Pengertian Metode Hisab
Hisab yang oleh masyarakat dijadikan sebagai julukan atau label
bagi Muhammadiyah arti harfiahnya adalah perhitungan. Metode hisab Muhammadiyah
berarti rangkaian proses perhitungan yang digunakan untuk menentukan arah suatu
tempat dari tempat lain, atau menentukan posisi geometris benda benda langit
untuk kemudian mengetahui waktu saat di mana benda langit menempati posisi tersebut, atau mengetahui
apakah suatu siklus waktu sudah mulai atau belum.
Metode hisab Muhammadiyah, sebagaimana terlihat dalam buku Pedoman
Hisab Muhammadiyah, sekurang-kurangnya meliputi 4 (empat) obyek, yaitu hisab
arah kiblat, hisab waktu-waktu salat, hisab awal bulan Qamariah, dan hisab
gerhana matahari dan bulan.
Tetapi uraian ini difokuskan pada hisab awal bulan Qamariah dengan
pertimbangan bahwa penggunaan hisab dalam hisab arah kiblat, waktu-waktu salat,
dan gerhana tidak mengundang banyak kontroversi di masyarakat. Sedangkan
penggunaan hisab untuk menentukan awal bulan Qamariah hingga sekarang masih
menjadi polemik antara mereka yang mengabsahkan penggunaannya dengan yang
menolaknya.
Di kalangan warga Muhammadiyah sendiri masih ada yang
mempertanyakan keabsahan penggunaan hisab tersebut, sehubungan dengan jelasnya
sabda Nabi saw tentang rukyat yang memerintahkan puasa dan shalat ‘ied setelah
terlihatnya hilal dan larangan mulai puasa dan shalat ‘ied sebelum terlihatnya
hilal.
Dalam perkembangannya, khususnya berkaitan dengan penentuan awal
bulan Qamariah, metode hisab tidak hanya menjelaskan tentang proses perhitungan
dengan perangkat data dan rumusnya, tetapi ke dalam terminologi metode hisab
ini dimasukkan pula hal-hal yang berkaitan dengan metode yang digunakan untuk
menentukan penanda awal bulan Qamariah.
Hal ini sangat mudah dipahami, karena hisab dalam arti proses
perhitungan semata-mata tidak akan membawa pada kesimpulan apa pun tentang
sudah mulai atau belumnya bulan baru Qamariah sebelum ditentukan apa yang
menandakan masuknya bulan baru Qamariah tersebut, atau dengan perkataan lain,
sebelum diketahui fenomena benda langit apa dan kedudukannya seperti apa yang
menandakan awal bulan Qamariah yang harus dihitung tersebut.
Penanda Awal Bulan Qamariah
Terdapat banyak pandangan mengenai penentuan penanda awal bulan
Qamariah, lima di antaranya diuraikan dalam buku Pedoman Hisab Muhammadiyah.
Pertama, ijtimak
sebelum fajar; awal bulan Qamariah
ditandai dengan terjadinya ijtimak (konjungsi) bulan dan matahari sebelum
terbit fajar. Kombinasi fenomena ijtimak bulan-matahari dan terbit fajar
merupakan penanda awal bulan baru Qamariah bagi pandangan ini. Ijtimak
bulan-matahari yang terjadi sebelum terbit fajar menunjukkan bahwa sejak saat
terbit fajar tersebut bulan baru (tanggal 1 bulan baru) Qamariah dimulai.
Dengan katan lain, awal bulan baru Qamariah dimulai sejak terbit
fajar yang terjadi menyusul setelah terjadinya ijtimak bulan-matahari.
Sebaliknya, terbit fajar yang terjadi menjelang terjadinya ijtimak
bulan-matahari merupakan hari terakhir dari bulan Qamariah yang sedang
berlangsung.
Kedua, ijtimak sebelum
gurub (terbenam matahari); awal bulan Qamariah ditandai dengan terjadinya
ijtimak (konjungsi) bulan dan matahari sebelum terbenam matahari. Kombinasi
fenomena ijtimak bulan-matahari dan terbenam matahari merupakan penanda awal
bulan baru Qamariah bagi pandangan ini. Ijtimak bulan-matahari yang terjadi
sebelum terbenam matahari menunjukkan bahwa sejak saat terbenam matahari
tersebut bulan baru (tanggal 1 bulan baru) Qamariah dimulai. Dengan perkataan
lain, awal bulan baru Qamariah dimulai sejak terbenam matahari yang terjadi
menyusul setelah terjadinya ijtimak bulan-matahari. Sebaliknya, terbenam
matahari yang terjadi menjelang terjadinya ijtimak bulan-matahari merupakan
hari terakhir dari bulan Qamariah yang sedang berlangsung.
