Islam mengidentikkan jilbab bagi wanita sebagai pelindung. Yaitu
melindungi mereka dari berbagai bahaya yang muncul dari pihak laki-laki (Qs:
Al-Ahzab: 59), Artinya: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sebaliknya, Barat yang notabennya Yahudi dan Nasrani mengidentikkan
pakaian sebagai mode atau trend yang justru harus merangsang
pihak laki-laki sehingga mereka bisa menikmati keindahan tubuhnya lewat mode
pakaian yang dikenakannya. “Wanita Barat berprinsip: Keindahan tubuh adalah
anugerah, mengapa harus ditutup-tutupi?”.
Jika kedua pandangan ini digabungkan jelas sangat kontras dan tidak
akan ada kesesuaian. Maka jika ditelusuri lebih jauh, munculnya kudung gaul ini
sebagai akibat infiltrasi atau perembasan budaya pakaian Barat terhadap
generasi muda-mudi Islam. Namun yang menjadi tanda tanya besar, mengapa hal ini
bisa terjadi? Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor di bawah ini:
Pertama: maraknya
tanyangan televisi maupun bacaan yang terlalu berkiblat ke mode Barat. Faktor
ini adalah yang paling dominan. Betapa tidak, semenjak menjamurnya televisi
dengan persaingan merebut pemirsa dan dibukanya kran kebebasan pers sehingga
menjamurnya berbagai tabloid yang mengumbar mode buka-bukaan ala Barat
menyebabkan munculnya peniruan di kalangan generasi muda-mudi Islam. Akibat
lebih jauh, muncullah gaya berjilbab yang sesungguhnya telanjang yaitu kudung
gaul.
Kedua: minimnya
pengetahuan anak terhadap nilai-nilai Islam sebagai akibat dikuranginya jam
pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Faktor ini merupakan realitas yang
menyakitkan. Betapa di negara mayoritas Islam yang seharusnya syari’at Islam
dijunjung tinggi, tapi kenyataannya justru dipinggirkan. Akibatnya, generasi
muda-mudi Islam semakin jauh dari Islam dan kehilangan arah dalam menentukan
sikap termasuk cara berpakaian.
Ketiga: kegagalan
fungsi keluarga. Munculnya fenomena kudung gaul ini secara tidak langsung
menggambarkan kegagalan fungsi keluarga sebagai kontrol terhadap gerak langkah
anak-anak muda. Para orang tua telah gagal memberikan pendidikan agama yang
benar. Parahnya, orang tua sendiri cenderung terbawa arus modern, terbukti
kudung gaul ini kini telah merambah juga para orang tua dengan dalih yang sama
dengan para remaja; ikut mode.
Saat ini, rumah kaum muslimin telah bergeser fungsi dari lembaga
pendidikan informal, tempat mendidik putra-putrinya menjadi anah shaleh dan
shalehah, menjadi bioskop, restoran atau hotel. Rumah tak ubahnya seperti
bioskop, sekedar tempat orang tua dan anak-anaknya menyaksikan siaran televisi.
Rumah tak ubahnya sebagai hotel, hanya sekedar tempat tidur dan tak ubahnya
sebagai restoran hanya sekedar tempat makan. Sementara itu ruh dari rumah itu
sendiri yaitu pendidikan akhlak dan aqidah sudah sangat diberikan di rumah.
Akibatnya, ketika anak keluar rumah, tak ubahnya sosok kuda yang kehilangan
kendali.
Keempat: peran para
perancang pakaian yang tidak memahami dengan benar prinsip pakain Islam.
Kelima: munculnya para
mu’allaf di kalangan artis atau artis yang baru mengenakan kerudung. Artis di
era modern tidak ubahnya seorang Nabi yang segala tingkah laku dan ucapannya
menjadi “teladan” bagi penggemarnya. Ketika sang artis masuk Islam (mu’allaf)
dengan menggunakan kerudung apa adanya, banyak penggemar yang ikut-ikutan meniru
gaya artis tersebut. Atau di era reformasi ini banyak artis ternama yang
mengenakan jilbab, namun tetap berpakaian ketat. Banyak penggemarnya yang
ikut-ikutan meniru gaya berjilbabnya. Mereka yang berpakaian ala artis itu
dianggapnya remaja gaul. Istilah “kudung gaul” akhirnya menjadi trend.
Dari lima sebab di atas dapat disimpulkan bahwa dunia Islam,
khususnya di Indonesia telah dilanda degradasi moral yang terjadi secara
berkesinambungan. Generasi muda dicekcoki dengan tontonan instan SKH (seks, kekerasan
dan horor). Akibatnya mereka kian permisif dan emosional. Berbagai kekerasan
dan seks bebas pun melanda, kudung gaul dalam hal ini sebagai imbas dari semua
itu.