1.
PLOTINUS ( 204-270 )
Plotinus adalah filosof pertama yang mengajukan teori
penciptaan alam semesta. Ia mengajukan teori emanasi yang terkenal itu. Teori
ini diikuti oleh banyak filosof Islam. Teori itu merupakan jawaban terhadap
pertanyaan Thales kira-kira delapan bad sebelumnya: apa bahan alam semesta ini.
Plotinus menjawab: bahannya Tuhan. Filsafat Plotinus kebanyakan bernapas
mistik, bahkan tujuan filsafat menurut pendapatnya adalah mencapai pemahaman
mistik. Permulaan abad pertengahan barangkali dapat dikatakan dimulai sejak
Plotinus. Karena pengaruh agama Kristen kelihatannya sangat besar; filsafatnya
berwatak spiritual. Secara umum ajaran plotinus di sebut Plotinisme atau
neoplatonisme. Jadi, ajaran plotinus tentulah berkaitan erat dengan
ajaran PLATO. Pengaruhya jelas sangat besar, pengaruh itu ada pada teologi
kristen, juga pada renaissance. Kosmologi Plotinus cukup tinggi,
terutama dalam kedalaman spekulasinya dan daya imajinasinya. Dan pandangan
mistis merupakan ciri filsafatnya. Ada beberapa point yang akan di bahas mengenai
Filsafat Plotinus ini :
a. Kehidupan Plotinus
Plotinus dilahirkan pada tahun 204 di Mesir, mungkin
di daerah Lycopolis. Pada tahun 232 ia pergi ke alexandria untuk belajar
filsafat, pada seorang guru bernama Animonius Saccas, selama 11 tahun. Pada
tahun 243 ia mengikuti Raja Gordianus III berperang melawan Persia, ia ingin
menggunakan kesempatan itu untuk mempelajari kebudayaan parsi dan india. Akan
tetapi, sebelum sempat mempelajarinya, raja Gordianus terbunuh pada tahun 244.
Plotinus dengan susah payah dapat melarikan diri ke Antakya ( Antioch ). Pada
umur 40 tahun, ia pergi ke Roma. Disana ia menjadi pemikir terkenal pada zaman
itu. Lalu tahun 270 ia meninggal di Munturnae, Campania, Italia.
b. Metafisika Plotinus
Dalam berbagai hal Plotinus memang bersandar pada
doktrin-doktrin Plato. Sama dengan Plato, ia menganut realitas idea,. Pada
Plato idea itu umum: artinya setiap jemis objek hanya ada satu idenya. Pada
Plotinus idea itu partikular, sama dengan dunia partikular. Perbedaan mereka
yang pokok ialah pada titik tekan ajaran mereka masing-masing.
Sistem metafisika Plotinus di tandai dengan konsep transendens.
Menurut pendapatnya dalam pikiran terdapat tiga realitas : The One, The Mind,
The Soul.
·
The One ( Yang Esa )
adalah Tuhan dalam pandangan philo(Avey: 49), yaitu suatu realitas yang tidak
mungkin dapat di pahani melalui metode sains dan logika. ia berada di luar
eksistensi, diluar segala nilai. Yang Esa itu adalah puncak semua yang ada; Ia
itu cahaya di atas cahaya. Kita tidak mungkin mengetahui esensinya; kita hanya
mengetahui bahwa ia itu pokok atau prinsip yang berada di belakang akal dan
jiwa. Ia adalah pencipta semua yang ada. Mereka merasa memiliki pengetahuan
keilahian juga tidak akan dapat merumuskan apa Ia itu sebenarnya (lihat Mayer:
323).
·
The Mind ( Nous ) (lihat
Runes: 215) adalah gambaran tentang Yang Esa dan di dalamnya mengandung
idea-idea Plato. Idea-idea itu merupakan bentuk asli objek-objek. Kandungan
Nouns adalah benar-benar kesatuan. Untuk menghayatinya kita harus melaui
perenungan.
