaya mereka menjadi hewan yang
lebih sesat, tidak khawatir lagi pada bahaya-bahaya kolonialis, dan Orientalis
untuk memerangi Islam dan penggerogotan da'wahnya.”
Karena itu kita ummat Islam harus waspada terhadap
propaganda yang berbahaya ini, supaya tidak terpengaruh oleh musuh-musuh
tersebut.
·
Sekularisme
Di antara cara Orientalis untuk merusak da’wah Islam,
ialah dengan penyebaran faham-fahamnya, kepada para ilmuwan Islam, agar mereka
memisahkan antara ilmu dengan agama (yang disebut Sekularisme), yaitu
propaganda palsu dan sesat yang bertopengkan intelektualisme.
Sebenarnya, Sekularisme adalah apa yang dipropagandakan
oleh Orientalisme untuk merusak Da’wah Islam. Mereka membiayai dan
memperlengkapi dengan segala fasilitas agar ilmu dapat terpisah dari agama.
Gerakan ini mulai bangkit di Eropa setelah terjadinya persaingan antara Ilmuwan
dengan pemuka-pemuka Gereja yang berkuasa di zaman Pertengahan dan menguasai
otak orang-orang Eropa, yang tidak menerima fikiran atau pendapat di luar yang
bersumber pada Gereja / Kristen. Di waktu itu kekuasaan Gereja mempunyai hak
pengampunan terhadap orang-orang yang bersalah dan berdosa besar, begitu juga
punya hak mengutuk dan mengusir sebagai mewakili Tuhan dan lain sebagainya.
Persengketaan ini berakhir dengan berpisahnya antara
ilmu pengetahuan dengan Gereja dan masing-masing punya tokoh utama. Para ahli
pengetahuan boleh berkata sesukanya tanpa protes dari pihak Gereja dan
sebaliknya pihak Gereja punya hak mengatakan apa yang mereka sukai dalam urusan
agamanya.
Ketika terjadi persaingan antara ilmu dan agama
Kristen akibat dari perbuatan pihak Gereja yang menjalankan apa-apa yang
diprotes oleh aliran ilmu maka Agama (Kristen) harus memisahkan diri dari
urusan dunia, dan urusannya diganti/diambilalih oleh aliran ilmu tanpa agama.
Berbeda dengan Islam, Islam selamanya tidak memisahkan dan tidak
mempertentangkan ilmu dengan agama sebab ilmu adalah alat untuk memperkuat
agama, dan agama itu sendiri pun adalah ilmu, dan ilmu adalah pembimbing kepada
Agama. Di dalam Al-Qur’an, kata-kata “ilmu” dan yang berhubungan dengan ilmu
punya hubungan/peranan penting sekali, yang lebih dari 820 kali disebutkan.
Pengembangan ilmu adalah sebagian dari risalah Islam,
dengan ilmu manusia bisa mengenal Tuhannya, mengamalkan Syari’at Islam, dan
Islam mewajibkan menuntut ilmu, lihat surat Az-Zumar ayat 9, Al-Mujadalah ayat
11, dan Thaha ayat 114. “Katakanlah (ya Muhammad)! Apakah sama orang berilmu
dengan yang tidak berilmu? Hanya yang bisa menganalisa ialah ahli-ahli fikir.”
(Az-Zumar ayat 9). “Allah meninggikan derajat orang-orang berilmu dan yang
diberi ilmu.” (Al-Mujaadalah ayat 11). “Katakanlah, ya Muhammad: Oh, Tuhan!
Tambahlah aku dengan ilmu.” (Thaha ayat 114).
Adapun sekularisme yang dilahirkan oleh Orientalis,
membawa pada pemisahan ilmu dengan agama, hal ini tidak ada dalam Islam dan
tidak pantas ada dalam masyarakat Islam, karena Islam menghimpun ilmu dan
pengetahuan. Siapa yang menerima sekularisme berarti tidak akan tahu hakekat
Islam dan tidaklah sempurna Islam seseorang tanpa ilmu!
Kita harus membendung pemuda-pemuda terpelajar dari
taktik buta sekularisme yang menyesatkan, siapa yang tenggelam dalam aliran
pemikiran yang dibawa Orientalis, berarti akan mengkaramkan ummat Islam
sendiri, sebab hal demikian akan merusak aqidah dan menjauhkan mereka dari
agama yang membawa kesentausaan mereka (Islam). Allah-lah yang punya kemuliaan,
kekuasaan yang menentukan, begitu Rasul-Nya dan orang beriman.
·
Menghancurkan/Membasmi Bahasa Arab
Di antara cara Orientalisme menghancurkan Islam ialah
dengan membasmi bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an. Ini dilakukan oleh Orientalis
setelah mereka gagal merusak Al-Qur’an secara langsung. Orientalis menanamkan
faham kepada pelajar-pelajar, mahasiswa-mahasiswa Islam di Barat dengan
menyatakan bahwa “Bahasa Arab tidak perlu untuk perkembangan dan pembahasan.”
