Zakat merupakan
suatu kewajiban bagi umat Islam yang digunakan untuk membantu masyarakat lain,
menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas,
sehingga dengan adanya zakat umat Islam tidak ada yang tertindas karena zakat
dapat menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu, zakat
sebagai salah satu instrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi untuk
menbangkitkan bangsa dari keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah yang
diwajibkan bagi orang-orang Islam, namun diperuntukan bagi kepentingan seluruh
masyarakat.
Zakat merupakan suatu ibadah yang
dipergunakan untuk kemaslahatan umat sehingga dengan adanya zakat (baik zakat
fitrah maupun zakat maal) kita dapat mempererat tali silaturahmi dengan sesama
umat Islam maupun dengan umat lain.
Oleh karena itu kesadaran untuk
menunaikan zakat bagi umat Islam harus ditingkatkan baik dalam menunaikan zakat
fitrah yang hanya setahun sekali pada bulan ramadhan, maupun zakat maal yang
seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan zakat dalam yang telah ditetapkan
baik harta, hewan ternak, emas, perak dan sebagainya.
Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah. Dan menurut
syari’at berarti sedekah wajib dari sebagian harta. Sebab dengan mengeluarkan
zakat, maka pelakunya akan tumbuh mendapat kedudukan
tinggi di sisi Allah SWT dan menjadi orang yang suci serta
disucikan. Juga bisa berarti berkah, bersih, suci, subur, dan berkembang maju.
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita sebagai umat muslim telah diwajibkan
oleh Allah SWT untuk mengeluarkan zakat, seperti firman Allah SWT “Dan
dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu
diberi rahmat”. (QS An-Nur 56).
Tetapi ada juga pengertian yang menarik mengenai zakat ini, yaitu
pengertian secara bathiniah:
1.
Menyucikan diri dari sifat kebakhilan.
Sebab kebakhilan termasuk dalam muhlikat
(sifat-sifat yang menjerumuskan ke dalam kebinasaan). Firman Allah SWT, “Ambillah
zakat dari sebagian harta meraka. Dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi
ketentraman mereka dan Allah Maha mendengar lagi mengetahui.” (QS. At
Taubah: 103)
2.
Mensyukuri Ni’mat.
3.
Mengikis sifat kebakhilan dari dalam hati serta
memperlemah kecintaan kepada harta. Firman Allah SWT, “Sekali-kali janganlah
orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu buruk bagi mereka.”(Q.S. Ali Imran : 180).
4.
Menganjurkan secara tidak langsung kepada orang
lain untuk berzakat atau bersedekah juga.
5.
Mempererat hubungan antara si kaya dan si
miskin.
Zakat disyari’atkan pada tahun kedua hijriyah dekat dengan waktu
disyari’atkannya puasa Ramadhan. Zakat ini merupakan suatu kewajiban dan bagian
dari rukun Islam. Hal ini tidak bisa diragukan lagi karena telah terdapat
berbagai dalil dari Al Qur’an, As Sunnah, dan ijma’ (kata sepakat ulama).
Dalil yang menyatakan wajibnya zakat di antaranya terdapat dalam ayat,
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” (QS. Al Baqarah: 43).
Perintah zakat ini
berulang di dalam Al Qur’an dalam berbagai ayat sampai berulang hingga 32 kali. Begitu pula dalam hadits ditunjukkan mengenai wajibnya
melalui hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ
الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya: “Islam dibangun di
atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak
disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat;
menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
Begitu juga dalam sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memerintahkan pada Mu’adz yang
ingin berdakwah ke Yaman,
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ
عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ
عَلَى فُقَرَائِهِمْ
Artinya: “… Jika mereka
telah mentaati engkau (untuk mentauhidkan Allah dan menunaikan shalat ), maka
ajarilah mereka sedekah (zakat) yang diwajibkan atas mereka di mana zakat
tersebut diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan kemudian disebar
kembali oleh orang miskin di antara mereka”
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah
berkata, “Zakat adalah suatu kepastian dalam syari’at Islam, sehingga tidak
perlu lagi kita bersusah payah mendatangkan dalil-dalil untuk membuktikannya.
Para ulama hanya berselisih pendapat dalam hal perinciannya. Adapun hukum
asalnya telah disepakati bahwa zakat itu wajib, sehingga barang siapa yang
mengingkarinya, ia menjadi kafir.”
Perlu diketahui bahwa
istilah zakat dan sedekah dalam syari’at Islam memiliki makna yang sama.