Ketiga, bulan terbenam
setelah matahari terbenam; awal bulan Qamariah ditandai dengan pertama kalinya
matahari terbenam sebelum terbenam bulan, atau pertama kalinya terbenam bulan
sesudah terbenam matahari. Kombinasi fenomena terbenam matahari dan terbenam
bulan merupakan penanda awal bulan baru Qamariah bagi pandangan ini. Terbenam
matahari yang pertama kali terjadi sebelum terbenam bulan menunjukkan bahwa
sejak saat terbenam matahari tersebut bulan baru (tanggal 1 bulan baru) Qamariah
dimulai. Dengan perkataan lain, awal bulan baru Qamariah dimulai sejak terbenam
matahari yang terjadi sebelum terbenam
bulan. Sebaliknya, terbenam matahari yang terjadi menjelang terjadinya sesudah
terbenam bulan menunjukkan awal bulan
baru Qamariah belum dimulai.
Keempat,
imkanur-rukyat; awal bulan Qamariah dimulai sejak terbenam matahari manakala
ketinggian bulan saat itu mencapai tingkat sedemikian rupa sehingga dalam
keadaan normal tanpa ada gangguan bulan mungkin atau bahkan dipastikan dapat
dilihat. Ukuran ketinggian bulan yang mungkin dapat dilihat tersebut oleh
pemerintah Indonesia, khususnya oleh Kementerian Agama RI ditetapkan 02° di
atas ufuk (horizon). Ketinggian bulan minimum 02° dan terbenam matahari ini
merupakan kombinasi fenomena alam yang menandai dimulainya awal bulan baru
Qamariah. Jika pada suatu ketika, saat terbenam matahari ketinggian bulan
minimum 02°di atas ufuk, maka saat itu dimulailah tanggal 1 bulan baru
Qamariah, sebaliknya apabila ketinggian bulan tidak mencapai batas minimum
tersebut maka awal bulan baru Qamariah belum dimulai.
Kelima, wujudul-hilal;
awal bulan baru Qamariah dimulai sejak terbenam matahari yang terjadi untuk
pertama kalinya setelah terjadi ijtimak bulan-matahari dan sebelum terbenam
bulan. Jadi untuk dapat ditetapkan tanggal 1 bulan baru Qamariah pada saat
matahari terbenam tersebut harus terpenuhi tiga syarat secara kumulatif, yaitu
sudah terjadi ijtimak bulan-matahari, ijtimak bulan-matahari terjadi sebelum
terbenam matahari, dan pada saat terbenam matahari bulan belum terbenam. Jika
salah satu saja dari tiga syarat tersebut tidak terpenuhi maka awal bulan baru
Qamariah tidak dapat ditetapkan.
Penanda awal bulan Qamariah sebagaimana diuraikan di atas, masih
terbatas pada perspektif hisab hakiki, yaitu perhitungan terhadap fenomena
benda langit secara faktual (menurut yang sesungguhnya). Di samping itu, masih
ada penanda lain yang dipedomani dalam hisab urfi atau dalam metode rukyat.
Penanda awal bulan Qamariah dalam metode rukyat adalah terlihatnya hilal.
Seperti terlihat dalam uraian di atas, acuan dalam penetapan awal
bulan Qamariah adalah fenomena bulan. Meskipun persisnya fenomena bulan yang
dijadikan penanda awal bulan tersebut bervariasi dan kombinasinya dengan
fenomena atau variabel lain berbeda, namun tidak dapat dipungkiri bahwa acuan
pokok dalam penentuan awal bulan Qamariah adalah bulan. Bahkan bukan saja
menjadi acuan dalam penentuan awal bulan Qamariah tetapi juga otomatis menjadi
acuan dalam kalender Qamariah.
Itulah sebabnya bulan atau kalender dimaksud diberi label
‘Qamariah’ (berasal dari kata Arab ‘qamariyyah’ dari kata benda ‘qamar’ artinya
bulan). Hal ini berbeda dengan bulan atau kalender masehi yang acuannya
fenomena matahari, dan oleh karenanya dikenal dengan bulan atau kalender
‘syamsiah’ (berasal dari kata Arab ‘syamsiyyah’ dari kata benda ‘syams’ artinya
matahari.
Sumber bacaan:
http://www.muhammadiyah.or.id/
http://www.kabar24.com/