·
The Soul ( psykhe )
merupakan arsitek dari semua fenomena yang ada di alam, soul itu mengandung
satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua
aspek, ia adalah energi di belakang dunia, dan pada waktu yang sama ia
adalah bentuk-bentuk alam semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua
aspek: yang pertama intelek yang tunduk pada reinkarnasi, dan yang kedua adalah irasional.
c. Tentang Ilmu
Idea keilmuan tidak begitu maju pada Plotinus; ia
menganggap sains lebih rendah dari metafisika, metafisika lebih rendah dari
pada keimanan. Surga lebih berarti dari pada bumi, sebab syurga itu tempat
peristirahatan jiwa yang mulia. Bintang-bintang adalah tempat tinggal
dewa-dewa. Ia juga mengakui adanya hantu-hantu yang bertempat diantara bumi dan
bintang-bintang. Semua ini memperlihatkan rendahnya mutu sains Plotinus.
Plotinus dapat dikatakan sebagai musush naturalisme.
Ia membedakan dengan tegas tubuh dan jiwa; jiwa bagi Plotinus tidak dapat
diterjemahkan ke dalam ukuran-ukuran badaniah; fakta alam harus dipahami sesuai
dengan tendensi spiritualnya.
d. Tentang Jiwa
Menurut Plotinus jiwa adalah kekuatan Ilahiah, jiwa
merupakan sumber kekuatan. Alam semesta berada didalam jiwa dunia. Jiwa tidak
dapat di bagi secara kuantitatif karena jiwa itu adalah sesuatu yang satu tanpa
dapat di bagi. Alam semesta ini merupakan unit-unit yang juga tidak dapat di
bagi. Jiwa setiap individu adalah satu, itu di ketahui dari kenyataan bahwa
jiwa itu ada di setiap tempat di badan. Bukan sebagian di sana dan sebagian
disini pada badan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa jiwa anda sama dengan jiwa
saya, berarti jiwa hanya satu, jiwa itu individual.
e.
Etika dan Estetika Plotinus
Etika Plotinus dimulai dengan pandangannya tentang politik.
Ia mengatakan bahwa seseorang adalah wajar memenuhi tugas-tugasnya sebagai
warga negara sekalipun ia tidak tertarik pada masalah politik.
Keindahan bagi Plotinus adalah memiliki arti spritual,
karena itu estetika dekat sekali dengan kehidupan moral. Esensi keindahan tidak
terletak pada harmoni dan simetri. Keindahan itu menyajikan keintiman dengan
Tuhan yang Maha Sempurna.
f. Bersatu Dengan Tuhan
Tujuan filsafat Plotinus ialah terciptanya kebersatuan
dengan Tuhan. Caranya ialah pertama-tama dengan mengenal alam melalui alat
indra, dengan ini kita mengenal keagungan Tuhan, kemudian kita menuju jiwa
dunia, setelah itu menuju jiwa ilahi. Jadi perenuangan itu dimulai dari
perenungan tentang alam menuju jiwa ilahi, objeknya dari yang jamak kemudian
kepada Yang Satu. Dalam perenungan terakhir itu terjadi keintiman, tidak
terpisah lagi antara yang merenung dengan yang
direnungkan (Mayer: 332).
g. Kedudukan Plotinus
Sebelum filsafat kuno mengakhiri zamannya, seorang
filosof membangun sebuah sistem yang disebut neo-Plotonisme. Jelas ia adalah
seorang metafisikawan yang besar. Orang itu adalah Plotinus. Nama ini sering
tertukar dengan nama Plato, yang ajarannya diperbaharuinnya dengan menggunakan
nama neo-Platonisme.
2.
AUGUSTINUS ( 354 – 430 )
a. Riwayat Hidup Augustinus
Augustinus lahir pada tanggal 13 november 354 di
Tagaska, Numidia (sekarang Algeria). Ayahnya Patricius adalah seorang pejabat
pada kekaisaran Romawi, yang tetap kafir sampai kematiannya pada tahun 370.
Ibunya Monica (Monnica), adalah penganut Kristen yang amat taat.