Keduanya terbagi menjadi dua: (1) wajib, dan (2) sunnah. Adapun anggapan
sebagian masyarakat bahwa zakat adalah yang hukum, sedangkan sedekah adalah
yang sunnah, maka itu adalah anggapan yang tidak berdasarkan kepada dalil yang
benar nan kuat.
Ibnul ‘Arobi rahimahullah
mengatakan, “Zakat itu digunakan untuk istilah sedekah yang wajib, yang
sunnah, untuk nafkah, kewajiban dan pemaafan.”
Secara garis besar ada dua macam yaitu zakat harta benda
atau maal dan zakat fitrah. Ulama madzhab sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan
zakat kecuali dengan niat.
a.
Zakat Maal
Maal
sendiri menurut bahasa berarti harta. Jadi, zakat maal yaitu zakat yang harus
dikeluarkan setiap umat muslim terhadap harta yang dimiliki, yang telah
memenuhi syarat, haul, dan nishabnya. Dan
syarat-syaratnya diantaranya:
Pertama,
menurut Imamiyah syaratnya adalah baligh dan berakal. Jadi, orang gila dan
anak-anak tidak wajib mengeluarkan zakat. Kalau dalam madzhab Syafi’i, berakal
dan baligh tidak menjadi syarat. Bahkan orang gila dan anak-anak, wali mereka
harus yang mengeluarkan zakat atas nama mereka.
Kedua,
menurut madzhab Syafi’i, syarat wajib zakat yang kedua adalah muslim. Sedangkan
menurut Imamiyah, disandarkan pada manusia baik muslim maupun non-muslim.
Ketiga,
syarat berikutnya yaitu milik penuh. Disini berarti orang yang mempunyai harta
itu menguasai sepenuhnya terhadap harta bendanya, dan dapat mengeluarkan
sekehendaknya. Maka harta yang hilang tidak wajib dizakati, juga harta yang
dirampas atau dibajak dari pemiliknya, sekalipun tetap menjadi miliknya.
Keempat,
cukup satu tahun berdasarkan hitungan tahun qomariyah untuk selain biji-bijian,
buah-buahan, dan barang-barang tambang.
Kelima,
sampai kepada nishab (ketentuan wajib zakat) ketika harus mengeluarkan.
Setiap harta yang wajib dizakati jumlah yang harus dikeluarkan berbeda-beda dan
keterangan lebih rinci akan dijelaskan nanti.
Keenam,
orang yang punya utang, dan dia mempunyai harta yang sudah mencapai nishab.
Menurut Imamiyah dan Syafi’i, jika berhutang maka harus tetap wajib
mengeluarkan zakat. Menurut Hambali harus melunasi hutangnya terlebih dahulu.
Menurut Maliki, jika berhutang tetapi memiliki emas dan perak maka harus
melunasi hutang terlebih dahulu. Dan jika yang dimiliki selain emas dan perak
maka tetap wajib zakat. Dan menurut Hanafi, jika berhutang dimana utangnya itu
menjadi hak Allah untuk dilakukan oleh seorang manusia dan manusia lain tidak
menuntutnya seperti haji dan kifarat-kifaratnya, maka tetap harus berzakat.
Tetapi jika berhutangnya itu untuk manusia dan Allah, serta manusia memiliki
tuntutan atau tanggung jawab untuk melunasinya, maka tidak wajib mengeluarkan
zakat kecuali zakat tanaman dan buah-buahan.
Ulama
madzhab sepakat bahwa zakat itu tidak diwajibkan untuk barang-barang hiasan dan
juga untuk tempat tinggal seperti rumah, pakaian, alat-alat rumah, kendaraan,
senjata dan lain sebagainya yang menjadi kebutuhan seperti alat-alat,
buku-buku, dan perabot-perabot. Lalu kemudian Imamiyah juga mengatakan harta
benda yang sudah dicairkan ke dalam emas dan perak tidak wajib dizakati.
b.
Zakat Fitrah
Zakat
fitrah disini berarti juga zakat badan atau tubuh kita. Setiap menjelang Idul
Fitri orang Islam diwajibkan membayar zakat fitrah sebanyak 2,5 kg dari jenis
makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Hal ini ditegaskan dalam hadist dari Ibnu
Umar, katanya “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah, berbuka bulan
Ramadhan, sebanyak satu sha’ tamar atau gandum atas setiap muslim merdeka atau
hamba, lelaki atau perempuan.“(H.R. Bukhari).
Demikianlah penjelasan singkat
tentang zakat, mudah-mudahan bermanfaat, dan bisa membangkitkan semangat kita
untuk menunaikan zakat sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah SWT.
”