1. Pengertian Nikah
Nikah menurut bahasa memiliki arti mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan
atau bersenggama (wath’i). dalam istilah bahasa Indonesia sering disebut dengan
“kawin”. Dalam pasal I Bab I, UU perkawinan NO 1 tahun 1974, perkawina
didefinikan sebagai berikut: ” ikatan lahir batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-lkai dalam suatu
rumah tangga berdasarkan kepada tuntunan agama. Ada juga yang mengartikan “
suatu perjanjian atau aqad (ijab dan qabul) antara laki-laki perempuan untuk
menghafalkan hubungan badaniyah sebagaimana suami istri yang sah yang
mengandung syarat-syrat dan rukun-rukun yang ditentukan oleh syariat islam”.
Adapun hukum menikah, jumhur ulama’
menetapkan ada 5, yaitu:
a.
Sunnah
Jumhur ulama sepakat
sepakat bahwa hokum asal pernikahan adalah sunnah. Mereka beralasan antara lain
kepada firman Alloh swt.Artinya: ‘ Nikahilah orang-orang yang menyendiri
diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba sahayamu yang
laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, mereka
dijadikan kaya oleh alloh dengan karunuanya. Alloh maha luas karunianya dan
maha mengetahui”.(QS. An-Nur:32).
b.
Mubah (boleh)
Hukum menikah menjadi
boleh bagi orang yang tidak mempunyai faktor pendorong atau faktor yang
melarang untuk menikah.
c.
Wajib
Hukum nikah menjadi
wajib bagi orang yang secara jasmaniyah sudah layak untuk menikah, secara
rohaniyah sudah dewasa dan matang serta memiliki kemampuan biaya untuk menikah
dan menghidupi keluarganya. Bila ia tida menikah, khawatir jatuh pada perbuatan
mesum.
d.
Makruh
Hukum menikah menjadi
makruh bagi laki-laki yang secara jasmniyah sudah layak untuk menikah,
kedewasaan rohaniyah sudah matang tetapi tidak mempunyai biaya untuk menikah
dan bekal hidup rumah tangga. Orang semacam ini dianjurkan untuk tidak dulu
menikah dan mengendalikan hawa nafsuya dengan berpuasa.
e.
Haram
Hukum menikah menjadi
haram bagi laki-laki yang menikahi wanita dengan maksud menyakiti dan
mempermainkaya. Pernikahan seperti ini sah menurut syariat jika terpenuhi
syarat dan rukunnya. Akan tetapi pernikahn seperti ini berdosa di hadapan Alloh
karena tujuanya buruk.
3. Rukun dan Syarat Nikah
Rukun nikah yaitu apa yang
merupakan hakekat dari perkawinan yang tampa adanya rukun tidak sahlah
perkawinan. Rukun nikah antara lain:
a.
Calon suami, dengan syarat :
Muslim, merdeka,
berakal, benar-benar laki-laki, adil, tidak beristri empat, tidak mempunyai
mahram dengan calon dan tidak sedang ihram haji atau umroh.
b.
Calon istri, dengan syarat-syarat sebagai berikut:
Muslimah (benar-benar
perempuan), telah mendapat izin dari walinya, tidak bersuami atau tidak dalam
masa iddah, tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon suaminya dan tidak
sedang berihram haji atau umroh.
c.
Sighat (ijab dan qabul).
Ijab yaitu suatu suatu
pernyataan berupa penyerahan diri seorang wali perempuan atau wakilnya kepada
seorang laki-laki dengan kata-kata tertentu maupun syarat dan rukun yang telah
ditentukan oleh syara’.
Qabul yaitu suatu
pernyataan penerimaan oleh pihak laki-laki terhadap pernyataan wali perempuan
atau wakilnya sebagaimana yang di sebut di atas.Menurut syafi’I (dan hambali)
ijab qabul harus dilakukan dengan menggunakan lafal yang terdapat dalam
Al-qur’an yaitu kawin dan jodoh. Dasarnya ialah hadits nabi yang menyebutkan:
Artinya: “Takutlah
kamu kepada Alloh dalam perkara wanita, sebab kamu telah mengambil mereka dari
keluarganya dengan amanat dari Alloh dan kamu telah menghalalkan percampuran
kelamin dengan mereka dengan kalimat alloh”.(Riwayat Muslim).
d.