Pendidikan yang mula-mula diterimanya ialah dalam
bidang Gramatika dan Aritmatika. Tatkala berumur sebelas tahun, ia dikirim
kesekolah Madaurus, suatu tempat orang kafir (lingkungan kafir). Lingkungan itu
telah mempengaruhi perkembangan moral dan agamanya sementara ibunya selalu
mendo’akan agar anaknya menerima ajaran
Kristen.
Pada tahun 370, karena bantuan kawannya ( Romanius ),
ia pergi ke Kartago. Disana ia tinggal bersama guru wanita yang melahirkan anak
untuknya yang bernama Adeodatus pada tahun 371. Disana ia menjadi seorang manichean,
yaitu suatu ajaran agama yang mengajarkan bahwa Mani adalah Nabi yang terakhir.
Benar-banar yang di jadikan juru selamat yang di janjikan oleh yesus Kristus.
Pada tahun 373-374 ia mengajar di Tagaska, dan
sembilan tahun berikutnya ia mengajar di Kartago. Kemudian ia pindah ke Roma,
dan ia mendirikan sekolah retorika, dan ia meninggalkan ajaran Mani lalu
menjadi skeptis. Lalu setahun kemudian ia mendirikan sekolah di Milan.
Ada beberapa pengaruh yang di terimanya, diantaranya
ialah dari Saint Ambrose, temannya Simplicianus, dan Neo-Platonisme. Dan
semuanya itu mengiringnya untuk menerima gereja kristen. Tobatlah ia pada hari
Paskah ( 25 april 378 ) beserta anaknya ( adeodatus ) dibaptiskan. Segera
setelah itu ia dan keluarganya kembali ke Afrika. Dan di Ostia, pelabuhan Roma
ibunya meninggal dunia setalah terjadi pembicaraan indah dengannya.
Setelah Augustinus mengalami konversi, ia mengabdikan
seluruh hidupnya kepada Tuhan dan melayani pengikut-pengikutnya. Setelah
kembali ke Tagasta pada tahun 388, ia menjual seluruh harta warisannya dan
hasil penjualan itu di berikan semuanya kepada fakir miskin. Yang tertinggal
hanyalah sebuah rumah yang di ubahnya menjadi suatu tempat masyarakat biarawan.
Ia sebenarnya tidak berminat menjadi pendeta, tetapi pada tahun 391 ia di
tahbiskan menjadi pendeta karena didesak oleh hampir semua orang di tempat
tinggalnya didekat kota Hippo ( sekarang masuk wilayah Aljazair ).
Pada tahun 395-396 ia ditahbiskan lagi menjadi uskup
di Hippo. Dan di tahun terakhir kehidupannya adalah tahun peperangan bagi
Imperium Romawi. Di tengah penyerbuan Vandal yang mengepung Hippo pada tanggal
28 agustus 430, Augustinus meninggal dalam kesucian dan kemiskinan yang sudah
lama dijalaninya. Setelah penaklukan itu orang Vandal menghancurkan semua yang
di jumpai mereka kecuali Gereja dan perpustakaan Augustinus yang di biarkan
tanpa di ganggu.
b. Tentang Tuhan dan Manusia
Ajaran Augustinus dapat dikatakan berpusat pada dua pool,
Tuhan dan manusia. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran Augustinus
berpusat pada Tuhan. Kesimpulan ini di ambil karena ia mengatakan bahwa ia
hanya ingin mengenal Tuhan dan Roh, tidak lebih dari itu (Encylopedia
Americana: 2: 686).
Ia yakin benar bahwa pemikiran dapat mengenal
kebenaran, karena itu ia menolak skeptisisme. Ia mengatakan bahwa setiap
pengertian tentang kemungkinan pasti mengandung kesungguhan.
