1.
Dari Segi Konsep
Asuransi syariah
adalah suatu konsep yang di dalamnya dikembangkan sikap saling tolong menolong
dan memikul risiko di antara sesama peserta. Dengan demikian, peserta satu
menjadi penanggung atas peserta lainnya dalam risiko yang muncul. Saling pikul
risiko ini dilakukan dengan cara masing-masing peserta mengeluarkan dan tabrru’
atau dana kebajikan yang ditujukan untuk menggung risiko. Hal yang demikian
ini, sesuai dengan firman Allah yang artinya:
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Qs:
Al-Maidah: 2).
Konsep
tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, menjadikan semua peserta asuransi
syariah dalam suatu keluarga besar untuk melindungi san menanggung risiko
keuangan yang terjadi di antara mereka. Konsep takaful yang merupakan
dasar dari asuransi syariah ditegakkan di atas tiga prinsip dasar, yaitu:
a.
Saling
bertanggung jawab.
b.
Saling
bekerja sama dan saling membantu.
c.
Saling
melindungi.
Dalam asuransi
konvensional, usaha asuransi merupakan usaha di bidang jasa keuangan yang
menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, untuk memberikan
perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap
kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau
terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
Dengan
demikian, perjanjian asuransi dalam asuransi konvensional menyangkut suatu hal
yang belum pasti terjadi. Dan apabila suatu tersebut nyata terjadi, maka tidak
serta merta menimbulkan kewajiban bagi penanggung untuk memberikan ganti rugi,
apabila syarat-syarat yang diperjanjikan tidak dipenuhi oleh tertanggung.
2.
Dari Segi Sumber Hukum
Sumber hukum
asuransi syariah adalah syariat Islam yang berlandaskan Al-Qur’an, sunnah,
ijma’, dan qiyas serta sumber hukum mukhtalaf. Sedangkan sumber
hukum asuransi konvensional adalah pikiran manusia dan kebudayaan. Modus
operansi pada asuransi konvensional didasarkan kepada hukum positif, hukum
alami.
3.
Dari Segi Hubungan Dengan Maisir, Gharar, dan Riba
Asuransi
syariah, baik asuransi jiwa maupun asuransi kerugian telah terbebas dari
hal-hal yang diharamkan oleh agama, yaitu bersih dari adanya “maghrib” (maisir,
gharar, dan riba). Hal tersebut dapat dilihat dalam sistem operasional yang dilakukan, di mana
dalam mekanisme pengelolaan dana dipisahkan antara rekening dana peserta yang
menggunakan akad tijarah (mudharabah) dan rekening dana tabarru’.
Sedangkan
asuransi konvensional dalam kegiatannya tidak lepas dari maisir, gharar, dan
riba. Unsur judi terlihat dalam harapan tertanggung untuk menerima harta
jaminan. Unsur gharar terlihat dalam adanya ketidakjelasan perhitungan
uang yang akan diberikan, karena hal tersebut sangat tergantung kepada
perkembangan saat tanggungan itu harus dibayarkan oleh penanggung.
4.
Dari Segi Akad (Perjanjian)
Akad yang
digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tijarah dan atau akad tabrru’
(hibah). Akad tijarah yang dimaksud di sini adalah semua bentuk akad
yang dilakukan untuk tujuan komersial, seperti mudharabah, wadi’ah, wakalah
daln lain sebagainya. Sedangkan akad tabrru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan
tujuan tolong-menolong, bukan untuk tujuan komersial.
Sedangkan
asuransi konvensional, akad yang digunakan adalah akad mu’awadhah, yaitu
suatu akad di mana pihak yang memberikan sesuatu kepada pihak lain berhak
menerima penggantian dari pihak yang diberinya.
5.
Dari Segi Tanggungan Risiko
Mekanisme
peranggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk (saling
menanggung risiko). Sedangkan dalam asuransi konvensional, mekanisme
pertanggungan adalah transfer of risk (memindahkan risiko), yakni
memindahkan risiko dari individu kepada perusahaan. Dan itulah pada hakikatnya
tujuan asuransi dalam asuransi konvensional.
6.
Dari Segi Pengelolaan Dana
Mekanisme
pengelolaan dana dalam asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional.
Pada asuransi syariah, untuk produk-produk yang mengandung unsur tabungan,
dana yang dibayarkan oleh peserta langsung dibagi dalam dua rekening, yaitu
rekening peserta dan rekening tabarru’.
Sedangkan
mekanisme pengelolaan dana pada asuransi konvensional, tidak ada pemisahan
antara dan peserta dengan dana tabrru’. Semua dana bercampur menjadi
satu dan status dana tersebut adalah dana perusahaan.
