Sejauh apapun manusia mengembara, mencari titik paling Bahagia, mencari
arti ketenangan yang sesungguhnya, tetap saja tidak akan pernah ia temukan hal
itu jika sesuatu yang bergejolak di dalam hatinya masih tertahan pada seseorang
yang pernha menggoreskan kenangan indah sekaligus derita di dalam hidupnya.
Jauh jalan ditempuh, Panjang jarak terbentang. Namun, tetap saja tidak
akan pernah benar-benar bisa pulihkan pilu yang sudah lama menyesakkan dada.
Memang begitulah jalannya, tidak akan pernah dapat dipisahkan antara diri dari
hal-hal yang mengguncangkan jiwa.
Sepatah kalimat yang tidak asing “hadirnya tiba-tiba, hilangnya
menyisahkan luka”.
Putaran waktu telah berlalu, berhari-hari, berbulan-bulan,
bertahun-tahun, tapi masih saja berdiri di tempat yang sama. Berharap ia
kembali, menyemai rasa yang hampir saja mati, walaupun itu tidak akan pernah
terjadi. Terkadang juga sadar akan harapan yang sia-sia, namun terasa sulit
untuk menghindari harapan yang selalu membayang dalam setiap langkah kehidupan.
Sekuat apapun diri ini, mencoba untuk menghapus memori tentangnya,
ternyata itu tidak banyak membantu, ingantan-ingatan itu justru semakin jelas
keberadaannya. Menyerang bertubi-tubi, menghancurkan keutuhan hati, hingga
terasa hampa diri ini menghadapi duka nestapa yang tiada henti.
Nafas yang terengah tidur yang tidak terlelap, semangat yang menguap. Patah
hati selalu menjadi romansa paling sedih sepanjang sejarah.
Perasaan yang tidak berbalas, perasan yang tidak terungkap, perasaan yang
dikhianati, meruapakan kerumitan yang harus dihadapi seorang diri. Ungkapan
bermunculan “kita sudah berkorban terlalu banyak?” …
Pekerjaan hancur, pendidikan berantakan, kian jauh dari keluarga hidup
yang tiada hidup lagi. Hanya karena seseorang yang tidak ada di sini lagi.
Meskipun sejuta kata indah terangkai, barangkali tiak akan pernah bisa
seutuhnya meredam segala kesedihan yang dirasakan, tapi paling tidak, semoga
diri ini jadi mengerti akan adanya sesuatu yang harus dituju, sesuatu yang
lebih berharga, sesuatu yang lebih abadi, di depan atau di masa yang akan
datang.
Jika rasa ini membuat diri menderita, makan jangan berhenti hanya di satu
titik, harus terus melangkah, harus terus berjalan, sampai diri ini tahu benar
bagaimana ujung dari semua nestapa ini. “Diri ini sudah merintih terlalu
lama, sudah saatnya bangkitkan semangat untuk menyelesaikan apa yang seharusnya
tidak pernah dimulai”
Menyelam yang dalam seorang diri, sambil menikmati duka paling derita,
menuju puncak tertinggi dalam mencintai dengan mengikhlaskannya pergi.