Ia sependapat dengan Plotinus yang mengatakn bahwa
Tuhan itu diatas segala jenis (catagories). Sifat Tuhan yang paling penting
ialah kekal, bijaksana, maha kuasa, tidak terbatas, maha tahu, maha sempurna
dan tidak dapat diubah. Tuhan itu kuno tetapi selalu baru, Tuhan adalah suatu
kebenaran yang abadi.
c. Teori Pengetahuan
Agustinus menolak teori kemungkinan. Kita, katanya,
tidak pernah dituntun oleh ukuran relatif. Tentang penolakannya terhadap teori
kemungkinan dari septisisme, inilah argumennya. Saya tahu bahwa saya tahu dan
mencinta. Bagaimana jika Anda bersalah? Saya bersalah, jadi saya ada. Kesalahan
saya membuktikan adanya saya. Jika saya tahu bahwa saya tidak bersalah, saya
pun tahu bahwa saya ada. Saya mencintai diri saya, baik tatkala saya bersalah
maupun tatkala saya tidak bersalah, kedua-duanya tidaklah palsu. Bila
kedua-duanya palsu, berarti saya mencintai objek yang palsu, jadi saya
mencintai objek yang tidak ada. Akan tetapi, karena saya benar-benar ada,
karena saya bersalah atau tidak bersalah, maka saya mencintai objek yang
benar-benar ada, yaitu saya. Tidak ada orang yang tidak ingin bahagia; semua
orang ingin bahagia, jadi tidak ada orang yang ingin tidak ada sebab bagaimana
mungkin seseorang memiliki kebahagiaan sementara ia tidak ada (lihat Mayer:
358).
Teori pengetahuan pada Agustinus adalah dapat
dikatakan teori pengetahuan yang memerlukan pencerahan ilahiah. Tuhan
mencurahkan caha-Nya pada jiwa manusia menyebabkan jiwa itu mampu menangkap
kebenaran terakhir, tetap, dan tidak berubah. Jadi, bagi Agustinus, dalam
mencari kebenaran, Tuhan adalah guru.
d. Teori tentang Jiwa
Agustinus menentang ajaran yang mengatakan bahwa jiwa
itu material. Menurut pendapatnya jiwa atau roh itu material. Agustinus
membuktikan imaterialnya jiwa dengan mengatakan bahwa jiwa itu di dalam badan,
ada di mana-mana dalam badan pada waktu yang sama. Bila jiwa itu material, ia
akan terikat pada tempat tertentu dalam badan. Hanya dengan mengatakan bahwa
jiwa itu imaterial kita dapat menjelaskan kegiatan jiwa di dalam badan (Mayer:
359).
Menurut Agustinus, jiwa tidak mempunyai bagian karena
ia imaterial. Akan tetapi, jiwa mempunyai tiga kegiatan pokok: pertama;
mengingat, kedua; mengerti, ketiga; mau. Oleh karena itu,
memiliki atau menggambarkan ketritunggalan alam (the cosmic trinity).
e. Peran Penting Augustinus
Augustinus di anggap telah meletakan dasar-dasar
pemikiran abad pertengahan, mengadaptasikan platonisme ke dalam idea-idea
kristen, memberikan formulasi sistematis tentang filsafat kristen. filsafat
Augustinus merupakan sumber atau asal usul reformasi yang dilakukan oleh
protestan, khususnya pada Luther, Zwingli dan Calvin. Kutukannya kepada seks,
pujiannya kepada kehidupan petapa, pandangannya tentang dosa asal, semuanya
merupakan faktor yang memeberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan Abad
pertengahan.
Paham teosentris Augustinus menghasilkan suatu
revolusi dalam pemikiran orang barat. Anggapanya yang meremehkan pengetahuan
duniawi, kebenciannya kepada teori-teori kealaman dan imannya kepada Tuhan
tetap merupakan bagian peradaban modern. Sejak zaman Augustinuslah orang barat lebih memiliki sifat
instropektif. Karena Augustinuslah diri dalam hubungannya dengan Tuhan menjadi
penting dalam filsafat.
3.
BOETHIUS
Boethius adalah philosof yang semasa dengan Augustinus
dan memiliki gaya yang hampir serupa. Bukunya yang berjudul The Consolation
of Philosophy, merupakan buku filsafat yang klasik. Selain buku itu ia juga
menulis karya-karya yang berpengaruh pada abad pertengahan. Ia dikatakan
sebagai penemu quadrium yang merupakan bidang studi poko pada abad pertangahan.
