A. Pendekatan Larangan dan Anjuran
Pendekatan “larangan dan anjuran” di atas tampaknya mudah, namun karena
tidak didasarkan pada teori atau prinsip-prinsip tertentu pada umumnya kurang
dapat dilaksanakan secara mantap. Masing-masing perintah atau larangan itu
dapat diterapkan atas dasar generalisasi masalah-masalah pengelolaan kelas
tertentu. Di samping itu, guru yang melaksanakan perintah dan larangan itu
hanya bersikap reaktif terhadap masalah-masalah pengelolaan kelas yang timbul.
Jangkauan tindakan yang reaktif inipun amat sempit, yaitu hanya terbatas
masalah-masalah yang muncul sesewaktu saja. Padahal dari guru diharapkan
tindakan-tindakan yang menjangkau kemungkinan timbulnya masalah-masalah itu
dapat dicegah, atau kalau toh masalah-masalah itu timbuk juga intensitasnya
tidak begitu besar dan dapat ditanggulangi secara tepat.
Kesulitan
lain yang dapat ditimbulkan dengan diterapkannya pendekatan “perintah dan
larangan” yang mirip mirip resep itu ialah, jika “resep” itu tenyata gagal,
maka guru dapat kehilangan akal dalam menangani masalah yang dihadapinya. Guru tidak mampu menganalisis masalah itu dan tidak mampu menemukan
alternatif-alternatif tindakan yang mungkin justru lebih ampuh daripada
perintah dan larangan sebagaimana tercantum di dalam “resep” itu. Pedekatan
“perintah dan larangan” itu bersifat absolut dan tidak membuka peluang bagi
diambilnya tindakan-tndakan yang lebih luwes dan kreatif. Pendekatan “resep”
ini hanya mengatakan: “jika terjadi masalah ini, lakukanlah itu, atau itu atau
itu”. Guru-guru yang hanya mengandalkan penerapan pendekatan seperti itu
dianggap kurang memanfaatkan potensinya sendiri dan kurang mampu
menyelenggarakan pengelolaan kelas secara efektif.
Ada pendekatan lain yang boleh jadi dipakai oleh
guru-guru dalam menangani masalah-masalah pengelolaan kelas. Pendekatan ini
sebenarnyalah tidak tepat diterapkan di kelas-kelas kita. Meskipun pendekatan
yang sedang kita bicarakan ini hendaknya tidak dilaksanakan oleh guru-guru
namun toh perlu kita bicarakan juga agar kita semua mengenalnya sehingga tidak
terjerumus ke dalamnya.
Pendekatan yang tidak tepat itu meliputi tiga
hal, yaitu: (a) penghukuman atau pengancaman, (b) pengalihan atau
pemasabodohan, dan (c) penguasaan atau penekanan. Apabila hal-hal ini
dilaksanakan di dalam kelas mungkin akan menghasilkan pengaruh tertentu, namun
hasil-hasil yang ditimbulkan itu kiranya tidak sebagaimana yang kita harapkan.
Tindakan penghukuman atau pengancaman hanya akan sekedar mengubah tingkah laku
sesaat saja dan hanya menyingung aspek-aspek yang bersifat permukaan belaka.
Sayangnya
lagi, tindakan itu biasanya diikuti oleh tingkah laku negatif lainnya pada diri
siswa, termasuk di dalamnya tindakan kekerasan. Tindakan pengalihan atau pemasabodohan sering kali menimbulkan semangat
yang rendah, ketidaktenangan, kecenderungan mencari kambing hitam, agresi dan
tindakan kekerasan lainnya. Tindakan penguasaan atau penekanan akan
menghasilkan sikap pura-pura patuh, diam-diam, dan bahkan mungkin tindakan
kekerasan.
Pada umumnya tindakan-tindakan berdasarkan
pendekatan di atas tidaklah efektif. Apabila tindakan-tindakan itu dilaksanakan
hasilnya adalah pemecahan masalah sementara yang barang kali justru diikuti
oleh timbulnya masalah-masalah yang lebih parah. Dapat dikatakan bahwa,
pendekatan seperti itu baru menjangkau gejala-gejala yang menyertai masalah
yang timbul dan belum menjangkau inti permasalahan yang sebenarnya.
Berikut ini di kemukakan perincian beberapa
tindakan yang tidak tepat untuk menangani masalah-masalah yang timbul di dalam
kelas:
1. Tindakan penghukuman
atau pengancaman
a.
Menghukum dengan kekerasan, larangan, atau pengusiran.
b.
Menerapkan ancaman atau memaksakan berlakunya larangan-larangan
c.
Menghardik, mengasari dengan kata, mencemooh atau menertawakan.
d.
Menghukum seorang diantara siswa sebagai contoh dari siswa-siswa lainya.
e.
Memaksa siswa untuk meminta maaf atau memaksa tuntutan-tuntutan lainnya.
2. Tindakan pengalihan atau
pemasabodohan:
a.
Meremehkan suatu kejadian atau tidak melakukan apa – apa sama sekali.
b.
