KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam, yang telah melimpahkan rahmat dan inayah-Nya kepada
kita semua, sehingga kita bisa merasakan indahnya dunia sebagai tempat kita
berpijak.
Shalawat seiring
salam semuga tetap atas Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukkan kepada kita
sekaligus membuktikan bahwa agama yang mudah dan penuh ketentraman adalah
Islam.
Sebelumnya saya
sebagai penulis minta ma’af atas kekurangan yang ada pada makalah ini, karena
mungkin itu merupakan salah satu dari kekhilafan saya, dan mengharapkan
dimaklumi akan tetapi alangkah baiknya jika diberi masukan atau kritikan
sehingga menjadi suatu kesempurnaan untuk makalah yang akan datang.
Semuga makalah ini
bermanfa’at bagi para pembaca terutama mahasiswa yang telah menjadi bahan
pelajaran mata kuliah keseharian dan ini mungkin sulit untuk kita dapatkan
kecuali di dalam dunia pendidikan yang berbasis Islam.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Surabaya, 26
Oktober 2013
Penulis
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Allah merupakan Tuhan bagi orang muslim, Dia-lah yang mampu
menyaksikan kita ketika bertingkah laku dialam fana ini. Namun, pernahkah kita
menyangka bahwa Tuhan (Allah) juga marah ketika kita sebagai hamba-Nya ketika
kita bertingkah yang tidak sesuai dengan panduan dan panutan hidup didalam
islam. Sama perihalnya ketika emosi kita akan meluap ketika kita sesuatu yang
tidak diinginkan terjadi pada kita. Atau, bahkan sebaliknya malah menanggapinya
dengan sabar.
Adanya perbedaan pendapat dalam
aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan
atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat
tentang kehendak mutlak dan keadilan Tuhan.
Persoalan lain yang menjadi bahan
perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan.
Tarik-menarik di antara aliran-aliran kalam dalam menyelesaikan dalam persoalan
ini, tampaknya dipicu oleh truth claim yang di bangun atas dasar kerangka
berfikir masing-masing dan klaim mentauhidkan Allah. Tiap-tiap aliran mengaku
bahwa fahamnya dapat menyucikan dan memelihara keesaan Allah.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat
diasumsikan beberapa rumusan masalah yaitu:
1.
Bagaimanakah
sifat Tuhan menurut Aliran Mu’tazilah?
2.
Bagaimanakah
sifat Tuhan menurut Aliran Asy’ariyah?
3.
Bagaimanakah
sifat Tuhan menurut Aliran Maturidiyah?
4.
Bagaimanakah
sifat Tuhan menurut Aliran Syi’ah Rafidhah?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan beberapa rumusan masalah di atas dapat diambil tujuan
penulisan pada makalah ini yaitu:
1.
Untuk
mengetahui sifat Tuhan menurut Aliran Mu’tazilah.
2.
Untuk
mengetahui sifat Tuhan menurut Aliran Asy’ariyah.
3.
Untuk
mengetahui sifat Tuhan menurut Aliran Maturudiyah.
4.
Untuk
mengetahui sifat Tuhan menurut Aliran Syi’ah Rafidhah.
PEMBAHASAN
1.
Sifat Tuhan Menurut Aliran Mu’tazilah
Kaum mu’tazilah mencoba
menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai
sifat. Definisi mereka tentang Tuhan,
sebagaimana dijelaskan oleh Al-Asy’ari,
bersifat negatif. Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuasaan,
tidak mempunyai hajat dan sebagainya.
Ini tidak berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak mengetahui, tidak berkuasa,
tidak hidup dan sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, berkuasa, dan sebagainya,
tetapi mengetahui, berkuasa, dan sebagainya tersebut bukanlah sifat dalam arti
kata sebenarnya. “Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan itu
adalah Tuhan sendiri.” Sehingga dengan demikian, pengetahuan Tuhan, sebagaimana
dijelaskan Abu Huzail, adalah Tuhan sendiri yaitu Dzat atau esensi Tuhan: “Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui dengan pengetahuan; Maha Kuasa dengan kekuasaan; Maha
Hidup dengan kehidupan; dan pengetahuan, kekuadaan dan kehidupan-Nya adalah
Dzat-Nya sendiri.”
