Menyusui adalah suatu proses yang terjadi secara alami. Jadi, jarang
sekali ada ibu yang gagal atau tidak mampu menyusui bayinya. Meskipun demikian,
menyusui juga perlu dipelajari, terutama oleh ibu yang baru pertama kali
memiliki anak agar tahu cara menyusui yang benar. Kendati prosesnya alami,
kemampuan ibu memberi ASI tidak datang tiba-tiba. Ada serangkaian proses yang
turut memberi andil dalam kelancaran pemberian ASI, mulai dari persiapan fisik
sampai batin calon ibu. Makin dini bayi disusui, maka kian cepat dan lancar
proses menyusui si kecil.
Kualitas dan kuantitas produksi ASI
juga perlu dijaga agar perkembangan fisik dan mental bayi bisa optimal. Caranya
antara lain dengan mengonsumsi makanan bergizi, terutama sayuran, minum cairan,
cukup beristirahat dan sering menyusui, serta memijat payudara. Jika jarang
disusukan, produksi ASI dikhawatirkan akan menurun. Untuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi baru
lahir mendapat ASI eksklusif (tanpa tambahan apa-apa) selama enam bulan. Sebab,
menurut Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia DKI Jakarta (IDAI Jaya) dr Badriul
Hegar SpA (K), ASI adalah nutrisi alamiah terbaik bagi bayi dengan kandungan
gizi paling sesuai untuk pertumbuhan optimal.
Tidak ada jadwal khusus yang bisa
diterapkan untuk pemberian ASI pada bayi. Jadi, ibu harus siap setiap saat bayi
membutuhkan ASI. Akibatnya, jika ibu diharuskan kembali bekerja penuh di luar
rumah sebelum bayi berusia enam bulan, pemberian ASI eksklusif ini tidak bisa berjalan
sebagaimana mestinya.
Di Indonesia, sesuai kebijakan pemerintah, sebagian besar perusahaan
menerapkan kebijakan pemberian cuti melahirkan hanya tiga bulan. Karena itu,
kendati kampanye nasional pemberian ASI eksklusif selama enam bulan
dicanangkan, kenyataannya hal itu sulit dilakukan bagi ibu yang bekerja di luar
rumah. Kondisi fisik dan mental yang lelah setelah bekerja sepanjang hari telah
menghambat kelancaran produksi ASI. Kendati demikian, hal itu tidak berarti
kesempatan ibu yang bekerja untuk memberi ASI eksklusif kepada bayinya hilang
sama sekali. Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif
bagi sang buah hati. Selain diberikan secara langsung, yakni dengan menyusui si
kecil, ASI juga dapat diberikan secara tidak langsung dengan cara memberikan ASI perah.
Asi Perah
Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara memerah, menyimpan dan
memberikan ASI perah ini sebaiknya dikuasai para ibu. Klinik Laktasi Rumah
Sakit St Carolus, Jakarta, menyarankan agar para ibu menyiapkan ASI perah
minimal dua hari sebelum mulai bekerja dan meninggalkan bayi. ASI sebaiknya
diperah setiap tiga jam karena produksi susu akan makin melimpah jika sering
dikeluarkan.
ASI pada dasarnya dapat diperah
melalui tiga cara, yakni menggunakan tangan, alat secara manual, atau memakai
alat pompa elektrik. Namun, bila dilihat dari sisi ekonomis dan kepraktisan,
memerah ASI dengan tangan lebih unggul dibandingkan dua cara yang lain dan bisa
melakukannya kapan saja tanpa bantuan alat kecuali wadah yang bersih untuk
menampung ASI.
Cara apa pun yang dipilih, faktor
kebersihan harus tetap diperhatikan. Sebelum memerah ASI,
cucilah tangan Anda dengan sabun dan air hingga bersih dan sediakan wadah
tertutup yang bersih dan steril untuk menampung ASI. Kemudian, perah sedikit
ASI lalu oleskan pada puting dan areola karena air susu ibu mengandung zat
antibakteri.
Pada masa-masa awal, ibu tidak perlu putus asa jika jumlah ASI yang
diperoleh tidak sebanyak yang diinginkan. Sebab, untuk menjadi terampil memerah
ASI memang butuh waktu dan latihan. Karena itu, ibu sebaiknya berlatih memerah
ASI sekitar satu minggu sebelum kembali bekerja. Selama di tempat kerja, ibu
dianjurkan memerah ASI sebanyak dua sampai tiga kali di tempat yang tenang.
Wadah untuk menampung ASI perah sebaiknya terbuat dari bahan yang
mudah disterilkan, misalnya botol atau cangkir tertutup rapat yang terbuat dari
plastik atau gelas, tahan dimasak dalam air mendidih, dan mempunyai mulut lebar
agar ASI yang diperah dapat ditampung dengan mudah. Bila ASI tidak langsung
diberikan, pastikan penyimpanannya aman dari kontaminasi dan berikan label
waktu pemerahan pada setiap wadah ASI perah.
Jika ASI perah akan diberikan kurang dari enam jam pada bayi, ASI
tersebut tidak perlu disimpan dalam lemari es. Dalam buku Kiat Sukses Menyusui,
ibu disarankan untuk tidak menyimpan ASI di suhu kamar lebih dari tiga atau
empat jam. ASI perah
tahan enam sampai delapan jam di ruangan bersuhu kamar, 24 jam dalam termos
berisi es batu, 48 jam dalam lemari es dan tiga bulan dalam freezer.
Sebelum diberikan kepada bayi, ASI
yang dibekukan dicairkan terlebih dulu dan diletakkan dalam ruangan dengan suhu
kamar. Kemudian, wadah berisi ASI itu direndam dalam air hangat sebelum
diberikan kepada bayi. ASI sebaiknya diberikan dengan cangkir atau sendok agar
bayi bisa mengisap ASI sedikit demi sedikit. Seusai diberi ASI, bayi dipegang
dalam posisi tegak agar sendawa.
Pemberian ASI perah dengan sendok atau cangkir sebaiknya diberikan
orang lain, bukan ibu bersangkutan. Ini untuk menjaga konsistensi sehingga bayi
tidak mengalami bingung puting. Selain itu, sisa susu yang tidak dihabiskan
bayi sebaiknya tidak disimpan atau dibekukan ulang agar bayi terhindar dari risiko
terserang diare. Selain penerapan manajemen, laktasi itu juga harus disertai
dukungan semua pihak agar upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan bisa
berhasil. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan menyusui, terutama
suami, dengan membantu tugas rumah tangga agar ibu yang menyusui tidak
kelelahan, dan bantuan tenaga yang menjamin keamanan si kecil ketika ditinggal
bekerja. Adanya "tempat kerja sayang ibu" yang mendukung proses
laktasi di tempat kerja juga mempermudah ibu bekerja memberi ASI eksklusif
selama enam bulan. Contohnya, dengan menyediakan ruang untuk menyusui atau
memerah ASI dan tempat penitipan bayi, memberi kesempatan ibu menyusui atau
memerah ASI setiap tiga jam.