1. Kegiatan Mengajar dan Mengelola Kelas
Kegiatan guru di dalam kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar
dan mengelola kelas. Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung
menggiatkan siswa mencapai tujuan-tujuan seperti menelaah kebutuhan-kebutuhan
siswa, menyusun rencana pembelajaran, menyajikan bahan pelajaran kepada siswa,
mengajukan pertanyaan kepada siswa, menili kemajuan siswa adalah contoh-contoh
kegiatan mengajar.
Kegiatan mengelola kelas bermaksud menciptakan
dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar kegiatan mengajar itu dapat
berlangsung secara efektif dan efisien. Memberi ganjaran dengan segera,
mengembangkan hubungan yang baik antara guru dan siswa, mengembangkan aturan
permainan dalam kegiatan kelompok adalah contoh-contoh kegiatan mengelola
kelas. Dalam kenyataan sehari-hari kedua jenis kegiatan itu menyatu dalam
kegiatan atau tingkah laku guru sehingga sukar dibedakan. Namun demikian,
pembedaan seperti itu amat perlu, terutama apabila kita ingin menanggulangi
secara tepat permasalahan yang berkaitan dengan kelas.
2. Masalah Pengajaran dan Masalah
Pengelolaan Kelas
Dalam menangani tugasnya, guru-guru sering
menghadapi permasalahan dengan kegiatan-kegiatan di dalam kelasnya.
Permasalahan itu meliputi dua jenis juga, yaitu yang menyangkut pengajaran dan
yang menyangkut pengelolaan kelas. Guru-guru harus mampu membedakan
kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara tepat. Amat sering
terjadi guru-guru menangani masalah yang bersifat pengajaran dengan pemechan
yang bersifat pengelolaan, dan sebaliknya.
Misalnya
seorang guru berusaha membuat penyajian pelajaran lebih menarik agar siswa yang
sering tidak masuk menjadi lebih tertarik untuk menghadiri pelajaran itu,
padahal siswa tidak senang berada di kelas itu karena dia merasa tidak diterima
oleh kawan-kawannya. Pemecahan
seperti ini tentu saja tidak tepat. “Membuat pelajaran lebih menarik” adalah
permasalahan pengajaran, sedangkan “Diterima atau tidak oleh kawan” adalah
permasalahan pengelolaan. Masalah pengajaran harus ditangani dengan pemecahan
yang bersifat pengajaran, dan masalah pengelolaan harus ditangani dengan
pemecahan yang bersifat pengelolaan. Untuk dapat menangani masalah-masalah
pengelolaan kelas secara efektif guru harus mampu:
·
Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang
bersifat perorangan maupun kelompok.
·
Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah
tertentu.
·
Memilh dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah
yang dimaksud.
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu
yang bersifat perorangan dan yang bersifat kelompok. Disadari bahwa masalah
perorangan dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar dipisahkan
yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis masalah
itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani
permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
a. Masalah Perorangan
Penggolongan masalah
perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu
mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki
kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang
individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia
akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku,
yaitu (1) tingkah laku menarik perhatian orang lain, (2) mencari kekuasaan, (3)
menuntut balas, dan (4) memperlihatkan ketidak mampuan. Keempat tingkah laku
ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya seorang anak yang gagal menarik
perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
Seorang siswa yang gagal
menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang
saling menerima biasanya (secara aktif maupun pasif) bertingkah laku mencari
perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif
dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolokkan),
membikin onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya, singkatnya,
tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat
dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus menerus meminta
bantuan orang lain.
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan pencari
perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif
suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau
melakukan yang diperintahkan orang lain, dan menunjukkan sikap tidak patuh
secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat
menonjolkan kemalasannya sehinga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak
seperti ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidak
patuhan.
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang
amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan
menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit,
menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau penguasa, ataupun terhadap
binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa
sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya
dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka
bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak peuntut balas yang aktif
seringkali dikeal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedangkan yang pasif
dkenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menentang).
Siswa yang memperlihatkan ketidak mampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha
mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) dan bersikap menyerah
terhadap tantangan yang menghadangnya, bahkan siswa ini menganggap bahwa yang
ada di hadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya dikuti dengan
tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan
ketidak mampuan ini selalu berbentuk pasif.
Ada empat tehnik sederhana
untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan seperti diuraikan di atas
pada diri siswa. Pertama, jika guru merasa terganggu
(atau bosan) dengan tingklah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian. Kedua,
Jika guru merasa terancam (atau
merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan
mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan. Ketiga, jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas. Dan keempat,
jika guru merasa tidak mampu menolong
lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin
mengalami masalah ketidak mampuan. Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu
mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud
(apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari
kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidak mampuan) agar guru itu
mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
b. Masalah Kelompok
Dikenal adanya tujuh masalah
kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
1) Kekurang kompakan
2) Kekurang mampuan mengikuti
peraturan kelompok
3) Reaksi negatif terhadap sesama
anggota kelompok
4) Penerimaan
kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang
5) Kegiatan
anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan,
berhenti melakukan kegiatan, atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota)
lainnya saja.
6) Ketiadaan semangat, tidak mau
bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes.
7) Ketidak mampuan
menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
Kekurang
kompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang cocokan (konflik) diantara para
anggota kelompok. Konflik antar siswa-siswa dari
kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk ke dalam kategori
kekurang kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak
kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan,
dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan
kelompok kelasnya sehinga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka
duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak
mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua
muncul, yaitu kekurang mampuan mengikuti
peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik, bertingkah
laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang, berbicara
keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa di minta tenang
bekerja di tempat duduknya masing-masing, dorong mendorong atau menyela waktu
antri di kafetaria, dan lain-lain.
Reaksi
negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang
bersifat kasar dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh
kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok, atau
anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap
“menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
Penerimaan
kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi
apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang
bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olok (memperlawakkan),
misalnya membuat gambar-gambar yang lucu tentang guru. Jika hal ini terjadi
maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang, dan masalah
kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
Masalah kelompok anak timbul
bila kelompok itu mudah terganggu dalam
kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara
berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan
memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu.
Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena
mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi maka suasana diwarnai
oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
Masalah kelompok yang paling
rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes
dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka
maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu
tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal
di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan
lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya
protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan
penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok kelas mereaksi secara tidak wajar terhadap
peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok,
perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal
kegiatan, pergantian guru, dan lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya
para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan
tertentu, mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap
keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang
tidak sedap para siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu
adalah kelas yang baik.