Untuk mensucikan keesaan Tuhan, golongan
Mu’tazillah menafikan sifat-sifat bagi
Tuhan. Dengan cara demikian, golongan Mu’tazillah
mengklaim dirinya sebagai golongan Ahlut-tauhid Wal ‘Adil. Allah itu
benar-benar Esa tanpa ditambah apa-apa. Meskipun golongan Mu’tazilah tidak
mengingkari sifat-sifat Tuhan, namun
mereka mendapat tuduhan sebagai golongan Mu’attilah (golongan pengosong
sifat-sifat dari Tuhan) dari lawannya, yaitu golongan Asy’ariyah. Adanya tuduhan
ini adalah karena mereka
tidak mau mengerti dasar pendapat golongan Mu’tazillah,
yaitu pemisahan antar Tuhan dan manusia dan menandaskan keesaan yang
semurni-murninya.
2.
Sifat Tuhan Menurut
Aliran Asy’ariyah
Kaum Asy’ariyah membawa
penyelesaian yang berlawanan dengan faham Mu’tazilah di atas, mereka dengan tegas
mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menuru Al-Asy’ari sendiri, tidak dapat
diingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatannya, di samping
mengatakan bahwa Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa dan sebagainya di
samping mempunyai pengetahuan, kemauan dan daya.
Tuhan dalam pandangan
Asy’ariyah mempunyai mata, wajah, tangan serta bersemayam disinggasana. Namun
semua itu dikatakan la yukyyaf wa la yuhaddad (tanpa diketahui bagaimana
cara dan batasnya). Aliran Asy’ariyah juga mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di
akhirat kelak dengan mata kepala. Asy’ari menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat
dilihat adalah sesuatu yang mempunyai wujud. Karena tuhan mempunyai wujud, Ia
dapat dilihat. Lebih jauh dikatakan bahwa Tuhan melihat apa yang ada. Dengan
demikian, Dia melihat diri-Nya juga. Bila Tuhan melihat diri-Nya, tentulah Dia
sendiri dapat membuat manusia mempunyai kemampuan melihat diri-Nya sendiri.
Artinya: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu
berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Qs: Al-Qiyamah: 22-23).
3.
Sifat Tuhan Menurut
Aliran Maturidiyah
Berkaitan dengan masalah
sifat Tuhan, dapat ditemukan persamaan
pemikiran antara Al-Maturidi dan Al-Asy’ari, seperti dalam
pendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama, bashar dan lain
sebagainya.
Walaupun demikian,
pengertian Al-Maturidi dengan sifat-sifat Tuhan berbeda dengan Al-Asy’ari.
Al-Asy’ari mengertikan sifat Tuhan sebagai sesuatu yang bukan Dzat,
melainkan melakat pada Dzat itu sendiri, sedangkan menurut Al-Maturidi ,
sifat tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula dari esensi-Nya.
Ia mengatakan bahwa pembicaraan tentang sifat harus didasarkan atas
pengakuan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat-Nya sejak zaman azaly, muzallamah
(ada bersama), tanpa pemisahan antara Zat seperti Qodrat, dan sifat-sifat
active ( af’al), seperti menciptakan, menghidupkan, memberi rizqi dan lain
sebagainya.
Dalam membicarakan sifat-sifat
Tuhan menurut Al-Maturidi, harus menggunakan cara tasybih dan tanzil bersama-sama. Sifat-sifat Tuhan
itu qadim dan tidak bisa diterangkan kecuali menggunakan kata-kata yang
biasa dipakai untuk lingkungan manusia, yang berarti mempersamakan (tasybih). Akan tetapi dalam pada itu harus dipakai jalan tanzil untuk meniadakan setiap persamaan antara difat Tuhan dengan sifat
manusia. Karena itu tidak perlu ditanyakan, bagaimana sifat ilmu dan qodrat
Tuhan itu, sebab pertanyaan ini masih memaksakan adanya persamaan.
Tampaknya faham Al-Maturidi
tentang makna sifat Tuhan cenderung mendekati faham Mu’tazilah,
perbedaanny, Al-Maturidi mengakui adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan Mu’tazilah
menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
4.
