Bersedekah, tidak semua waktu dan kondisi pelaksanaannya sesuai dan
utama dihadapan Allah SWT. Ketika kita masih berusia muda, masih energik dan
berambisi maju tentunya memiliki nilai bersedekah lebih utama di sisi Allah dibandingkan
ketika kita bersedekah tapi telah lanjut usia, dan sakit-sakitan, apalagi yang
sudah menjelang ajal menjemput.
Dalam sebuah hadits terdapat penjelasan Rasulullah saw mengenai
aktifitas bersedekah: Seseorang bertanya kepada Nabi saw.: “Wahai Rasulullah,
sedekah apakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Kau bersedekah ketika kau
masih dalam keadaan sehat lagi loba, kau sangat ingin menjadi kaya, dan
khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai dikerongkongan, kau
baru berpesan: “Untuk si Fulan sekian, dan untuk si Fulan sekian.” Padahal
harta itu sudah menjadi hak si Fulan (ahli waris).” (HR. Bukhari).
Dalam hadits tersebut, kita temukan ada tiga kondisi besedekah yang
utama, yaitu:
Pertama, bersedekah
saat kondisi kita dalam keadaan sehat lagi loba alias sangat berambisi dalam
mengejar keuntungan duniawi. Kondisi sepeti ini rata-rata saat masih muda dan
masa depan hidupnya masih dihiasi aneka ambisi untuk menjadi seorang yang
sukses, mungkin dalam karir atau bisnisnya. Dan saat seperti ini seseorang akan
merasakan keengganan bersedekah karena potensi harta yang ia miliki ingin ia
pusatkan dan curahkan untuk modal dalam mensukseskan berbagai ambisinya.
Ia akan berkata ke dalam dirinya bahwa jika ia bersedekah saat itu
maka sedekahnya masih terlalu sedikit, lebih baik ditunda dulu bersedekah
hingga nanti setelah sukses bisa bersedekah dalam jumlah yang “signifikan” alias banyak. Dengan dalih masih
dalam tahap investasi, maka ia akan selalu menunda dan menunda niat
bersedekahnya dari sebagian harta yang ia miliki. Karena itu setiap ia memiliki
kelebihan harta sedikit saja, ia akan segera menyalurkan ke pos investasinya.
Akhirnya ia tidak kunjung pernah mengeluarkan sedekah selama masih dalam masa
investasi tersebut.
Kedua, bersedekah ketika
kondisi dalam keadaan sedang sangat ingin menjadi kaya. Pada kondisi tersebut
bersedekah merupakan sesuatu yang sangat sulit dilakukan, karena si empunya
uang akan merasa sayang untuk bersedekah. Rupiah demi rupiah yang dia kumpulkan
untuk menumpuk kekayaannya. Setiap mau bersedekah selalu sayang untuk
mengurangi kekayaannya yang susah payah dia kumpulkan. Berinfaq dan sedekah
saat ini belum cukup katanya, karena kekayaannya takut berkurang. Setiap mau
besedekah selalu dia tunda, yang pada akhirnya lupa untuk melaksanakannya.
Pada saat itu ada rasa pelit yang mucul pada saat mau mengeluarkan
sedekah, sehingga bersedekah pada saat itu akan menjadi nilai yang lebih besar
pahalanya dibandingkan dengan kondisinya yang normal.
Ketiga, bersedekah
dalam keadaan khawatir menjadi miskin. Tidak jarang seseorang yang akan
bersedekah dalam kondisi ini mendapat bisikan dalam hatinya, yang
menganjurkannya untuk tidak bersedekah atau tidak terlalu banyak memberi. Hal
itu dengan alasan untuk memperoleh rasa aman dalam bidang materi menyangkut
masa depan diri dan keluarganya di masa mendatang. Sering bisikan ini
mengakibatkan seseorang tidak jadi bersedekah atau mengurangi jumlah materi
yang akan disedekahkan. Yang paling berperan dalam membisikkan rasa takut akan
kemiskinan dalam bersedekah adalah “setan”. Setan sering membisikkan
dalam hati manusia, “Jangan bersedekah, jangan menyumbang, hartamu akan
berkurang, padahal engkau memerlukan harta itu. Jika kamu menyumbang, kamu akan
terpuruk dalam kemiskinan.”
Sebenarnya, ia sadar bahwa jika Allah kehendaki, maka mungkin
sekali dirinya menjadi kaya atau menjadi miskin, itu terserah Allah. Yang pasti
keadaan apapun yag dialaminya tidak mempengaruhi sedikitpun kebiasaannya
bersedekah. Dan apabila bersedekah dalam kondisi kebimbangan seperti halnya
kondisi di atas dan dia bisa melewati kondisi tersebut maka nilai pahala
sedekahnya akan sangat utama dibandingkan dengan kondisi orang yang bersedekah
dengan kondisi yang normal.
Sedangkan bila seseorang bersedekah dalam keadaan ia bebas memilih
antara mengeluarkan sedekah atau tidak, berarti ia lebih bermakna daripada
seseorang yang bersedekah ketika tidak ada pilihan lainnya kecuali harus
bersedekah. Itulah sebabnya Nabi saw lebih menghargai orang yang masih muda
lagi sehat bersedekah daripada orang yang sudah tua dan menjelang ajal baru
berfikir untuk bersedekah. (www.nuryandi.com/ad dakwah/)