Proses
pengembangan kurikulum menurut Hamid Hasan, haruslah meliputi tiga dimensi
kurikulum yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum
sebagai proses. Ketiga dimensi kurikulum ini saling berkaitan antara yang satu
dengan yang lainnya. Kurikulum sebagai proses dilaksanakan dengan berbagai
kebijakan kurikulum. Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan operasionalisasi
kurikulum sebagai ide dan kurikulum sebagai dokumen. Keseluruhan proses atau
langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum dapat digambarkan bahwa kegiatan
pengembangan kurikulum itu harus dimulai dari perencanaan.
Dalam
menyusun perencanaan tersebut didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan
dikembangkan dalam program. Ide-ide tersebut berkenaan dengan penentuan
filosofi kurikulum, model kurikulum yang digunakan, pendekatan dan teori
belajar yang digunakan dan model evaluasi pembelajaran yang dipilih. Ide-ide
tersebut dapat berasal:
1.
Visi yang
dicanangkan
Visi adalah pernyataan tentang cita-cita
atau harapan-harapan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dalam
jangka panjang.
2.
Kebutuhan siswa,
masyarakat, pengguna lulusan dan kebutuhan untuk studi lanjut.
3.
Hasil evaluasi
kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta kemajuan zaman.
4.
Pandangan-pandangan
para ahli/pakar berbagai bidang.
5.
Kecenderungan
era globalisasi yang menuntut seseorang harus memiliki etos belajar sepanjang
hayat, melek sosial, politik, ekonomi, budaya, dan teknologi.
Kelima
hal diatas kemudian diramu sedemikian rupa untuk dikembangkan dalam program
atau kurikulum sebagai dokumen yang antara lain berisi informasi dan jenis
dokumen yang akan dihasilkan, bentuk atau format silabus dan komponen-komponen
kurikulum yang harus dikembangkan. Segala sesuatu yang tertuang dalam dokumen
tersebut kemudian dikembangkan dan disosialisasikan dalam proses
implementasinya, yang bisa saja berupa pengembangan kurikulumdalam bentuk
rencana pembelajaran, proses pembelajaran di dalam/luar kelas serta evaluasi
pembelajaran sehingga akan diketahui tingkat efektifitas dan efesiensinya.
Dari
evaluasi ini akan diperoleh umpan balik yang dapat digunakan dalam
penyempurnaan kurikulum berikutnya. Dengan demikian proses pengembangan
kurikulum menurut adanya evaluasi berkelanjuatan mulai dari perncanaan
(planning), pelaksanaan (implementing) hingga proses evaluasi itu sendiri.
Implementasi
adalah proses kurikulum yang lebih rumit dibandingkan konstruksi kurikulum.
Dalam implementasi berabagai factor berpengaruh terhadap implementasi. Factor –
factor tersebut dapat berupa factor pendukung untuk keberhasilan seperti
manajemen sekolah yang baik, kontribusi komite sekolah, sikap masyarakat,
semnagat dan dedikasi guru serta fasilitas belajara yang memenuhi syarat serta
ketersediaan dana yang diperlukan. Evaluasi merupakan fase pengembangan
kurikulum yang cukup rumit. Sebenarnya dalam suatu prosedur pengembangan
standar, evaluasi dilakukan sejak awal pengembangan kurikulum.
Pada saat
kini proses pengembangan kurikulum di Indonesia mengikuti kebijakan yang
diundangkan dalam UU nomor 20 tahun 2003, PP nomor 19 tahun 2005 dan permen
nomor 22, 23 dan 24 tahun 2006. Berdasarkan ketetapan tersebut maka proses
pengembangan kurikulum di Indonesia mengikuti dua langkah besar yaitu proses
pengembangan yang dilakukan di Pemerintah Pusat dan pengembangan yang dilakukan
disetiap satuan pendidikan.
Pengembangan
yang paling menajdi fokus perhatian adalah pengembangan tingkat sekolah. Pada
tingkat ini sekolah tetap harus memperhatikan kebutuhan dan tantangan
masyarakat yang dilayaninya, menerjemahkan tantangan tersebut dalam kemampuan
yang harus dimilki peserta didik. Pengembangan pada tingkat ini menghasilkan
apa yang disebut dengan kurikulum Sekolah atau kurikulum Tingkat satuan
Pendidikan ( KTSP ).
Proses
pengembangan kurikulum Sekolah dikembangkan berdasarkan landasan dan prosedur
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Landasan Legal-nya adalah
UU nomor 20 tahun 2003, setelah UU nomor 20 tahun 2003 berlaku, wewenang
mengembangkan, mengelola dan melaksanakan pendidikan tidak lagi sepenuhnya
menajadi tanggung jawab Pemerintah Pusat tetapi sudah berbagi dengan pemerintah
daerah. System pendidikan yang dibangun oleh UU nomor 20 tahun 2003 merupakan
konsekuensi dari perubahan system pemerintahan sentralistis ke otonomi daerah
dimana pendidikan adalah aspek pelayanan pemerintahan pusat yang didelegasikan
ke pemerintah daerah.
Sedangkan
landasan Filosofis dan teoritisnya bagi pengembangan kurikulum sekolah
adalah :
a.
Kurikulum harus dimulai dari
lingkungan terdekat.
b.
Kurikulum harus mampu melayani
pencapaian tujuan pendidikan nasional dan tujuan satuan pendidikan. Kurikulum
sekolah harus mampu mengorganisasikan kepentingan peserta didik, masyarakat
terdekat dan bangsa dalam satu dimensi.
c.
Model kurikulum harus sesuai dengan
ide kurikulum.
d.
Proses pengengembangan kurikulum
harus bersifat fleksibel dan komprehensif. Kurikulum sekolah harus bersifat
terbuka untuk penyempurnaan.
Sumber bacaan: