SOCRATES
Socrates lahir di Athena pada tahun 470 SM. Ia adalah seorang
filsuf Yunani yang terkenal. Ia merupakan genarasi pertama dari tiga ahli
filsafat Yunani yaitu Socrates, Plato dan Ariestoteles.
Sebab bangkitnya Socrates dilatar belakangi oleh beberapa pernyataan, salah
satunya adalah: “Ajaran (relativisme) bahwa semua kebenaran itu relatif
telah menggoyahkan teori-teori sains yang telah mapan, mengguncangkan
keyakinanagama. Ini meyebabkan kebingunan dan kekacauan dalah kehidupan.”
Berangkat kondisi itu pula Socrates meyakinkan orang-orang Athena bahwa tidak
semua kebenaran itu relatif, tetapi ada kebenaran umum yang dapat dipegang oleh
semua orang.
Hal tersebut bisa dibuktikan pada contoh pertanyaan berikut ini:
Apakah kursi itu? Kita periksa seluruh – kalau bisa – kursi yang ada di dunia
ini. Kita menemukan kursi hakim, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya empat,
dari bahan jati; kita ambil kursi malas, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya
dua, dari besi antikarat; kita periksa kursi makan, ada tempat duduk dan
sandaran, kakinya tiga, dari rotan; begitulah seterusnya. Nah, kita lihat pada
setiap kursi itu selalu ada tempat duduk dan sandaran. Kedua ciri
ini terdapat pada setiap kursi tadi. Ciri-ciri yang lain tidak dimiliki oleh
semua kursi tadi. Maka semua orang akan sepakat bahwa kursi adalah tempat duduk
yang bersandaran. Perhatikanlah, semua orang akan sepakat, ini merupakan
kebenaran objektif – umum, tidak subjektif – relatif. Tentang jumlah kaki,
bahan, dan sebagainya merupakan kebenaran yang relatif. Jadi memang ada
pengetahuan yang umum, itulah definisi.
Kehidupan Socrates (470-399 SM) berada di tengah-tengah keruntuhan
imperium Athena.
Sehingga tahun terakhir hidupnya sempat menyaksikan keruntuhan Athena oleh
kehancuran orang-orang oligarki dan orang-orang demokratis.
Perlu diketahui bahwa para pemuda dan masyarakat Athena pada waktu
itu menganut ajaran relativisme yang meyakini bahwa semua kebenaran itu
relatif, hal yang demikian akibat dari doktrin dari kaum sofis, sehingga
terjadi perbedaan pemahaman terhadap Socrates. Socrates adalah seorang penganut
moral yang absolut dan meyakini bahwa menegakkan moral merupakan tugas filosof,
yang berdasarkan idea-idea rasional dan keahlian dalam pengetahuan.
Filsafat adalah kebenaran objektif, dan untuk membuktikan adanya kebenaran
objektif, Socrates menggunakan metode yang bersifat praktis.
Di masa hidupnya Socrates menghabiskan waktunya untuk berdebat
serta mengajar filsafat kepada anak-anak muda, namun bukan untuk mendapat
bayaran sebagaimana kaum sofis. Melainkan justru ia diadili, dijatuhi hukuman
mati, dan dieksekusi pada tahun 399 SM, kira-kira pada umur tujuh puluh tahun.
Sebab Socrates dituduh dengan dua tuduhan: merusak pemuda dan menolak
tuhan-tuhan negara,
di samping itu pula akibat dari perbedaan pemikiran Socrates dengan masyarakat
Athena (tidak menyetujui relativisme kaum sofis). Hal ini bisa dibuktikan pada
perkataan Bertens. Bertens menjelaskan ajaran Socrates sebagai berikut ini.
Ajaran itu ditujukan untuk menentang ajaran relativisme sofis. Ia ingin
menegakkan sains dan agama.
Socrates percaya bahwa manusia ada untuk suatu tujuan. Ia meyakini
jika salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan
bubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya.
Ia percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri. Menurutnya manusia
pada dasarnya jujur, dan kejahatan merupakan suatu tindakan akibat salah
pengarahan yang membebani kondisi seseorang.
Metode Socrates
Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik
benar-benar, ia bahkan tidak mengajarkan filosofinya, melainkan hidup
berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan hasil, bukan ajaran yang
bersandarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup. Filosofinya mencari kebenaran.
Oleh karena itu ia mencari kebenaran, ia tidak mengajarkan. Ia bukan ahli
pengetahuan, melainkan pemikir.
