Dalam suasana gembira saat
ini, kita merayakan hari raya „Idul Adha, berkumpul di tempat ini melantunkan
takbir, tahmid dan tahlil sebagai ungkapan rasa syukur serta terima kasih kita
kehadirat Allah Swt, Kita agungkan asma Allah, Tuhan yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang.
Hari ini adalah hari Raya Haji atau hari Raya Qurban
yang penuh keistimewaan. Karena pada saat ini, jutaan umat Islam berasal dari
seluruh penjuru dunia sedang melaksanakan ibadah haji dengan mengumandangkan
takbir dan talbiyah silih berganti. Hari ini juga, kita mengenang sejarah
qurban yang diawali oleh dua hamba Allah yang sholeh melaksanakan perintah
Allah SWT, Nabi Ibrahim a.s. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengurbankan putra
kesayangannya. Ismail, a.s. lewat mimpi yang benar.
Tidak dapat kita bayangkan,
bagaimana kegembiraan hati orang tua yang telah lama mendambakan generasi
pengganti dirinya dari sekian tahun lamanya, dan bagaimana tingkat kecintaannya
terhadap putra tunggal, anak kandung sibiran tulang, cahaya mata, pelepas
rindu, tiba-tiba harus dijadikan qurban, merenggut nyawa anaknya oleh tangan
ayahnya sendiri. Namun, cintanya kepada Allah jauh lebih besar dan jauh lebih
di atas segala galanya daripada cintanaya kepada anak, isteri, harta benda dan
materi keduniaan lainnya.
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim
a.s, dalam dialognya seperti yang dilukiskan dalam bahasa yang sangat indah dan
menyejukkan di dalam al-Qur‟an surat Ash-Shafaat : 102 :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ
إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ
يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
١٠٢
Artinya: Maka tatkala anak itu
sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:
"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.
Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar"
Dalam suasana yang sangat
mengharukan itu, dan detik-detik yang amat menegangkan, saat Ismail sudah
dibaringkan untuk dilakukan penyembelihan seperti yang dikisahkan, bahwa
bukanlah Ismail yang tersembelih, melainkan atas kekuasaan dan kebesaranNya,
tiba-tiba Allah SWT mengganti dengan seekor kibas besar yang dibawa oleh
malaikat jibril.
Inilah dasar sejarah
disyariatkannya berqurban bagi ummat islam yang punya kemampuan untuk melaksanakan
qurban satu tahun sekali pada hari raya Idul Adha. Berqurban memiliki makna mulia jika hakikat berqurban
itu dapat kita pahami dengan baik. Berqurban bukanlah sekadar ritual tanpa
makna, atau teradisi tanpa arti. Berqurban, harus mampu menggugah perasaan
pelakunya untuk menghayati apa yang tersirat dan tersurat dari pelaksanaan
ritual tersebut.
Sebab itulah berqurban harus dilandasi atas pemahaman
yang benar tentang nilai-nilai kehidupan. Kita menyadari sepenuhnya bahwa
segala sesuatu yang ada di dunia ini: anak, isteri, harta, pangkat dan jabatan
semuanya datang dari Allah dan pasti akan kembali kepada Allah. Oleh sebab itu,
bagaimana pun bentuk perintah Allah harus dilaksanakan sebaik-baiknya tanpa
melihat untung dan rugi, enak tidak enak, mudah dan sulit, maupun berat dan
ringannya.
Di zaman modern dan canggih saat ini, oleh masyarakat
Indonesia dinamakan sebagai zaman reformasi, tampak jelas dan tidak
terbantahkan bahwa logika lingkungan cinta duniawi telah merebak dan mewabah
mencemari perilaku hidup dan kehidupan manusia, di mana manusia dipandang
sebagai obyek, bukan sebagai subyek.
Kadar dan nilai manusia ditentukan seberapa jauh nilai
materi yang dimilikinya. Tinggi rendahnya nilai kehormatan manusia tergantung
dari lebel-lebel keduniaan yang melekat pada diri manusia itu sendiri. Maka
wajarlah jika manusia zaman sekarang ini merasa asing bahkan bingung hidup di
atas bumi yang melahirkannya.
Oleh karena itu, penyembelihan hewan qurban yang
dimulai hari ini sepantasnya membuat kesadaran baru kepada kita untuk memahami
akan hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Allah, yang mulia. Sebab penyembelihan
qurban merupakan suatu tindakan penundukan dan penguasaan
kecenderungan-kecenderungan hewani dalam diri manusia itu sendiri yang dalam
bahasa agama disebut al-nafsu al-ammârah dan al-nafsu al-lawwamah,
yakni keinginan-keinginan rendah yang selalu mendorong atau menarik manusia ke
arah kekejian dan kejahatan.
Qurban disyariatkan guna mengingatkan manusia bahwa
jalan menuju kebahagiaan membutuhkan pengorbanan. Akan tetapi yang dikorbankan
bukan manusia, bukan pula kemanusiaan. Namun yang dikorbankan adalah binatang,
yang sempurna tanpa cacat, sebagai indikasi agar sifat-sifat kebinatangan dalam
diri harus dibuang jauh-jauh. Hikmat inilah yang diajarkan dalam berqurban,
seperti dalam firman Allah swt. QS. Al-Hajj 37 :
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا
وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ
Artinya: Daging dan darah binatang korban atau hadiah itu tidak
sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepadaNya ialah ketakwaan
diantara kamu.
Di samping itu, melalui perintah qurban, Islam mengajarkan
bagaimana membangkitkan kepekaan dan kepedulian sosial kita kepada sesama
saudara kita yang lain, yaitu membantu terbinanya persaudaraan yang hakiki,
cinta kasih dan tanggung jawab antara sesama umat, serta terwujudnya pemerataan
pendistribusian protein hewani untuk meningkatkan gizi masyarakat dalam rangka
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga dapat meningkatkan
pengabdian-nya kepada Allah dan sesamanya.