Ia dianggap sebagai filosof skolastik yang pertama, karena ia berpandapat bahwa
filsafat merupakan pendahulu kepada agama.
Abad Kegelapan
Sesudah boethius, eropa mulai mengalami depresi
besar-besaran. Menurunnya kebudayaan latin, tumbuhnya materialisme agama,
munculnya feodalisme, invasi besar-besaran, munculnya supranaturalisme baru,
semuanya merupakan faktor yang dapat menghasilkan kekosongan intelektual. Semua
para ilmuwan pada waktu itu lebih tertarik pada teologi daripada filsafat, dan
mereka mempertahankan dogma-dogma kristen.
Asal istilah abad kegelapan adalah penggunaan untuk
menunjukan periode pemikiran pada tahun 1000-an, yaitu antara masa jatuhnya
imperium Romawi dan Renaissance abad ke-15. Seorang tokoh yang terkenal
abad ini adalah St. Anselmus dialah yang mengeluarkan pernyataan credo ut
intelligam yang dapat dianggap sebagai ciri utama abad pertengahan.
Sekalipun pada umumnya filosof abad
pertengahan berpendapat seperti itu (mengenai hubungan akal dan iman),
Anselmulah yang diketahui mengeluarkan pernyataan itu.
4.
ANSELMUS ( 1033-1109 )
Anselmus,
Uskup Agung
Canterbury,
lahir di
Alpen,
Italia,
sekitar tahun
1033.
Ia menolak keinginan ayahnya agar ia meniti karier di bidang
politik
dan mengembara keliling
Eropa untuk beberapa tahun lamanya. Seperti anak-anak muda
lainnya yang cerdas dan bergejolak, ia bergabung ke biara. Di biara Bec,
Normandia,
di bawah asuhan seorang guru yang hebat,
Lanfranc, Anselmus memulai
karier yang patut dicatat.
a.
Kehidupan Anselmus
Anselmus dilahirkan di Aosta Piemont, Italia sekitar
tahun 1033. Ia adalah putera seorang bangsawan comberdia yang
ditandai dengan banyak gejolak dan pancaroba. Ayahnya bernama Gundulph
dan ibunya bernama Ermenberga. Seluruh kehidupannya di penuhi oleh kepatuhan kepada gereja. Pada tahun
1093 ia menjadi uskup agung Canterbury dan ikut ambil bagian dalam perselisihan
antara golongan pendeta dan orang-orang sekular. Dalam seluruh hidupnya ia
berusaha meningkatkan kondisi moral orang-orang suci. Dalam dirinya mengalir
arus mistisisme, dan iman merupakan masalah utama baginya. Ada tiga karyanya,
yaitu : Monologium (yang membicarakan kadaan Tuhan), Proslogium (yang membahas
tentang adanya dalil-dalil adanya Tuhan), dan Cur Deus Homo (Why God Became
Man) yang berisi ajaran tentang tobat dan petunjuk tentang cara penyelamatan
melalui Kristus.
b.
Pendapat Anselmus
Di dalam filsafat Anselmus kelihatan iman merupakan
tema sentral pemikirannya. Iman kepada Kristus adalah yang paling penting
sebelum yang lain. Dari sini dapatlah kita memahami pernyataannya, credo ut
intelligam (believe in order to understand/percayalah agar mengerti).
Ungkapan itu menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Iapun
mengatakan wahyu harus diterima dulu sebelum kita mulai berfikir. Kesimpulannya
akal hanyalah pembantu wahyu.
c.