Menurut pendapat Socrates ada kebenaran objektif, yang tidak
bergantung pada saya atau pada kita. Ini memang pusat permasalahan yang
dihadapai oleh Socrates. Untuk membuktikan adanya kebenaran yang objektif,
Socrates menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan
dijalankan melalui percakapan-percakapan.
Ia menganalisis pendapat-pendapat sebab bagi Socrates setiap orang mempunyai
pendapat mengenai salah dan tidak salah. Di sini terlihat jelas bahwa Socrates
pada dasarnya berjuang mencari kebenaran.
Oleh karena Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan tanya
jawab sana dan sisi, yang kemudian dibulatkan dengan pengertian, maka jalan
yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi.
Induksi di sini berlainan artinya dari induksi sekarang, menurut paham induksi
sekarang penyelidikan dimulai dengan memperhatikan yang satu-satunya dan dari
situ dengan mengumpulkan dibentuk pengertian yang umum lakunya. Induksi yang
menjadi metode Socrates ialah membandingkan secara keritis.
Sedangkan definisi yaitu pembentukan pengertian yang umum lakunya.
Dari wacana di atas dapat diasumsikan bahwa metode yang digunakan
Socrates biasanya disebut dialektika, dan kata kerja Yunani dialegesthai
yang berarti bercakap-cakap atau berdialog.
Metode Socrates dinamakan dialektika karena dialog mempunyai peranan penting di
dalamnya.
Metode dialektika memang sesuai untuk sejumlah persoalan, namun
bisa tidak sesuai untuk beberapa masalah lainnya.
Sejumlah persoalan jelas tidak dapat dibahas dengan metode dialektika – ilmu
pengetahuan empiris, umpamanya; memang benar bahwa Galileo menggunakan bentuk
dialog untuk mempertahankan teorinya, namun itu hanya dilakukan untuk mengikis
pelbagi prasangka – dasar-dasar positif penemuannya tidak dapat dijelaskan
lewat dialog tanpa risiko kesalahpahaman yang besar.
Etik Socrates
Menurut Socrates, bahwasanya pengertian dari etika atau intisari
dari etika yaitu budi yang berarti tahu. Orang yang berpengetahuan dengan
sendirinya berbudi baik. Sebagai contoh, apabila seseorang telah mengetahui
tentang kebenaran adanya kenikmatan surga dan siksa neraka, maka sudah pastilah
ia akan mengikuti jalan ajaran Tuhannya untuk memperoleh kenikmatan tersebut.
Dan hanya orang-orang yang tidak mempercayai adanya kenikmatan surga dan siksa
nerakalah yang enggan untuk melaksanakan aturan dari Tuhannya yang dapat
membawanya kepada kenikmatan surga tersebut. Akan tetapi ia malahan melakukan
tindakan yang dilarang oleh Tuhannya dan meniggalkan perintah dari Tuhannya.
Dari ucapan itu nyatalah bahwa ajaran etika Socrates intelektuil
sifatnya. Selain dari itu juga rasionil. Apabila budi adalah tahu, maka tak ada
orang yang sengaja, atas maunya sendiri, berbuat jahat. Kedua-duanya, budi dan
tahu bersangkut-paut. Apabila budi adalah tahu, berdasarkan timbangan yang
benar, maka “jahat” hanya datang dari orang yang tidak mengetahui, orang yang
tidak mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang benar. Orang yang kesasar
adalah korban daripada kekhilafannya sendiri. Kesasar bukanlah perbuatan yang
disengaja. Tidak ada orang yang khilaf atas maunya sendiri.
Pengertian secara umum budi adalah alat batin yg merupakan paduan
akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk.Sedangkan
pengertian etik adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Menurut Socrates, manusia itu pada dasarnya baik. Seperti dengan
segala barang yang ada itu ada tujuannya, begitu juga hidup manusia. Apa
misalnya tujuan meja? Kekuatannya, kebaikannya. Begitu juga dengan manusia.
Keadaan dan tujuan manusia ialah kebaikan sifatnya dan kebaikan budinya.
Seseorang yang mengetahui hukum tentunya akan bertindak sesuai
dengan pengetahuannya sendiri. Dalam aplikasinya tidak mungkin terjadi
pertentangan antara keyakinan dan perbuatan. Sebab bagi Socrates budi berdasar
atas pengetahuan, sehingga dengan demikian budi dapat dipelajari.