Menukarsusunan kelompok dengan menganti atau mengeluarkan anggota tertentu.
c.
Mengalihkan tanggung jawabkelompok kepada tanggung jawab seorang anggota.
d.
Menukar kegiatan (yang seharusnya
dilakukan oleh siswa) untuk menghindari tingkah laku tertentu dari siswa.
e.
Mengalihkan tingkahlaku siswa dengan cara – cara lain.
3. Tindakan penguasaan atau
penekanan:
a.
Memerintah, memarahi, mengomel.
b.
Memakai pengaruh orang – orang yang berkuasa (misalnya orang tua, pimpinan
sekolah).
c.
Menyatakan ketidak setujuan dengan
mempergunakan kata – kata, tindakan, atau pandangan.
d.
Melakukan tindakan kekerasan sebagai
pelaksanaan dari ancaman – ancama yang pernah dijanjikan.
e.
Mempergunakan hadiah sebagai perbandingan terhadap hukuman bagi para
pelanggar.
f.
Mendelegasikan wewenang kepada siswa untuk memaksakan penguasaan kelas.
B. Pendekatan Pengubahan Tingkah
Laku
Tidak seperti perkataan di atas,
pendekatan pengubahan tingkah laku didasarkan pada teori yang mantap. Secara
singkat, teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa semua tingkah laku, baik
tingkah laku yang disukai ataupun yang tidak disukai, adalah hasil belajar.
Mereka yang percaya pada teori ini berpendapat bahwa: (1) penguatan (reinforcement) positif, penguatan
negatif, hukuman dan penghilangan (extinction)
berlaku bagi proses belajar pada semua tingkatan umur dan dalam semua keadaan,
dan, (2) proses belajar sebagian atau bahkan seluruhnya dipengaruhi (dikontrol)
oleh kejadian-kejadian yang berlangsung di lingkungan.
Teori
perubahan tingkah laku berpendapat bahwa penguasaan tingkah laku tertentu sejalan
dengan usaha belajar yang hasil-hasilnya akan memperoleh ganjaran; bahwa
penampilan tingkah laku yang di maksudkan itu akan menghasilkan penguatan
tertentu. Penguatan dipandang sebagai
kejadian yang meningkatkan kemungkinan diulanginya penampilan perbuatan
(tingkah laku) tertentu; dengan demikian perbuatan atau tingkah laku
diperkuat. Tingkah laku tyang diperkuat itu boleh berupa tingkah laku yang
disukai ataupun yang tidak disukai. Dengan kata lain, jika tingkah laku
tertentu diberi ganjaran, maka tingkah laku itu cenderung di teruskan.
Penguatan dapat diberikan dalam berbagai bentuk.
Pada umumnya penguatan itu berupa ganjaran yang diberikan kepada siswa yang
menampilkan tingkah laku yang baik dengan harapan agar tingkah laku itu
diteruskan. Pemberian ganjaran terhadap tingkah laku yang telah dikuasai oleh
siswa itu disebut penguatan positif. Sebaiknya, penguatan negatif ialah
penguatan yang dilakukan dengan jalan dikuranginya (atau ditiadakannya) hal-hal
(perangsang) yang tidak menyenangkan (yang dikenakan terhadap siswa).
Penghukuman merupakan pengunaan perangsang yang
tidak menyenangkan untuk meniadakan tingkah laku yang tidak disukai. Hukuman
dianggap bermanfaat untuk segara menghentikan ditampilkannya tingkah laku yang
tidak disukai sambil memberikan kepada guru waktu untuk melaksanakan sistem
penguatan yang tepat bagi tingkah laku yang disukai. Banyak orang meragukan
keefektifan hukuman itu dan memang pengunaan hukuman untuk mengatasi masalah
pengelolaan kelas masih diperdebatkan. Dalam kaitan dengan pemberian penguatan
dan hukuman, para penganut pendekatan pengubahan tingkah laku berpandapat
bahwa: (1) mengabaikan tingkah laku yang tidak disukai dan memperlihatkan
persetujuan atas tingkah laku yang disukai merupakan tindakan yang amat efektif
untuk membina tingkah laku siswa didalam kelasnya, dan (2) memperlihatkan
persetujuan atas tingkah laku yang disukai tampaknya merupakan kunci bagi
pengelolaan kelas yan efektif.
C. Pendekatan Iklim Sosio Emosional
Pendekatan
iklim sosio-emosional dibangun atas dasar pandangan bahwa pengelolaan
kelas yang efektif merupakan fungsi dari hubungan yang baik antara guru dengan
siswa dan siswa dengan siswa. Hubungan guru-siswa terutama sekali dipengaruhi
oleh: (1) keterbukaan atau sikap tidak berpura-pura dari guru, (2) penerimaan
dan kepercayaan guru terhadap siswa-siswanya, dan (3) empati guru terhadap
siswa-siswanya.
