Agen sosial merupakan bagian dari mikrosistem terdiri dari orang
tua, teman, guru, dan sejumlah individu yang berperan dalam memberi masukan,
arahan. Orang tua merupakan agen sosial yang memberikan arahan serta pengajaran
mendasar bagi tumbuh kembangnya nilai-nilai kehidupan setiap peserta didik.
Artinya, peran keluarga terutama orang tua sangat besar dibandingkan dengan
sekolah dalam membentuk kepribadian sehingga berpenampilan sesuai dengan
harapan. Jika orang tua menanamkan kejujuran, kerja keras, sungguh-sungguh,
disiplin, budi pekerti yang baik kepada anaknya, maka secara bertahap anak akan
memilih nilai kehidupan. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, orang tua
menamkan nilai kekerasan, pemaksaan, ketidakjujuran pada anaknya, maka akan
tumbuh dengan kehidupan yang ditanamkan.
Mikrosistem merupakan sistem sosial yang memiliki agen paling dekat
dengan individu. Intinya, mikrosistem selalu berinteraksi dan memberi pengaruh
sosial pada individu. Misanya; guru memberi arahan pada peserta didik, wali
kelas memberi arahan pada urusan kesiswaan. Sedangkan interaksi antar guru yang
satu dengan yang lain termasuk aya dan ibunya merupakan mikrosistem.
Lingkungan sekolah dan keluarga secara langsung mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap munculnya nilai-nilai kejujuran, kesederhanaan,
disiplin dan kebersahajaan. Baik melalui penyampaian pesan secara langsung
lewat proses belajar mengajar di sekolah maupun melalui keteladanan atau contoh
perilaku. Sikap seperti di atas amat penting melalui keteladanan. Sebagai agen
sosial, dalam memberikan arahan harus mengutamakan kasih sayang, kesantunan,
dan kedisiplinan. Selain itu, sebagai agen sosial harus bersikap konsisten dan
komitmen juat terhadap semua unsur terkait.
Suasana sekolah yang kondusif adalah keharmonisan hubungan antara
keluarga dengan pendidik yang saling
mendukung. Adanya sebuah perbedaan yang menyangkut pada suatu kepentingan
pribadi setiap orang tua maka akan menimbulkan konflik pada sikap dan tingkah
laku. Contoh; dalam pelaksanaan Ujian Nasioanl peserta didik tidak sedikit yang
menjadi korban agen sosial. Mereka bimbang, karena antar guru dan orang tua
mempunyai kepentingan yang berbeda. Peserta didik mendapatkan sebuah tekanan
dari berbagai pihak, yang menjadikan peserta didik tidak percaya diri.
Yang terjadi di lapangan saat ini adalah keadaan dimana peserta
didik merasa kehilangan jati diri. Keinginan untuk belajar menjadi dirinya
sendiri sirna karena tekanan yang timbul. Orang tua memaksa untuk bisa menjadikan
anaknya yang terbaik dalam Ujian Nasional. Nilai yang tinggi untuk bisa masuk
dalam sebuah sekolah negeri ternama. Sedangkan, kemampuan dan kemauan peserta
didik tidak sesuai dengan apa yang orang tua harapkan. Tidak hanya itu, pihak
dari sekolah atau guru di sekitarnya mengharapkan untuk bisa menaikkan grade
sekolah tinggi, maka memaksa peserta didik mendapat nilai bagus. Nilai Ujian
Nasional baik maka, sekolah akan memiliki nama yang baik di luar sana.
Konflik keluarga dan sekolah itulah yang menimbulkan karakter
peserta didik jadi tidak terbentuk. Jalan akhirpun adalah merelakan kejujuran
untuk bisa mendapatkan nilai baik dan memuaskan. Betapa miris, terbentuknya
karakter akan terbunuh hanya dalam empat hari.
Ibn al-Qayyim menegaskan peran penting keluarga dalam pendidikan
anak. Menurutnya, “Kerusakan moral anak sebagian besar disebabkan orang tua
tidak mencurahkan perhatian yang besar dan tidak mengajarkan prinsip-prinsip
agama kepada anak mereka sejak dini.”
Jadi pada prinsipnya, orang tua sebagai mikrosistem dituntut
menemukan metode yang paling tepat untuk anknya. Keharmonisan rumah tangga
harus selalu terjaga, komunikasi dengan pihak sekolah terjalin dengan baik agar
tidak terjadi kesenjangan pemikiran. Pengembangan karakter diri pada anak akan
tumbuh dan berkembang dengan baik.
Sumber bacaan:
Majalah Lazismu Edisi 77 Tahun VII Rajab 1435/ Mei 2014.