Hidup manusia mengikuti sunnatullah. Ada kalanya gembira dengan
berbagai anugerah dan kenikmatan, ada kalanya susah dengan berbagai musibah dan
kegagalan. Manusia tidak selamanya sukses dan lancar dalam hidupnya, ada
kalanya gagal dan penuh dengan kesukaran. Semua itu, harus dihadapi dengan
kesadaran.
Allah SWT mengingatkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat
155-156, bahwa kesabaran melahirkan kegembiraan. “...... Dan berikanlah
berita gembiri kepada orang-orang yang sabar. Yaitu, orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”
Sementara, bagi manusia yang selalu berkeluh kesah, berburuk sangka
pada dirinya, orang lain, bahkan Tuhan, serta menghabiskan waktunya dengan
ratapan kesedihan maka dia akan merasakan waktu terasa lama, berputus asa, dan
jauh dari bahagia.
Seperti dikisahkan dalam sebuah cerita seorang anak yang
mengeluhkan kesulitan dan kerasnya hidup kepada ayahnya. Dia tidak tahu lagi
harus berbuat apa dan ingin menyerah saja. Harapan untuk bangkit telah hilang,
sementara catatan kesedihan memenuhi lembar kehidupannya. Ketika satu persoalan
belum juga terselesaikan, masalah lainnya telah muncul, silih berganti tiada
henti.
Tersebut, sang ayah hany tersenyum. Lalu, diajaknya sang anak itu
ke dapus bersamanya. Diambilnya tiga buah panci, diisinya masing-masing dengan
air dan meletakkanya di atas kompor yang menyala. Paca panci pertama, sang ayah
memasukkan wortel, yang kedua telur, dan yang ketiga beberapa biji kopi tumbuk.
Dibiarkannya air itu sampai mendidih.
Dalam masa menunggu itu, keduanya terdiam seribu bahasa, meski sang
anak sudah tidak sabar dan masih tidak paham juga dengan apa yang dilakukan
oleh ayahnya. Dua puluh menit kemudian, sang ayah mematikan api lalu mengambil
wortel dan meletakkannya di sebuah piring. Begitu pula telur pada panci kedua,
diambilnya dan diletakkannya di piring yang sama. Terakhir, ia menyaring kopi
dan meletakkannya di piring itu juga.
Tidak lama kemudian, sang ayah bertanya kepada anaknya, “Apa yang
kau lihat, nak?” “Wortel, telur, dan kopi,” jawab sang anak. Dimintanya sang
anak mendekat dan memegang wortel. Anak itu mengatakan, wortel itu terasa
lunak. Kemudian, sang ayak meminta anaknya mengupas telur, sang anak mengatakan
telur rebus itu kini terasa keras. Saat mencicipi kopi, sang anak tersenyum dan
bertanya, “Ayah, apa maksud semua ini?”
Ayahnya lalu menjelaskan bahwa setiap benda tadi telah mengalami
hal yang sama, yaitu direbus dalam air mendidih. Setelah direbus, ketiganya
berubah. Wortel yang semula keras, berubah menjadi lunak. Sebaliknya, telur
yang tadinya lunak dan mudah pecah, setelah direbus menjadi keras dan kokoh.
Sementara, biji kopi tumbuk berubah menjadi sangat unik, mengubah air yang
direbusnya.
“Maka, seperti apakah dirimu?” tanya sang ayah kepada anaknya.
“Saat kesulitan, kesusahan, dan kesedihan menimpamu, perubahan apa yang terjadi
pada dirimu? Apakah kau menjadi sebatang wortel, telur, ataukah biji kopi?”
Kisah di atas memberikan pelajaran bahwa seberapa besar sulitnya
kehidupan, sebagai orang beriman, kita harus dapat menghadapinya dengan penuh
kesabaran. Permasalahan hakikatnya batu ujian. Seberat apapun permasalahan yang
menghadang atau menimpa jangan menjadikan amal kebaikan berkurang. Setiap
persoalan yang dihadapi merupakan alat ukur kualitas kesabaran.
Bagi mereka yang bersabar, akan dibalas oleh Allah dengan martabat
yang tinggi. Sebagaimana dijelasakan dalam surah Al-Furqa ayat 75 yang artinya “Mereka
itulah yang dibalas dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran
mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya.”