Wali perempuan, dengan syrat sebagai berikut:
Muslim, berakal, tidak
fasiq, laki-laki dan mempunyai hak untuk menjadi wali.Tidak akan sah nikah jika
tidak ada wali, hadits nabi menyebutkan:
Artinya:“Janganlah perempuan
mengawinkan perempuan yang lain dan janganlah pula perempuan mengawinkan
dirinya sendiri, karena perempuan yang berzina ialah yang mengawinkan dirinya
sendiri. (Riwayat ibn majah dan Daruqquthni ).
Yang berhak menjadi
wali bukan sembarang orang, menurut Syafi’I, orang-orang yang berhak menjadi
wali yaitu:
1) Bapak, kakek (bapak dari bapak), dan seterusnya ke atas.
2) Saudara laki-laki seibu sebapak.
3) Saudara laki-laki sebapak.
4) Anak laki-laki saudara seibu-sebapak.
5) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dan seterusnya kebawah.
6) Saudara laki-laki seibu sebapak dari bapak (paman kandung).
7) Saudara laki-laki sebapak dari bapak (paman sebapak).
8) Anak laki-laki paman kandung.
9) Anak laki-laki paman sebapak dan seterusnya kebawah.
10) Hakim (wali hakim), yaitu jika tidak ada wali-wali tersebut di atas, atau
wali yang berhak ada tapi tidak mau jadi wali.
e. Dua orang saksi, dengan syarat sebagai berikut:
Muslim, baligh,
berakal, merdeka, laki-laki, adil, pendengaran dan penglihatannya sempurna,
memahami bahasa yang di ucapkan dalam ijab dan qabul, tidak sedang mengerjakan
ihram haji atau umroh. Akad nikah harus dihadiri oleh dua orang saksi, tampa
adanya dua orang saksi ini perkawinan tidak akan sah. Dalilnya ialah Hadist SAW
yang menyebutkan:“Tidak ada atau tidak sah nikah melainkan dengan wali dan
dua orang saksi yang adil”.
4. Hikmah Pernikahan
Di antara hikmah pernikahan tersebut sebagaimana di uraikan dibawah ini:
Hikmah pernikahan bagi individu dan keluarga.
- Terwujudnya
kehidupan yang tenang dan tentram, karena terjalinnya cinta dan kasih
saying di antara sesama.
- Terhindar dari
perbuatan maksiat, terutama masturbasi, perzinahan dan pemerkosaan.
- Menciptakan
keturunan yang baik dan mulia.
- Naluri kebapaan
dan keibuan akan tumbuh dan berkembang.
- Bersungguh-sungguh
dalam mencari rizqi.
- Memperluas
persaudaraan.
- Mendatangkan
keberkahan.
Hikmah pernikahan bagi masyarakat.
- Terjaminnya
ketenangan dan ketentraman anggota masyarakat.
- Dapat meringankan
beban masyarakat.
- Dapat memperkokoh
tali persaudaraan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan yaitu:
a. Nikah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan yang maha esa.
b. Hukum nikah ada lima yaitu sunnah (hukum asal dari pernikahan),
mubah, wajib, makruh dan haram.
c. Rukun nikah adalah calon suami, calon istri, ijab qabul, wali
perempuan dan dua orang saksi.
d. Hikmah pernikahan:
Hikmah
bagi individu dan keluarga:
·
Terwujudnya kehidupan
yang tenang dan tentram
·
Terhindar dari
perbuatan maksiat, terutama masturbasi, perzinahan dan pemerkosaan.
·
Menciptakan keturunan
yang baik dan mulia.
Hikmah pernikahan bagi masyarakat :
·
Terjaminnya ketenangan
dan ketentraman anggota masyarakat.
·
Dapat meringankan beban
masyarakat.
·
Dapat memperkokoh tali
persaudaraan.
B.
Saran
Terkait
dengan ketidaksempurnaan makalah ini maka kami sebagai penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca dan khususnya para mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Suparta dan Djedjen
Zainuddin, Fiqih, (Semarang : PT. Karya Toha Putra, 2005).
Tim Dosen Agama Islam, Pendidikan
Agama Islam, (Malang: IKIP Malang, 1995).
http://makalah-pai-imamwahyudi.blogspot.com/2012/09/nikah.html#more