Di Blitar, aku resah, walau ragaku sudah lama
terpendam
Di sana, aku gelisah, walau puja-puji masih tersisa di
sini
Ndresulo rasanya, walau hatiku sudah lama jadi penggemuk
belatung, hilang
Tapi hati batinku masih ada, berkat doa anak cucuku
senusantara
Nduk, berkat doamu jua, peduliku ada,
setiap hari
Nduk, aku merasakan engkau teraniaya
Nduk, apa yang harus kuperbuat?
Nduk, saat ini aku hanya bisa menggeser
nisanku
Ya, hanya memberi isarat, engkaulah
yang harus meneruskan nduk
Meneruskan tekadku, meneruskan
doamu, meneruskan nusantara ini
8 ton telah kugeser. Agar engkau
peka
“Walau seberat apapun, perubahan
harus terus dilaksanakan”
Jangan hanya diam nduk, walau
rekayasa membara
Oia, para pemimpin nusantara penerusku, datanglah ke
Blitar
Jangan sampai aku mengeluarkan kata “sontoloyo” lagi
Jangan sampai Tuhan kita semua mengeluarkan kata “kun
fayakun” lagi
Ingat azab, para penerusku……jangan engkau mainkan lagi
makar busukmu
Kasihan rakyat, “duh aku sedih”, untung air mata
darahku telah lama sirna
Susah payahku, jerih payahku, tolong dihargai
Telah kumaafkan semuanya, ya semuanya
Walau peristirahatan Solo-Blitar berlipat kilo, kami
di sini telah bertemu, kami saling berpelukkan. Kami saling mengikhlaskan…….
Suwanto……, juru kunci makamku.
Tolong perlihatkan pada rakyatku, kijing telah kugeser sejauh 1 meter
Itu yang kusanggup, hanya tungkep,
hanya cungkup
Anak cucuku, sejahterahkah engkau di
sana?……….