A. Nama dan Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu
kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain: ilmu ushuluddin, ilmu
tauhid, fiqh Al-Akbar, dan teologi Islam. Disebut ilmu ushuluddin
karena ilmu ini membahas pokok-pokok agama; disebut ilmu tauhid karena
ilmu ini membahas keesaan Allah SWT.
Teologi
islam merupakan istilah lain dari ilmu kalam, yang diambil
dalam bahasa inggris, theology. Teologi adalah disiplin ilmu yang berbicara
tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan. Ada
juga yang mengatakan bahwa teologi adalah penjelasan mengenai keimanan,
perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional.
o Menurut Al-Farabi ilmu kalam adalah disiplin ilmu
yang membahas dzat sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai
yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang
berlandaskan doktrin islam.
o Sedangkan menurut Ibnu Khaldun ilmu kalam adalah
disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang aqidah imani yang
diperkuat dalil-dalil rasional.
B. Sumber-sumber Ilmu Kalam
Sumber-sumber
ilmu kalam adalah sebagai berikut :
a. Al-qur’an
b. Al-hadits
c. Pemikiran manusia (Qs. Muhammad : 24)
d. Insting
(manusia ingin bertuhan)
C. Sejarah Kemunculan Persoalan-Persoalan Kalam
Menurut
Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang
menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan
Mu’awiyah atas kehalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan antara Mu’awiyah dan
Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi Perang Siffin yang berakhir
dengan keputusan tahkim. Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin
Al-Ash, utusan dari pihak Mu’awiyah dalam tahkim, sungguhpun dalam
keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh para tentaranya.
Mereka
berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat ini tidak dapat diputuskan
melalui tahkim. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada
hukum-hukum yang ada dalam Al-qur’an. “La hukma Illa Lillah” (tidak ada
hukum selain dari hukum Allah) itulah yang menjadi semboyan mereka. Kemudian
mereka memandang Ali bin Abi Thalib berbuat salah sehingga mereka meninggalkan
barisannya.
Harun
lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah
persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir, dalam artian seiapa yang
telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawarij
sebagaimana telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam
peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa
Al-Asy’ari, adalah kafir berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat
44.
Persoalan
ini telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam Islam yaitu:
1) Aliran Khawarij, menegaskan bahwa
orang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari Islam, atau
tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2) Aliran Murji’ah, menegaskan
bashwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun
soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni
atau menghukumnya.
3) Aliran Mu’tazilah, yang tidak
menerima kedua pendapat di atas. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan
kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antar mukmin dan
kafir, yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah
manzilatain (posisi di antara dua posisi).
Dalam
Islam, timbul pula aliran teologi yang terkenal dengan nama Qodariyah dan
Jabariyah. Menurut Qodariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam
kehendak dan perbuatannya. Adapun Jabariyah,
berpendapat sebaliknya bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak
dan perbuatannya.