Memang
merupakan hak setiap orang untuk memilih antara Kristen Paulus dan James sang
siddiq serta para pemuka Kristen lainnya pada masa awal yang merupakan
murid-murid langsung Yesus Kristus. Namun, di sini kami ingin menekankan bahwa
golongan utama Kristen berlanjut mengalami perkembangan di sepanjang
garis-garis Tauhid/Keesaan dan tetap menjauhkan diri dari perubahanperubahan
baru yang melahirkan dogma-dogma Kristen yang bertele-tele dan kacau seperti
rangkaian tuhan di mana Yesus sebagai Anak Tuhan, Trinitas, Dosa Warisan,
Penebusan Dosa, hidupnya Yesus kembali secara jasmani, dan sebagainya.
Pandangan-pandangan para pemuka Gereja masa awal–yang di antaranya paling
menonjol adalah James sang siddiq–sederhana dan jujur serta tidak memiliki
pertentangan atau paradoks internal yang bersembunyi di balik kepulan asap
misteri. Suatu penelaahan terhadap sejarah Tauhid dalam ajaran Kristen
menampilkan fakta yang tak terbantahkan bahwa Keesaan Tuhan, yang tidak
dicemari oleh slogan Trinitas, tetap merupakan doktrin resmi Gereja Kristus
sejati dalam kemurniannya yang asli.
Harap
diingat bahwa risalah ringkas ini bukanlah suatu upaya untuk memindahkan
orang-orang Kristen kepada keimanan lain manapun di luar ajaran Kristus. Ini
merupakan suatu upaya murni untuk mengajak orang-orang Kristen kembali kepada
keimanan dan kebiasaan (sunnah) murni Yesus yang tidak tercemar. Ini merupakan
upaya tulus untuk mengembalikan kisah dongeng kepada kisah nyata ajaran Kristen
– yaitu kisah-kisah nyata yang sudah tentu sangat indah sebab sangat realistik
dan memuaskan akal serta kalbu sekaligus.
Selama
hampir dua ribu tahun, bukanlah legenda-legenda yang dirakit di sekeliling
realitas Yesus Kristus yang telah membuat Kristen menyatu dan menolongnya tetap
bertahan hidup dari tantangan-tantangan logika/akal dan tetap mengalami
pencerahan di hadapan kemajuan sains, dan tidak pula kebertahanannya itu
disebabkan oleh kepercayaan mistik Trinitas. Yang telah membuat kebenaran serta
hakikat Kristen tetap utuh adalah keindahan pribadi dan ajaranajaran Yesus
Kristus. Yakni, amal-perbuatan mulianya, bukan sosok tuhan pada diri Yesus,
yang sangat indah untuk dianut. Adalah penderitaan, ketabahan dan keteguhan
demi tujuantujuan mulia dan penolakan beliau yang tegas terhadap segenap upaya
aniaya untuk membuat beliau merubah ajaran-ajaran beliau itulah yang merupakan
tulang punggung sejati agama Kristen. Hal itu masih tetap indah dan sangat
patut dicintai seperti sediakala hingga saat ini. Hal itu telah memberikan
pengaruh besar pada pemikiran-pemikiran dan kalbu-kalbu orang Kristen sehingga
mereka tetap terpaut pada Yesus, dan memilih untuk menutup mata mereka terhadap
ketimpangan-ketimpangan logika daripada memutuskan hubungan dari beliau.
Keagungan
beliau yang sebenarnya terletak pada fakta bahwa beliau telah berhasil
mengatasi dan telah menaklukkan kekuatan-kekuatan gelap yang bersekongkol untuk
mengalahkan beliau meskipun beliau seorang manusia lemah dan tidak lebih dari
seorang manusia. Kemenangan Yesus itu adalah sesuatu yang (layak) dinikmati bersama
dengan penuh kebanggaan oleh anak keturunan Adam. Sebagaimana kami memandang
hal itu dari sudut pandang Muslim, beliau adalah seorang anak keturunan Adam
yang sangat mulia. Beliau telah mengajarkan peri kemanusiaan melalui suri
tauladan beliau yang teguh dalam menghadapi penderitaan dan keperihan yang
sangat berat. Tidak untuk takluk, melainkan untuk tetap teguh dalam cobaan
beratlah yang merupakan keberhasilan Yesus yang paling mulia. Hidupnya yang
penuh penderitaan dan keperihan itulah yang telah menyelamatkan umat manusia
dan membuat beliau berhasil menaklukkan kematian. Jika beliau secara suka-rela
telah menerima kematian, hal itu sama saja seperti suatu upaya untuk melarikan
diri dari penderitaan beliau.
Bagaimana
mungkin orang dapat menganggap hal itu sebagai suatu sikap berani? Bahkan sikap
orang-orang yang melakukan bunuh diri, di bawah tekanan yang sangat besar,
dianggap sebagai suatu perbuatan pengecut semata. Menghadapi penderitaan dalam
hidup adalah jauh lebih baik dari menghindari penderitaan melalui kematian.
Oleh karena itu, konsep pengorbanan tertinggi Yesus dengan cara menerima
kematian demi umat manusia, adalah suatu ungkapan perasaan dangkal yang tidak
memiliki dasar.