Mimpi orang miskin yang paling banyak adalah menjadi kaya,
setidaknya menjadi berkecukupan. Untuk itu, mereka bekerja keras. Bahkan,
sangat keras. Kadang sampai melalui jalan yang terlarang. Atau agak terlarang. Ada
yang berhasil ada juga yang tidak. Yang tidak berhasil tidak berarti mereka
kiamat. Masi ada harapan non-material yang masih bisa diraih: kebahagian
hidup. Prinsipnya, orang bahagia tidak harus kaya. Ia bisa tetap
bahagia sambil miskin, yang penting ada kedamaian dalam hatinya.
Sebailiknya, bagi yang berhasil menjadi kaya pun ternyata juga
belum cukup. Orang yang berkecukupan masih merasa belum cukup. Mereka masih
perlu yang lebih daripada itu: memiliki badan yang sehat. Mereka merasa sia-sia
manakala kaya, tetapi dalam keadaan sakit-sakitan.
Akan tetapi, bagi yang sudah kaya dan sudah sehat, ternyata juga
belum cukup. Banyak orang kaya atau berkecukupan yang merasa gelisah, tidak
tenang, dan stres. Mereka memerlukan yang lebih daripada itu: kedamaian
hidup.
Islam sebagai agama dalam Al-Qur’an ditemukan sebanyak 50 kali
dengan tiga kategori kelas kata benda (isim) sebanyak 8 kali kata sifat (na’at)
untuk maskulin (mudzakar) sebanyak 3 kali dan kata benda plural (jama’)
sebanyak 29 kali. Menurut Esack, Islam sebagai agama (din) pada abad ketujuh
dapat dilihat dalam tiga kategori:
a.
din sebagai konsep agama sistemik.
b.
din sebagai kata benda verbal yang berarti menilai, menetapkan,
memutuskan.
c.
din sebagai kata benda verbal yang berarti mengarahkan diri, menjaga
diri.
Sementara Islam dengan makna kepasrahan, di dalam Al-Qur’an
ditemukan sebanyak 24 kali. Di antara kata yang menunjukkan makna “kepasrahan”
adalah aslama seperti dalam “aslama wajhahu lillahi” menyerahkan
diri kepada Allah SWT. (Qs: Al-Baqarah: 112).
“Damai” dalam Al-Qur’an direpresentasikan dengan kata salam;
sebuah kata yang memiliki hubungan semantik dengan kata Islam. Dalam Al-Qur’an
kata salam ini disebut sebanyak
157 kali dalam bentuk kata benda (isim) sebanyak 79 kali, kata sifat (na’at)
sebanyak 50 kali, dan kata kerja (fi’il) sebanyak 28 kali.
Namun dalam perhitungannya mengenai kata Islam yang dalam bentuk
kata benda (isim), kata kerja (fi’il), dan kata sifat (na’at) sebagian
ulama terdapat perbedaan. Tapi yang perlu diketahui dari perbedaan itu, bahwa
dari tiga kategori (kata benda, kata kerja, kata sifat) semunya memiliki makna “Damai”
Menurut Hassan Hanafi, kata benda berarti substansi, sedangkan
kata kerja berarti aksi. Apabila dipahami demikian, kata salam dalam
Al-Qur’an bisa menunjuk pada sifat damai, substansi damai, dan upaya
menciptakan perdamain. Oleh karena itu, AL-Qur’an tidak hanya berbicara tentang
nilai-nilai perdamaian sebagai gagasan semata, tetapi juga menekankan
pentingnya transformasi perdamaian dalam kehidupan. Kehidupan yang dimaksud
adalah kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Salah satu ayat Al-Qur’an yang menuntut upaya transformasi
perdamaian adalah terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 208. “Hai orang-orang
yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Rasyid Ridha menafsirkan ayat di atas bahwa Allah SWT memerintahkan
kaum beriman untuk masuk dalam kedamian secara total. Allah SWT telah memberi
hidayah kepada manusia untuk mentranformasikan perdamaian, kebajikan, dan
kerukunan sebagaimana telah ditetapkan dalam Islam.
Sedangkan Imam Ibnu Katsir memaknai kata as-silm dengan
agama Islam. Ayat ini dibuka dengan shighat amar yang memerintahkan
orang yang beriman untuk mewujudkan perdamaian. Hal ini secara langsung
melarang hal-hal yang betentangan dengan perdamaian, seperti peperangan dan
pertikaian.
Dari beberapa penafsiran di atas, dapat dikatakan bahwa iman
seseorang tidak akan sempurna sampai ia bisa menegasikan permusuhan dan
pertikaian. Sebab inti dari perkataan para mufassirin tentang Islam adalah “damai”.
Ayat di atas memiliki makna yang sangat agung. Apabila seluruh
ulama membangun mazhabnya berdasarkan ayat tersebut, niscaya tiada perselisihan
dalam umat. Karean, ayat di atas menuntut kaum beriman untuk melaksanakan
ajaran Islam secara total, dengan mempertimbangkan problematik kehidupan
berbasis Al-Qur’an dan sunnah nabi. Kalaupun ada perbedaan tentunya tidak akan sampai
menimbulkan perselisihan bagi para pengikutnya.
Adapun penyebab konflik dalam sebuah masyarakat adalah meratanya
kebodohan, fanatisme terhadap golongan, dan yang lebih ektrem lagi sebagian
dari golongan menganggap bahwa golongan sendiri yang paling benar.
Damai adalah suasana nyaman yang terbebas dari permusuhan,
kebencian, dendam, dan segala perilaku yang menyusahkan orang lain. Nabi Muhammad
SAW mendefinisikan muslim ideal sebagai muslim yang mampu memberi kedamaian
bagi masyarakat dari perilaku dan komunikasinya. Nabi Muhammad SAW menempatkan
perdamaian pada posisi yang penting dalam Islam, seperti yang ditunjukkan oleh
persaudaraan kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah. Semangat persaudaran mereka
melahirkan kedamaian di hati umat Islam yang berimbas pada rasa perdamaian
dalam hubungan sosial, bahkan terhadap orang kafir sekalipun.
Kedamaian hidup, kebagian hidup manusia, sebenarnya dekat sekali
dengan dirinya bahkan sudah ada sejak dia dilahirkan. Tetapi, kenapa mereka
merasa tidak damai? Bahkan jauh dari kedamain? Yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut adalah Islam (agama Islam). Kenapa Islam? Karena inti daripada agama
Islam bahkan ajarannya adalah kedamaian dan kedamaian ini tidak dimiliki oleh
agama lain. Dengan demikian, jika manusia ingin mendapatkan kedamaian dalam
hatinya, kebahagian dalam hatinya semasa hidupnya baik di dunia dan di akhirat
maka berpegang teguhlah kepada agama Allah SWT yaitu Islam.