Tentang Iman
Anselmus
adalah salah seorang "terpelajar", seorang ahli Kristen yang mencoba
memasukkan logika dalam pelayanan iman. Meskipun Anselmus mengetahui Alkitab
dengan baik, tetapi ia ingin menguji kekuatan logika manusia dalam upayanya
membuktikan doktrinnya. Namun selalu imanlah yang mendasari semua itu. Dalam
karyanya Proslogium, yang pada
awalnya berjudul Iman Mencari
Pengertian (Fides Quaerens Intellectum),
Anselmus
berpegang pada motto yang juga dipegang Agustinus, "Saya percaya agar
dapat mengerti." Yang ia maksudkan dengan pernyataan itu adalah bahwa
tanpa wahyu, tidak ada kebenaran karena itu mereka yang mencari kebenaran harus
beriman dahulu pada wahyu tersebut. Ia mengemukakan argumentasi ontologi
(informasi yang dapat mengarah ke penemuan sesuatu yang penting) untuk percaya
kepada Allah. Singkatnya, ia menyatakan bahwa rasio manusia membutuhkan ide
mengenai suatu Pribadi yang sempurna (Allah), oleh sebab itu Pribadi tersebut
harus ada. Ide ini telah menawan hati banyak filsuf dan teolog sepanjang masa.
d.
Pembuktian Adanya Tuhan
Anselmus
mencoba memberikan dua cara untuk membuktikan bahwa Allah/ Tuhan memang ada:
1.
Melihat Adanya Hal-hal yang Terbatas, yang mengandaikan adanya hal-hal yang tidak terbatas. Dengan begitu
ia hendak mengatakan bahwa, akal manusia hanya mampu untuk sampai kepada
pemahaman yang biasa-biasa saja, tidak sepenuhnya mendalam dan sungguh-sungguh
mendasar. ada banyak hal yang tidak mampu kita jelaskan begitu saja dengan
pengetahuan yang kita miliki, karena itu ia mendasarkan adanya hal-hal yang
tidak terbatas. Selain itu, Ia juga mengatakan adanya Yang baik secara relatif,
dengan ini mengandaikan adanya sesuatu yang baik secara mutlak. Menurut dia,
Seandainya tiada hal yang baik secara mutlak mustahil ada sesuatu yang baik
secara relatif. Demikian juga halnya dengan yang besar secara relatif
mengandaikan juga adanya hal-hal yang besar secara mutlak. Beradanya “yang ada”
secara relatif mengandaikan beradanya “ yang ada secara mutlak, yakni Allah.
2.
Penguraian. Menurut Anselmus, apa yang kita
sebut Allah memiliki suatu pengertian yang lebih besar dari segala sesuatu yang
bisa kita pikirkan. Apabila kita berbicara tentang Allah, yang kita maksudkan
ialah suatu pengertian yang lebih besar dari pada apa saja yang dapat kita
pikirkan. Dengan begitu pengertian “Allah” yang ada di dalam rumusan pemikiran
kita adalah lebih besar daripada apa saja yang ada di dalam pikiran. Apa yang
di dalam pikiran ada sebagai yang tertinggi atau yang lebih besar, tentu juga
berada di dalam kenyataan sebagai yang tertinggi dan yang terbesar
5.
THOMAS AQUINAS (1225-1274)
Hanya ada dua kekuatan yang menggerakkan gemuruhnya
dunia: agama dan filsafat. Aquinas membicarakan kedua-duanya, hakikat
masing-masing, serta hubungan kedua-duanya. Ketertarikan pemikirannya dengan
Agustinus yang hidup hampir seribu tahun sebelumnya cukup jelas: Agustinus juga
membicarakan agama dan filsafat, hakikat serta hubungan kedua-duanya.
a.
Kehidupan Thomas Aquinas
Ia lahir dari keluarga bangasawan, pada tahun 1225
Roccasecca, italia. Pada masa mudanya dia hidup besama pamannya yang menjadi
pimpinan ordo do Monte Casino. Ia berda disana pada tahun 1230-1239. Pada tahun
1239-1244 ia belajar di Universitas Napoli, tahun 1245-1248 di Universitas
Paris di bawah bimbingan Albertus Magnus (St. Albert The Great). Sampai tahun
1252 ia dan Albertus tetap berada di cologne. Tahun 1256 ia di beri ijazah
(licentia Docendi) dalam bidang teologi, dan ia mengajar disana sampai tahun
1259. Tahun 1269-1272 ia kembali ke Universitas Paris untuk menyusun tantangan
kepada ibn Rusyd. Sejak tahun 1272 ia mulai mengajar di Universitas Napoli. Ia
meninggal pada tahun 1274 di Lyons. Dan karyanya yang paling penting ialah Suma
Contra Gentiles (1258-1264) dan Suma Theologica (1266-1273) (lihat
Avey: 99).
b.
