Menurut Al-Qur’an, faktor utama yang menjadi
penyebab maju dan mundurnya masyarakat adalah manusia itu sendiri. Sebagaimana Allah
berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah
Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.” (Qs: Ar-Ra’d: 11).
Dengan demikian sudah jelas, bahwa manusia
pada hakikatanya menjadi arsitek atas nasibnya sendiri, bahkan tidak hanya
menjadi tujuan akhir akan tetapi juga menjadi sarana pembangunan terhadap apa
yang dia usahakan. Sebagaimana Toynbee mengatakan “Peradaban mati karena bunuh
diri, bukan karena pembunuhan”.
Oleh karena itulah, Islam menempatkan faktor
manusia untuk keperluan pembangunan mereka sendiri, dan secara simultan
memberikan penekanan pada faktor keadilan. Karena tanpa keadilan tidak ada
pembangunan.
Bagimanapun juga, keadilan membutuhkan
nilai-nilai kesepakatan sosial, intuisi yang bisa diterima dan ditaati secara
konsisten oleh setiap orang, seperti halnya kesucian hidup, harta dan
kehormatan, kepercayaan, kejujuran dan integritas, kemauan untuk belajar, kerja
keras dan kepedulian terhadap fakir miskin serta loyalitas terhadap kewajiban.
Hal yang demikian itu selaras dengan analisis
Ibnu Khaldun yang berpusat pada aspek kemanusiaan, sebab kemajuan dan
kemunduran peradaban berhubungan erat dengan aspek kesejahteraan dan
penderitaan manusia. Sehingga sangat jelas bahwa, pembangunan dan keadilan
menjadi faktor penting di dalam daur sebab akibat. Salah satu contoh dari
ketidakadilan yaitu: pungutan liar atas pajak, lalai terhadap harta benda orang
lain dan salah satu bentuk ketidakadilan terbesar dan perusak utama pembangunan
adalah memposisikan seseorang tidak pada seharusnya dan menjadikannya sebagai
perkerja paksa. Jadi tidak bisa dipungkiri bahwa, ketidakadilan pemicu
kehancuran peradaban.
Di sisi lain, pada hakikatnya bukan hanya
ketidakadilan melainkan keruntuhan moral, khilafah dan demokrasi, kemerosotan
ekonomi, dan yang lebih parah lagi
adalah ilegitimasi politik yang menyebabkan terjadinya kehancuran. Sebagaimana
yang terjadi pada sejarah kaum muslimin telah melenceng ke arah yang salah
ketika sistem khilafah rasyidah diakhiri dengan penobatan Mu’awiyah sebagai raja
pada tahun 41 H/ 661 M, pengangkatan putranaya Yazid sebagai penggantinya pada
tahun 60 H/ 679 M, dan ditegakkannya Dinasti Umayyah (41-132 H/ 663-750 M).
Peristiwa ini menaburkan benih-benih politik yang tidak memperolah legitimasi,
melahirkan kerajaan dan kekuasaan absolut yang tidak disertai dengan
pertanggungjawaban yang memadai, serta pelanggaran yang nyata terhadap
pentingnya moral khilafah dan syura, atau sistem politik ideal yang
diberikan Islam kepada kaum muslimin.
Dari beberapa penyebab hancurnya peradaban
muslim, maka sudah saatnya bangkit kembali untuk membalik siklus daur sebab
akibat, yang terjadi karena berakhirnya praktik akuntabilitas politik dan
intensifikasi undang-undang otoriter, secara otomatis memunculkan pertanyaan
tentang dari mana harus memulai? Maka titik mulai yang terbaik adalah titik di
mana Rasulullah saw pernah memulainya, yakni reformasi manusia (pembangunan
moral, pent) karena manusia berperan sebagai lokomotif dari maju mundurnya
peradaban. Walaupun mereka perlu mendapatkan perhatian utama, namun bukan
berarti mengabaikan faktor sosio-ekonomi dan politik yang turut berperan
sepanjang sejarah melalui proses daur sebab akibat.
Sehingga dapat diasumsikan yang mengharuskan
reformasi adalah:
1. Reformasi Moral
Masalah utama dalam mereformasi faktor manusia adalah mengenai cara
dengannya mereka bisa berubah menjadi lebih baik dan menjadi sumber rahmat
tidak saja bagi masyarakat mereka sendiri, namun juga bagi manusia seluruhnya.
Untuk maksud tersebut maka perlu dilakukan perubahan radikal terhadap
karakter, kebiasaan, motivasi, dan mentalitas mereka dengan memberikan
perhatian yang lebih terhadap pembinaan dan pendidikan moral. Hal ini adalah
usaha yang pernah dilakukan oleh para Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad
saw.
2. Reformasi
Seluruh Institusi
Peningkatan kualitas manusia sulit terwujud tanpa disertai reformasi
institusi-institusi yang turut berpengaruh terhadap perilaku manusia. Institusi
terpenting dalam hal ini adalah keluarga (rumah tangga).
Cinta dan perhatian dari kedua orang tua, terutama ibu, merupakan faktor
penting untuk melahirkan generasi baru yang bermoral, kuat mental peduli
sosial, kooperatif, dan peka. Atas dasar inilah Islam menekan pentingnya
integritas keluarga serta adanya cinta dan perhatian penuh diantara kedua orang
tua.
3. Reformasi
Politik
Reformasi politik seirama dengan kebebasan mengutarakan pendapat, peradilan
yang jujur, dan akuntabilitas para elite berkuasa kalaupun tidak bisa
menghapus, palin tidak akan menekan praktik korupsi dan mismanajemen yang
terjadi dewasa ini.
Oleh karena itu, strategi terbaik untuk melakukan reformasi politik adalah
melalui perjuangan damai dan tanpa kekerasan, meskipun upaya ini membutuhkan
waktu lama. Al-Qur’an dengan jelas menegaskan keberpihakannya terhadap jalan
dialog dalam menyelesaikan konflik. ”Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bentahlah mereka engan cara yang
baik.” (Qs: AN-Nahl: 125).
4. Reformasi
Pemahaman Islam
Fakta bahwa Islam bukanlah penyebab kemunduran umat muslim bukan berarti
meniadakan perlunya reformasi pemahaman Islam dewasa ini. Penekanan Islam pada
aspek keadilan, persaudaraan, toleransi semakin melemah diberbagai belahan
masyarakat muslim, terutama pada aspek pembangunan karekter. Hal inilah yang
menuntut adanya perombakan kurikulum lembaga pendidikan. Revisi kurikulum
tersebut harus memberikan penekanan yang lebih besar pada aspek maqasid
asy-syari’ah dan khuluq.