Dalam ilmu antropologi, kebudayaan adalah
bentuk ungkapan tentang semangat yang mendalam dari suatu masyarakat. Sedangkan
manifestasi-manifestasi dari kemajuan mekanis dari teknologi hal demikian lebih
berkaitan dengan konsepsi peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak
direfleksikan dalam seni, sastra, agama dan moral, maka peradaban terefleksi
dalam politik, ekonomi dan teknologi. Kebudayaan
mempunyai tiga wujud: Pertama, Wujud
ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek individu, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Kedua, Wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Ketiga, Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya.
Para pakar sepakat bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, karsa
dan cipta masyarakat. Karya masyarakat akan menghasilkan tekhnologi dan
kebudayaan kebendaan yang diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya,
agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat. Karsa merupakan daya penggerak (Drive) untuk
memotivasi manusia dalam memikirkan segala sesuatu yang ada dihadapan dan
lingkungannya. Disamping itu Karsa masyarakat dapat merlahirkan norma dan
nilai-nilai yang sangat perlu untuk tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan.
Untuk menghadapi kekuatan-kekuatan buruk, manusia terpaksa melindungi diri
dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang pada hakekatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang cara
bertindak dan berlaku dalam pergaulan hidup.
Kebudayaan pada setiap bangsa atau masyarakat terdiri
atas unsur-unsur besar dan unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari satu
keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Selo Soemarjan dan Soelaiman
unsur-unsur kebudayaan meliputi: alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga
dan kekuasaan politik. Sedang unsur-unsur kebudayaan menurut C.Kluckhon
---sebagaimana dikutip oleh Koentjaraningrat adalah:
·
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, rumah,
alat-alat transportasi) .
·
Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi .
·
Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi, politik, hukum) .
·
Bahasa (lisan dan tulisan).
·
Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak).
·
Sistem pengetahuan.
·
Religi (sistem kepercayaan).
Effat al-Sharqawi
mengatakan bahwa kebudayaan adalah bentuk ungkapan semangat mendalam dari
sebuah nilai yang terdapat dan mendarah daging pada suatu masyarakat. Sedangkan
manifestasimanifestasi kemajuan mekanis dan tekhnologi lebih berkait dengan
peradaban. Selanjutnya Sharqowi berpendapat bahwa kebudayaan adalah apa yang
kita rindukan (ideal), sedangkan peradaban adalah apa yang kita
pergunakan (real). Dengan kata lain, kebudayaan terefleksi dalam seni,
sastra, religi dan moral. Sedangkan peradaban terefleksi dalam politik,
ekonomi, dan tekhnologi.
Dalam kajian anthropologi, kita mengenal pengertian kebudayaan secara
khusus dan secara umum. Menurut pengertian khusus, kebudayaan adalah produk
manusia di bidang kesenian dan adat istiadat yang unik. Sedangkan kebudayaan
dalam pengertian umum adalah produk semua aspek kehidupan manusia yang
meliputi: sosial, ekonomi, politik, pengetahuan filosofi, seni dan agama.
Taylor seorang ilmuwan Inggris, merumuskan kebudayaan sebagai keseluruhan
yang kompleks yang meliputi pengetahuan, dogma seni, nilai-nilai moral, hukum,
tradisi, sosial, dan semua produk manusia dalam kedudukannya sebagai
anggota-anggota masyarakat, termasuk dalam realitas ini adalah agama.
Adapun yang dimaksud dengan Kebudayaan Islam adalah cara berpikir dan
merasa Islam yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan
manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan suatu waktu inilah
pemahaman integralistik, menempatkan Islam sebagai sumber nilai dan motivasi
bagi tumbuhnya kebudayaan Islam. Dengan demikian yang dimaksud Sejarah
Kebudayaan Islam adalah gambaran produk aktivitas kehidupan ummat Islam pada
masa lampau yang bersumberkan pada nilai–nilai Islam. Hanya saja dalam berbagai
risalah teks-teks literatur yang ada seringkali penulisnya memberi narasinya dari
segi politik. Ini diasumsikan bahwa secara konseptual, dari sisi politik inilah
sumber kebudayaan Islam berputar.