Pemikiran Aquinas tentang teologi
Berdasarkan filsafatnya pada kepastian adanya Tuhan.
Aquinas mengatahui banyak ahli teologi percaya pada adanya Tuhan hanya
berdasarkan pendapat umum. Menurut Aquinas, eksestensi Tuhan dapat diketahui
dengan akal. Untuk membuktikan. Ia mengajukan lima dalil (argumen) untuk
membuktikan bahwa eksistensi Tuhan dapat diketahui dengan akal, seperti sebagai
berikut ini :
1.
Argumen Gerak
Diangkat dari sifat alam yang selalu bergerak. Setiap
yang bergerak pasti di gerakan oleh yang lain, sebab tidak mungkin suatu perubahan
dari potensialitas ke aktualitas bergerak tanpa ada penyebabnya, dari sini
dapat dibuktikan bahwa Tuhan itu ada.
2.
Sebab yang Mencukupi (efficient cause)
Sebab pasti menghasilkan musabab, tidak ada
sesuatu yang mempunyai sebab pada
dirinya sendiri sebab. Itu berarti membuang sebab sama dengan membuang musabab,
olehkarena itu dapat disimpulkan bahwa Tuhanlah yang menjadi penyebab dari
semua musabab.
3.
Kemunginan dan Keharusan
(possibility and necessity)
Kita menyaksikan di dalam alam ini segala sesuatu
bersifat mungkin ada dan mungkin tidak ada. Adanya alam ini bersifat mungkin.
Kesimpulan itu kita ambil karena
kenyataannya isi alam ini dimulai tidak ada, lalu muncul, lantas berkembang,
akhirnya rusak atau menghilang. Kenyataan itu, yaitu alam berkembang menuju
hilang, membawa kita kepada konsekuensi bahwa alam ini tidak mungkin selalu ada
karena ada dan tidak ada tidak mungkin menjadi sifat sesuatu sekaligus dalam
waktu yang sama. Bila sesuatu tidak mungkin ada, ia tidak akan ada. Nah,
semestinya sekarang ini tidak ada sesuatu. Ini berlawanan kenyataannya.
Kalau demikian, harus ada Sesuatu Yang ada sebab tidak
mungkin muncul yang ada bila ada Pertama itu tidak ada. Sebab, bila pada suatu
waktu tidak ada sesuatu, maka tidak mungkin muncul sesuatu yang lain. Jadi, Ada
Pertama itu harus ada karena adanya alam dan isinya ini. Akan tetapi,
Ada Pertama itu, Ada yang harus ada itu, dari mana? Terjadi lagi rangkaian
penyebab. Kita harus berhenti pada Penyebab yang harus ada; itulah
Tuhan.
4.
Memperhatikan Tingkatan yang Terdapat
pada Alam
Isi alam ini masing-masing berkelebihan dan
berkekurangan, misalnya ada yang indah, lebih indah dan terindah. Dengan
demikian sebab tertinggi menjadi sebab tingkatan di bawahnya. Maha sempurna,
Maha Benar adalah Tuhan sebagai tingkatan tertinggi.
5.
Keteraturan Alam
Kita saksikan isi alam dari jenis yang tidak
berakal bergerak atau bertindak menuju
tujuan tertentu,dan pada umumnya berhasil menuju tujuan itu, sedangkan ia tidak
mempunyai pengetahuan tentang tujuan itu. Dari situ kita mengetahui bahwa
benda-benda itu diatur oleh sesuatu yang berakal dan berpengetahuan dalam
bertindak mencapai tujuannya, itulah Tuhan.
c.