Sifat Tuhan dalam Aliran Syi’ah Rafidhah
Didalam aliran Syi’ah Rafidhah ini, sebagian besar dari tokoh besar
mereka menolak bahwa Tuhan (Allah) memiliki Sifat-sifat yang dinyatakan dan
diyakini oleh kaum Asy’ari dan Maturidiyah. Terutama pendapat yang menyatakan
bahwa Allah memiliki sifat tahu.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Allah tidak bersifat tahu
terhadap sesuatu sebelum Ia menghendakinya. Tatkala Ia menghendaki sesuatu, Ia
pun bersifat tahu. Jika tidak menghendaki, Dia tidak bersifat tahu, makna Allah
berkehendak menurut mereka adalah bahwa Allah mengeluarkan gerakan. Ketika
gerakan itu muncul, Ia bersifat tahu terhadap sesuatu itu. Mereka berpendapat
pula bahwa Allah tidak berisfat tahu terhadap sesuatu yang tidak ada.
Sebagian mereka berpendapat bahwa Allah tidak bersifat tahu
terhadap sesuatu sebelum Ia berkehendak terhadapnya. Tatkala Ia berkehendak
agar sesuatu itu ada, Ia pun tahu bahwa sesuatu itu ada. Tatkala ia berkehendak
agar sesuatu tiu tidak ada maka Ia pun tahu bahwa sesuatu itu tidak ada;
tatkala Ia tidak berkehendak agar sesuatu itu ada atau tidak ada, maka Ia pun
tidak tahu bawha sesuatu itu ada atau tidak ada.
Sebagian mereka berpendapat bahwa Allah senantiasa mengetahui dan
pengetahun-Nya itu merupakan sifat Dzat-Nya. Ia tidak dapat disifati bersifat
tahu terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada, sebagaimana manusia tidak dapat
disifati melihat dan mendengar sesuatu sebelum bertemu dengan sesuatu itu
sendiri.
Mayoritas tokoh Rafidhah
menyifati Tuhannya dengan perubahan. Mereka beranggapan bahwa Tuhan
mengalami banyak perubahan. Sebagian mereka mengatakan bahwa Tuhan terkadang
memerintahkan sesuatu lalu mengubahnya. Terkadang pula Ia menghendaki sesuatu
lalu mengurungkannya karena ada perubahan pada diri-Nya. Perubahan ini bukan
dalam arti naskh, tetapi dalam arti bahwa pada waktu yang pertama Ia
tidak tahu apa yang bakal terjadi pada waktu yang ke dua.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sekian banyak
penjelasan di atas, dapat kita ambil sebuah kesimpulan sebagai berikut:
1) Sifat Tuhan menurut Aliran
Mu’tazilah adalah bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat.
2) Sifat Tuhan menurut Aliran
Asy’ari adalah bahwa dengan tegas menga takan Tuhan itu memiliki sifat.
3) Sifat Tuhan menurut Aliran
Maturidi adalah bahwa Tuhan memiliki sifat, tetapi sifat tidak dikatakan
sebagai esensi-Nya dan bukan pula dari esensi-Nya.
4) Sifat Tuhan menurut Aliran
Syi’ah Rafidhah adalah Tuhan memiliki sifat yaitu perubahan, bukan sifat
sebagaimana yang dijastis oleh aliran Asy’ari dan Maturidi.
B.
Saran
Seiring dengan
ketidaksempurnaan makalah ini, maka saya sebagai penulis mengharapkan sebuah
kritik kontruktif dari para pembaca khususnya mahasiswa dan para dosen, serta
masyarakat pada umumnya sehingga makalah ini menjadi sempurna dan menjadi bahan
pelajaran dalam rangka mencerdaskan anak bangsa.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2000).
Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI Press, 2010).
Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Hilal, (Beirut: Dar Al-Fikr,
t.t).
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam, (Jakarta: Perkasa,
1990). Mahmud Qasim, Dirasat fi Al-Falsafah Al-Islamiyah, (Mesir: Dar
Al-Ma’arif, 1973).
M. Akmal, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia,
t.t).
Al-Asy’ari, Prinsip-prinsip Dasar Aliran Teologi Islam,
terj. Rosihon Anwar dan Taufiq Rahman, (Bandung: Pustaka Setia, 2000).
Ahmad Hanafi, Theology Islam, Cet. IV, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1982).
http://makalah-staid.blogspot.com/2013/03/perbandingan-antar-aliran-tentang-sifat.html.
Qs. Al-Qiyamah (75), 22-23.