Maksudnya ialah untuk melemahkan bahasa Arab itu sendiri agar Ummat
meniriggalkan bahasa Arab dan terputuslah hubungan sesama ummat Islam dan
antara Muslim dengan Allah dan Sunnah Nabi.
Orientalis menuduh bahwa “bahasa Arab mempunyai
kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan, tidak mampu menanggulangi ilmu-ilmu
modern. Keterbelakangan ummat Islam tersebab kekurangan-kekurangan yang ada
dalam bahasa Arab. Bahasa Arab tak mampu menampung buah fikiran atau
teori-teori Barat. Karena itu para pemakai bahasa Arab harus memakai atau
mengalihkan perhatian kepada bahasa asing, dan mendalami bahasa asing yang digunakan
di zaman modern ini.”
Tuduhan ini adalah palsu, dan bathil, sebab bahasa
Arab adalah bahasa yang sangat luas dan bisa melahirkan bahasa/kata-kata baru.
Buktinya, sesudah Islam meluas ke tetangga Arab, bahasa Arab bisa menerima
bahasa Rumawi dan bahasa Parsi, yang dijadikan bahasa Arab, baik untuk
mufradaat maupun Tarkib (susunan kata) sesudah itu meluas ke peradaban Yunani,
dan Rumawi kuno. Dengan bahasa Arab bisa diterjemahkan fikiran-fikiran dan
falsafat failasufnya, dari hasil usaha (ilmu) dan bahasa Arab inilah Eropa
mulai dikeluarkan dari kegelapannya di zaman Pertengahan dan masuk ke abad
modern yang mereka banggakan. Tidak logis, kalau bahasa Arab lemah seperti
dituduhkan oleh para Orientalis di atas.
Orientalis menanamkan perasaan pada
pelajar-pelajar/mahasiswa-mahasiswa Islam, agar mereka menulis atau mengarang
harus dengan huruf/bahasa Latin/asing dari Arab, sebab bahasa Arab sulit
menulis dengan mesin, sulit mencetaknya dan lambat dan bermagam-macam bentuknya.
Sedangkan menulis huruf dengan Latin lebih praktis dan tidak sulit.
Inilah propaganda keji, yang memutuskan antara
Generasi sekarang dengan generasi sebelumnya, dan kalau dibiarkan begitu, maka
bahasa Arab akan ditulis dengan bahasa Latin, padahal dalam bahasa Latin tak
ada huruf: yang tidak mudah mengucapkannya dengan huruf Latin. Berarti bahwa
propaganda untuk menulis bahasa Arab dengan huruf Latin adalah untuk melemahkan
bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an dan untuk menghancurkan Islam.
Di samping itu, Orientalisme membesar-besarkan
propaganda untuk menggunakan bahasa Arab ‘Ammi (bahasa pasar/harian) sebagai
ganti dari bahasa fushhah (bahasa resmi) yang tidak dipakai dalam masyarakat
awam, ini akan memisahkan (gap) antara orang awam (biasa) dengan orang
terpelajar.
Padahal bahasa fushhah, adalah bahasa Qur’an dan
Hadist, untuk memberikan pemahaman pada semua kalangan, tetapi kalau dipojokkan
untuk kalangan pelajar dan cendekiawan Arab saja akan tertinggallah orang-orang
awam dari memahami Islam, mereka tak akan mampu melaksanakan, mengamalkan
perintah atau meninggalkan larangan, dan tidak tahu alasan-alasannya, tidak
mengerti kisah-kisah dari Al Qur’an atau pelajaran-pelajaran Islam secara umum.
Sebaliknya bahasa ‘Ammi hanya difahami oleh kalangan
terbatas, dan tiap-tiap negara Islam (Arab) berbeda-beda pula bahasa ‘Ammi-nya.
Taklah asing, kalau bahasa ‘Ammi di satu tempat (antara Mesir dengan Libya,
atau Saudi dengan Marokko dan lain sebagainya), berbeda dan bertentangan satu
sama lain, yang tidak dapat difahami satu sama lain, sebagaimana perbedaan
bahasa Inggris awam di Amerika dan Inggris dan lain sebagainya. Ini tidak lain
adalah cara Orientalis memecah belah orang Islam dan menghancurkan Islam.
Begitu pula, Orientalis mendorong/menyuruh para
pelajar Arab/Islam yang belajar kepada mereka agar meninggalkan bahasa Arab,
dan hanya dibolehkan menggunakan bahasa Eropa (Barat) saja dengan alasannya
yaitu mudah mempelajarinya, aman serta terhindar dari kesalahan. Ini sudah
diperingatkan Allah dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 21: Artinya: “Allah
menurunkan Malaikat membawa Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang tegas, agar kamu
memahaminya.” (Yusuf ayat 21).
Sumber:
o Mu’im, Abdul
–Oreintalisme (Usaha dan tujuannya dalam rangka
menggerogoti da’wah dan ajaran Islam), Jakarta, Indonesia:
Mutiara, 1979.