Guru yang
ingin menerapkan pendekatan interpersonal juga perlu menyadari kenyataan bahwa
cinta dan merasa diri berharga merupakan dua kebutuhan dasar yang hendaknya
dimiliki (dirasakan ) oleh siswa jika siswa itu hendak mengembangkan perasaan
diri sukses. Siswa perlu memperoleh pengalaman sukses, oleh karena itu, guru
hendaklah membuka kemungkinan sebesar-besarnya bagi para siswa untuk mencapai
sukses. Lebih jauh, perlu diperhatikan
juga bahwa siswa bertindak atas dasar penghayatannya (persepsinya) tentang diri
sendiri. Disamping itu, siswa juga perlu memandang dirinya sebagai individu
yang berharga. Oleh kerena itu semua siswa perlu dilayani dengan penuh
penghargaan.
Para penganut pendekatan iklim sosio-emosional
menekankan pentingnya guru berupaya sekuat-kuatnya membantu siswa menghindari
kegagalan. Mereka percaya bahwa kegagalan akan melemahkan atau bahkan membunuh
motivasi, menumbuhkan penghayatan yang negatif terhadap diri sendiri,
meningkatkan keemasan, dan merangsang tumbuhnya tingkah laku yang menyimpang.
Kelas harus dibuat sedemikian rupa sehingga merupakan tempat dimana siswa-siswa
merasa aman dan tentram, serta merasa memiliki kesempatan melakukan kesalahan
dan menemukan kegagalan tanpa ancaman hukuman yang berat.
Pendekatan iklim sosio-emosional berakar dari
pandangan yang mengutamakan hubungan guru-siswa yang penuh empati dan saling
menerima. Pendekatan ini percaya bahwa iklim (suasana) kelas berpengaruh
terhadap kegiatan belajar dan guru memberikan pengaruh yang amat besar terhadap
iklim tersebut. Dengan demikian, pendekatan ini menekankan pentingnya tingkah
laku atau tindakan guru yang menyebabkan siswa memandang guru itu betul-betul terlibat
dalam pembinaan siswa dan benar- benar memperhatikan suka duka siswa. Apabila
siswa bertingkah laku menyimpang, maka guru bertindak memisahkan kesalahan dari
orang yang berbuat salah, tetap menerima siswa yang bersangkutan bsambil
sekaligus menolak perbuatannya yang menyimpang itu. Dalam semua hal, fungsi
guru adalah bahwa siswa dipandang sebagai keseluruhan pribadi yang sedang
berkembang, bukan semata-mata sebagai seorang anak yang sedang mempelajari
pelajaran tertentu.
D. Pendekatan Kelompok
Penggunaan pendekatan proses kelompok dalam
pengelolaan kelas didasarkan atas prinsip-prinsip psikologi sosial dan dinamika
kelompok. Anggapan dasar yang dipakai ialah bahwa: (1) kegiatan siswa disekolah
berlangsung dalam suatu kelompok tertentu, dan (2) kelas adalah suatu sistem
sosial yang memiliki cirri-ciri sebagaimana yang dimiliki oleh sistem sosial
lainnya. Penggunaan pendekatan proses kelompok menekankan pentingnya ciri-ciri
kelompok yang ada di dalam kelompok kelas dan saling hubunga antar siswa yang menjadi
anggota kelompok kelas itu. Dalam hal ini peran guru yang paling utama ialah
mengembangkan dan mempertahankan keeratan hubungan antar siswa, semangat
produktifitas, dan orientasi pada tujuan dari kelompok kelaa ini.
Demikianlah, tugas pertama guru ialah
mengembangkan keeratan hubungan antar anggota kelompok kelas. Dalam hal ini
ditekankan perlunya guru meningkatkan daya tarik dan ikatan kelompok bagi
anggota-anggotanya dengan jalan menumbuhkan sikap saling menghargai dan
mengembangkan komunikasi yang tepat antar anggota kelompok. Tugas kedua ialah
membantu siswa mengembangkan aturan atau norma-norma kelompok yang produktif
dan menyenangkan. Hal ini mencakup, misalnya, pengembangan aturan bekerja yang
dapat diterima oleh semua anggota. Sekali kelompok yang kompak dan produktif
terbentuk, selanjutnya adalah tugas guru untuk mempertahankan kesatuan dan
norma-norma kelompok itu.
Dalam
menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas, pemakaian pendekatan proses
kelompok didasarkan atas pertimbangan bahwa tingkah laku yang menyimpang pada
dasarnya bukanlah peristiwa yang menimpa seorang individu yang kebetulan
menjadi anggota kelompok kelas tertentu, namun adalah peristiwa sosial yang
menyangkut kehidupan kelompok dimana individu itu menjadi anggotanya. Tujuan
utama bagi guru yang menangani tingkah laku yang menyimpang itu ialah membantu
kelompok itu bertanggungjawab atas perbuatan anggota-anggotanya dan
penggelolaan kegiatan kelompok itu sendiri. Kelompok yang berfungsi secara efektif dapat melakukan kontrol yang mantap
terhadap anggota-anggotanya.