Kalau itu
yang disebut Islam Liberal, atau sebangsa yang menolak jilbab dan sebagainya,
maka pantas kalau mendapatkan dampratan dari umat Islam. Hanya sayangnya,
kenapa di Indonesia, bahkan di dunia Islam, pemikiran semacam itu,
("berbahaya karena sederhana") justru diangkat-angkat bahkan
diposisikan sebagai pembaharu, yang dalam bahasa Arabnya adalah mujaddid, yang
hal itu punya kedudukan tinggi dalam Islam? Padahal, kenyataan pemikiran yang
mereka sebarkan adalah satu bentuk pemikiran yang punya kelemahan-kelemahan
pokok:
1. Tidak punya
landasan/ dalil yang benar.
2. Tidak punya
paradigma ilmiyah yang bisa dipertanggung jawabkan.
3. Tidak
mengakui realita yang tampak nyata.
4. Tidak
mengakui sejarah yang benar adanya.
5. Tidak punya
rujukan yang bisa dipertanggung jawabkan.
Kelemahan-kelemahan
itu bisa dibagi dua:
1. Lemah dari
segi metode keilmuan.
2. Lemah dari
segi tinjauan keyakinan atau teologis.
Lemah dari
segi ilmiyah atau realita kebenaran itu dalam Al-Qur'an ada gambarannya, yaitu
fatamorgana disangka air. "…laksana
fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang
dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu
apapun." (An-Nuur/ 24: 39).
Lemah dari
segi aqidah digambarkan dalam Al-Qur'an bagai rumah labah-labah, selemah-lemah
rumah. "Perumpamaan orang-orang
yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang
membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba
kalau mereka mengetahui." (Al-'Ankabuut/ 29: 41).
Dua-dua
kelemahan itu ketika dibangun berbentuk sebuah bangunan maka wujudnya adalah
pembangunan masjid dhiror, yang harus dihancurkan dengan cara dibakar. Sedang
pembangunnya diancam neraka yang akan dimasukkan ke dalamnya beserta reruntuhan
bangunan yang mereka buat. Masjid dhiror itu sendiri diibaratkan bangunan di
tepi jurang yang runtuh, dan jadi pangkal keraguan dalam hati mereka. "Maka
apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah
dan keridhaan(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan
bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama
dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada
orang-orang yang dhalim. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu
senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka
itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS
At-Taubah/ 9: 109-110).
Meskipun
banyak kelemahannya, namun karena pelontarnya itu adalah orang yang sudah
kadung dianggap sebagai tokoh intelektual, maka dianggap sebagai pemikiran baru
dan maju. Padahal sebenarnya jauh sekali dari kebenaran ilmiyah maupun
kebenaran agama yang berdasarkan dalil/ nash ayat dan hadits.
Kalau
pentolannya saja modelnya begitu, maka yang lain-lain, baik yang sudah
meninggal maupun yang masih menjalani hidupnya, kurang lebihnya pendapat mereka
seperti yang dilontarkan Ahmad Wahib dan disunting serta disebarkan oleh Djohan
Effendi, Dawam Rahardjo dan lainnya. Di antara isi lontaran itu adalah
membuyarkan sumber Islam, dikembalikan kepada sejarah. Sebagaimana uraian
berikut ini.
Sumber:
·
Jaiz, Ahmad,
Hartono –Bahaya Islam Liberal, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2002.