1. Suami
tidak menunaikan kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya terhadap istri, yang
dikarenakan faktor jahil (tidak mengerti), lalai, atau karena sengaja menentang
syari'at Allah.
Selayaknya, seorang suami belajar untuk
mengetahui tentang hak-hak istrinya. Tidak menganggap hal ini sepele, dan
hendaklah dia takut kepada Allah dalam mempergauli istrinya. Dengan demikian,
diharapkan bahtera rumah tangga yang mereka arungi bersama akan tetap langgeng
di bawah naungan syari'at Islam yang mulia.
Diantara hak-hak istri terhadap
suaminya, yaitu agar suami memperlakukan istri dengan baik, merimberinya
nafkah, menghormatinya, berlemah lembut, memaklumi kekurangan istrinya, dan
berhias di hadapannya. lbnu Abbas berkata, "Aku sangat senang dan berupaya
untuk berhias di hadapan istriku, sebagaimana aku pun senang jika dia berdandan
untuk diriku, karena Allah berfirman: “Bagi mereka (para istri) terdapat
hak-hak yang wajib ditunaikan (terhadap suami mereka), sebagaimana mereka
memiliki hak-hak yang wajib ditunaikan suami”. (Qs. Al-Baqarah: 228).
2. Tidak
mematuhi wasiat Rasulullah, (yaitu) agar menikahi wanita yang taat agama,
Sebagaimana dalam sabdanya: “Wanita dinikahi karena empat perkara, karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya, maupun agamanya; maka carilah yang taat
beragama”.
Ketika salah seorang dari pasangan tersebut taat beragama, sementara yang
lainnya tidak taat, pasti akan terjadi berbagai macam prahara antara keduanya.
Seorang yang taat beragama akan berbuat hal-hal yang diridhai Allah, sedangkan
pasangannya yang tidak taat, pasti akan menurutkan hawa nafsunya.
Seyogyanya, seorang pria yang akan
meminang wanita agar mengindahkan pesan Rasulullah di atas, untuk mencari
pasangan yang taat beragama walaupun harus menunggu lama hingga mendapatkan
wanita tersebut. Dengan menikahi wanita yang taat beragama, niscaya suami akan
dapat mengarungi bahtera rumah tangga dengan penuh bahagia, dengan izin Allah
tentunya.
Seorang suami memiliki tanggung jawab yang
besar untuk mendakwahi istrinya dan menasihatinya dengan penuh kesabaran,
bijaksana dan lemah lembut. Allah berfirman: “Dan perintahkan keluargamu
untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah atasnya”. (QS Thaha: 132). Allah
juga berfirman: “Dan serulah manusia ke jalan Rabb-mu dengan hikmah dan
nasihat yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang paling baik”. (Qs. An-
Nahl : 125). Dengan demikian, diharapkan istri akan dapat menjadi lebih
baik dengan izin Allah.
3. Kondisi
rumah tangga yang jauh dari suasana religius serta taat kepada Allah, apalagi
jika di dalam rumah itu terdapat berbagai macam sarana yang merusak, seperti:
siaran televisi, majalah-majalah ataupun video yang meruntuhkan sendi-sendi
moral. Selayaknya, dalam rumah seorang mukmin selalu dibaca Al-Qur'an, khususnya
surat Al Baqarah yang memiliki keutamaan. Sabda Nabi Muhammad: “Janganlah
kalian menjadikan rumah kalian seperti kuburan; sesungguhnya syetan-syetan akan
berlari menjauh dari rumahrumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah”.
Dengan demikian jelaslah, bahwa rumah
yang tidak pernah dibacakan Al-Qur'an, bahkan justru dipenuhi dengan
sarana-saranan maksiat yang mengundang murka Allah, (maka rumah itu) akan
digandrungi syetansyetan. Akhirnya, ketenangan dan ketenteraman pun sirna, yang
berakibat hancur luluh nya mahligai rumah tangga yang telah dibina.
Seyogyanya, pasangan suami-istri
berupaya menjaga rumah, mereka agar tidak dimasuki syetan-syetan, sebagaimana
mereka menjaganya agar tidak dimasuki pencuri. Keduanya harus menyibukkan diri
dengan hal-hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya, daripada sibuk
bergelimang maksiat yang dapat membinasakannya. Hiasilah rumah dengan
dzikrullah, ataupun siaran tilawah Al- Qur'an. Itulah sebaik-baik teman di
rumah. Allah berfirman: “Ingatlah dengan dzikir kepada Allah, hati menjadi
tenteram”. (Qs. Ar-Ra'du:28).
Seorang mukmin yang berakal jangan
terkecoh, jika melihat rumah tangga yang penuh bergelimang kemaksiatan dan
kemungkaran, namun seolaholah kedua pasangan suami-istri (tersebut) hidup
dengan rukun dan damai tanpa ada perselisihan.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan Ibnu
Mas'ud, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah ta'ala memberikan nikmat
dunia kepada orang-orang yang dicintainya maupun yang dibencinya; tetapi Dia
tidak akan memberikan nikmat beragama, kecuali kepada orang-orang yang
dicintaiNya semata”.