7.
Dari Segi Investasi Dana
Dalam asuransi
syariah, investasi dana-dana yang terkumpul dari para peserta hanya dibenarkan
melalui instrumen yang menggunakan akad yang sesuai dengan syariat Islam.
Sedangkan dalam asuransi konvensional, baik menurut Peraturan Pemerintah maupun
Keputusan Menteri Keuangan, investasi yang dilakukan didasarkan kepada sistem
bunga.
8.
Dari Segi Kepemilikan Dana
Dalam asuransi
syariah, dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi
merupakan milik peserta (shahibul mal), sementara asuransi syariah hanya
sebagai pemegang amanah yang mengelola dana. Dana tersebut, kecuali dana tabarru’,
dapat diambil kapan saja, dan selama belum dikembalikan tidak terkena bunga
atau biaya apapun.
Sedangkan dalam
asuransi konvensional, seluruh dana yang terkumpul menjadi milik perusahaan.
Karena dana tersebut mikik perusahaan, maka perusahaan bebas menggunakan dan
menginvestasikannya ke mana saja. Dana tersebut dapat dipinjam oleh peserta
hanya setelah ada nilai tunai, dan selama masa pinjaman peserta dikenakan bunga
sesuai bunga yang berlaku.
9.
Dari Segi Premi
Premi dalam
asuransi syariah terdiri atas unsur tabarru’ dan tabungan (untuk
asuransi jiwa), dan unsur tabrru’ saja (untuk asuransi kerugian). Unsur tabarru’
pada asuransi jiwa, perhitungannya diambil dari tabel moralitas (harapan
hidup), tanpa perhitungan bunga, yang besarnya tergantung usia dan masa
perjanjian.
Sedangkan pada
asuransi konvensional, unsur premi terdiri atas tabel moralitas, bunga, dan
biaya asuransi-biaya asuransi.
10.
Dari Segi Kontribusi Biaya
Dalam asuransi
syariah (jiwa), tidak ada pembebanan biaya yang dipotong dari iuran dana
peserta (premi). Hal tersebut dikarenakan sebagian praktisi asuransi syariah,
pembebanan biaya pada premi, sebagaimana yang berlaku pada asuransi
konvensional, tidak adil, karena sebagian besar peserta tidak mengetahui
pembebanan tersebut.
Dalam asuransi
konvensional jenis asuransi jiwa, kontribusi biaya sudah tercakup dalam premi
peserta, dan biasanya premi tahun pertama dan kedua terserap untuk biaya
kontribusi, terutama untuk komisi agen. Disisi lain, peserta merasa tidak
diperlakukan secara adil, terutama ketika ia mengundurkan diri di tahun pertama
dan kedua, di mana dana peserta hangus karena belum memiliki nilai tunai.
11.
Dari Segi Sumber Pembayaran Klaim
Dalam asuransi
syariah, sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabrru’, yaitu
rekening dana tolong-menolong dari seluruh peserta yang sejak awal sudah
diakadkan dengan ikhlas oleh meraka untuk keperluan saudara-saudaranya, apabila
ada yang meninggal dunia atau mendapat musibah.
Sedangkan pada
asuransi konvensional, sumber pembayaran klaim berasal dari rekening
perusahaan, yang sifatnya murni bisnis, dan tidak ada nuansa spiritual yang
melandasinya. Klaim yang dibayarkan perusahaan adalah bagian bagian dari
kewajiban timbal balik yang diatur dalam perjanjian asuransi, yaitu peserta
berkewajiban membayar premi sebagai tertanggung dan perusahaan berkewajiban
untuk membayara klaim sebagai penanggung, apabila peserta mengalami musibah
atau telah jatuh tempo.
12.
Dari Segi Keuntungan (Profit)
Dalam asuransi
syariah, profit (laba) untuk asuransi kerugian, yang diperoleh dari surplus
underwriting, komisi reasuransi dan hasil investasi, bukan seluruhnya
menjadi milik perusahaan, melainkan dilakukan bagi hasil antara perusahaan
dengan peserta, sebagaimana yang telah diakadkan di awal ketika baru masuk
asuransi syariah.
Pada asuransi
konvensioanal, keuntungan yang diproleh dari surplus underwriting,
komisi reasuransi, dan hasil investasi, dalam satu tahun (untuk asuransi
kerugian) adalah keuntungan perusahaan, dan menjadi milik perusahaan.
Sumber bacaan:
Sula, Muhammad
Syakir, Asuransi Syariah, Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema
Insani, 2004).
Muslich, Ahmad
Wardi, Fiqh Muamalat – Ed. I, Cet. II, (Jakarta: Amzah, 2013).