Agama Islam adalah agama
fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena
itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama
fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan
di atas fithrahnya.
Perkawinan adalah fitrah
kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah
merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah
ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari
jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Qs: Ar-Ruum: 30).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan
ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai
satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi,
dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap
ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding
dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Telah
bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya: “Barangsiapa
menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi". (HR: Thabrani dan Hakim).
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang
yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami
membujang dengan larangan yang keras". Dan beliau bersabda yang
artinya: “Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku
akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari
kiamat". (HR: Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu ketika tiga
orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing
ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan
puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan
menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya. Ketika
hal itu didengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau keluar seraya
bersabda: “Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi
Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan
tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga
mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia
tidak termasuk golonganku". (HR: Bukhari dan Muslim).
Orang yang membujang
pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa
nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi
keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun
ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus
menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu
kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi orang yang enggan
menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong
orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling
tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun
spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem ke-rahiban
karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap
itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta'ala yang telah ditetapkan bagi
makhluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap
orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia
berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang
dikaruniakan Allah.