Allah sengaja memberi tangguh kepada
para pelaku kemaksiatan, sebagaimana dalam firman-Nya: “Janganlah tertipu
dengan perbuatan orang-orang kafir di muka bumi. Sesungguhnya itu hanyalah
kenikmatan sesaat, kemudian mereka akan dimasukkan ke neraka Jahannam. Itulah
seburuk-buruk tempat”. (Qs. Al-Imran:
196-197).
Sebagaimana dalam firman-Nya juga
disebutkan bahwa: “Dan orang-orang yang mendustakan ayat Kami, akan Kami
beri tangguh mereka, tanpa mereka ketahui. Kemudian akan Aku berikan mereka
tempo waktu. Sesungguhnya, tipu daya-Ku sangat kuat”. (Qs. Al-Araf: 182-183). Ditegaskan pula dalam
sabda Rasulullah: “Sesungguhnya, Allah sengaja menangguhkan (hukuman) terhadap
seorang yang zhalim, ketika sampai masanya, maka Allah akan menghukumnya dengan
tanpa memberi peluang lagi”.
Orang yang mau memperhatikan rumah-rumah
yang di dalamnya penuh kemaksiatan, akan mendapati, bahwa tidak selamanya
mereka hidup dengan damai. Pasti banyak diantara mereka yang,hidup dalam kegoncangan
dan kegelisahan. Firman Allah Ta'ala: “Barangsiapa yang menginginkan dunia,
maka akan kami berikan kepada siapa-siapa yang kami kehendaki”. (Qs. Al-Isra: 18). Jelaslah, bahwa tidak semua
orang yang menginginkan kesenangan dunia akan mendapatkannya.
4. Suami
yang tidak penyabar. Mungkin, faktor ini terjadi karena kelalaiannya, ataupun
ketidaktahuannya tentang watak dasar dan tabiat wanita yang Allah ciptakan.
Wanita diciptakan dari tulang rusuk yang
bengkok, sebagaimana sabda Rasulullah: “Berbuat baiklah kalian dalam
mempergauli wanita. Sesungguhnya, mereka tercipta dari tulang rusuk. Dan
sesungguhnya, tulang rusuk yang paling bengkok ialah yang paling di atas. Jika
engkau berusaha untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkan nya. Jika
engkau biarkan, maka dia akan tetap bengkok. Maka, berbuat baiklah kalian
kepada mereka”.
Dalam riwayat lain dikatakan pula dalam sabdanya: “ Sesungguhnya, wanita
tercipta dari tulang rusuk yang bengkok, dan dia tidak akan mungkin dapat tetap
istiqomah dengan satu kondisi. Jika engkau bersenang-senang dengannya, maka
engkau akan dapati itu padanya, namun dia tetap akan bengkok. Jika engkau
berusaha untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya, mematahkannya berarti
engkau menceraikannya”.
Hendaklah suami menyadari tabiat dasar
dan fitrah wanita, agar dapat menyikapinya dengan bijak dan sabar, karena ini
adalah kodrat semua wanita. Dengan demikian, suami dapat memaklumi
kekeliruan-kekeliruan yang mereka perbuat dan tidak perlu diambil hati. Hasan
Basri berkata, "Seorang lelaki mulia tidak akan terlampau
memperhitungkan segala kekeliruan istrinya”.
5. Kemarahan
yang meluap banyak menjadi penyebab suami terlampau cepat menjatuhkan thalak.
Bahkan, sebagaian suami ada yang
memiliki tabiat jelek, (yaitu) selalu mengancam akan menceraikan istri, jika
melanggar apa yang dibencinya, walaupun hanya sepele. Seharusnya suami dapat
menahan gejolak kemarahan, dan berupaya untuk diam. Jangan sampai suami
berbicara semaunya, hingga tanpa sadar mengeluarkan kata-kata
"thalak". Rasulullah bersabda: “Bukanlah orang kuat itu yang dapat
menjatuhkan lawan dalam berkelahi, (tetapi) orang yang kuat ialah orang yang
dapat meredam gejolak marah, ketika dia akan marah”.
Dalam suatu riwayat dikatakan pula dalam
sabda beliau: “Pernah seseorang datang menghadap Nabi sambil berkata:
"Berilah aku nasihat," Rasulullah bersabda: "Janganlah engkau
marah," dia kembali bertanya dan Nabi masih terus mengulangi,
"Janganlah engkau marah”.
Musnad Imam Ahmad, 1/387; Al
Mustadrak, 1/33. Dishahihkan Al Hakim dan disepakati oleh Adz Dzahabi. Hadits
ini adalah mauquf (sampai kepada sahabat -red. vbaitullah) dari Ibn
Mas'ud. Lihatiah komentar muhaqqiq Al Musnad (Syaikh Al Arna'uth) 6/189-191.
Shahih
Bukhari, hadits no. 5186 dan Shahih Muslim, hadits no. 1468.
Shahih
Bukhari, hadits no. 611 dan Shahih Muslim, hadits no. 2609.