Tentang Jiwa
Pandangan Aquinas tentang jiwa amat sederhana. Katanya,
jiwa dan raga mempunyai hubungan yang pasti: raga menghadirkan matter
dan jiwa menghadirkan form yaitu prinsip-prinsp hisup yang aktual.
Kesatuan antara jiwa dan raga bukanlah terjadi secara kebetulan. Kesatuan itu
diperlukan untuk terwujudnya kesempurnaan manusia. Yang dimaksud jia oleh
Aquinas ialah kapasitas intelektual dan kegiatan vital kejiwaan lainnya. Oleh
karena itu Aquinas mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal.
d.
Etika Aquinas
Menurut Aquinas etika adalah:
·
Dasar kebaikan adalah kemurahan hati (charty) yang menurut Aquinas lebih
dari kedermawanan atau belas kasihan.
·
Kehidupan petapa (ascetic) memainkan peranan yang kuat didalam etikanya.
Oleh karena itu ia setuju dengan pendapat St. Augustinus yang mengajarkan bahwa
kehidupan membujang (celebacy) lebih baik dari pada kawin.
·
Mengenai kebebasan kemauan (free will) ia menyatakan bahwa manusia berada
dalam kedudukan yang berbeda dari Tuhan. Tuhan selalu benar, sedangkan manusia
kadang-kadang salah.
e.
Teori Pengetahuan
Bagi Aqinas, semua objek yang tidak dapat diindera
tidak akan dapat diketahui secara pasti oleh akal. Oleh karena itu, kebenaran
ajaran Tuhan tidak mungkin dapat diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran
ajaran Tuhan diterima dengan iman. Sesuatu yang tidak dapat diteliti dengan
akal adalah objek iman. Pengetahuan yang diterima atas landasan iman tidaklah
lebih rendah daripada pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Paling tidak,
kebenaran yang diperoleh dengan akal tidak akan bertentangan dengan ajaran
wahyu (Randal: 236-276).
Berdasarkan uraian itu dapat diketahui dua jalur
pengetahuan dalam filsafat Aquinas. Jalur itu ialah jalur akal yang dimulai
dari manusia dan berakhir pada Tuhan, dan yang kedua ialah jalur iman yang
dimulai dari Tuhan (wahyu), didukung oleh akal.
f.
Teori politi Aquinas
Menurut Aquinas hukuman itu ada empat :
·
Hukman abadi yaitu suatu rencana (blue print) yang menatur penciptaan dan
pengaturaan alam semesta. Esensi hukum ini tidak dapat dipahami oleh manusia.
·
Hukum alam yaitu hukum yang menyebabkan semua makhluk mendapatkan
kesempurnaanya, mencari kebaikan dan menghindari kejahatan. Juga menyediakan
kehidupan bagi manusia dengan segala haknya seperti hak untuk berketurunan dan
hak untuk hidup didalam masyarakat.
·
Hukum Tuhan yaitu hukum Kristen yang mempunyai kedudukan hukum yang
istimewa. Hukum ini dikenal melalui wahyu Tuhan yang diberikan karena
kemurahan-Nya.
·
Hukum manusia dibagi menjadi jus gentium dan jus civile. Di
dalam hukum manusia terdapat hukum alam dalam kasus-kasus tertentu. Misalnya,
menurut hukum alam membunuh adalah salah, tapi terserah pada hukum manusia
untuk menjatuhkan hukuman apa yang sesuai untuk pelanggar.
g.
Tentang gereja
Di dalam filsafat gereja, Aquinas mengatakan bahwa
manusia tidak akan selamat tanpa pelantara gereja. Sakramen-sakramen gereja itu
perlu, sakramen itu mempunyai dua tujuan yaitu : Pertama,
menyempurnakan manusia dalam penyembahan kepada Tuhan. Kedua,
menjaga manusia dari dosa. Aquinas juga mengatakan bahwa Baptis mengatur
permulaan hidup, penyesalan (confirmation) untuk keperluan pertumbuhan manusia
dan sakramen maha kudus (eucharist) untuk menguatkan jiwa.
Sumber
Bacaan
·
Tafsir, Ahmad –Filsafat
Umum (Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capr), Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1990.