“Lakukan Seperti yang Saya Lakukan” Bukan “Lakukan Seperti yang
Saya Katakana”
Generasi yang berakhlak dihasilkan oleh guru, sehigga guru memiliki
tanggung jawab besar untuk mencetak generasi tersebut. Peran keteladanan guru
merupakan jantung dan jiwa dalam mencetak generasi yang memiliki akhlak yang
mulia. Sebuah keteladanan perlu diajarkan melalui sudut pandang “lakukan
seperti yang saya lakukan” bukan “lakukan seperti yang saya katakan”. Keteladanan
guru bukan sekadar sebagai contoh bagi siswa, melainkan juga sebagai penguat
moral bagi siswa dalam bersikap dan berperilaku. Keteladanan guru secara
langsung mempengaruhi perkembangan akhlak siswa dan juga memiliki hubungan
timbal balik. Apabila guru menjadi teladan yang baik bagi siswa, maka akan membentuk
kepribadian yang baik pula pada siswa. Begitu juga sebaliknya apabila guru
melakukan hal-hal yang tercela, maka siswa akan lebih mudah mencontoh hal
tersebut. Dalam peribahasa “satu teladan lebih baik dari seribu nasehat” hal
ini menunjukkan betapa pentingnya keteladan guru.
Guru harus memiliki sikap yang baik dan harus memiliki nilai-nilai
kehidupan yang baik pula. Guru mengajarkan tentang sikap yang baik yang harus
dilaksanakan dan sikap yang tidak baik harus dihindari. Guru harus bertindak
sebagai teman sekaligus sumber ilmu
pengetahuan, tidak hanya sebagai sumber informasi namun juga sebagai pembimbing
dan pendidik yang baik. Guru harus mampu menjadi teladan/contoh yang baik bagi siswa,
karena siswa belajar dengan mengamati dan mencontoh guru. Lebih dari itu siswa
belajar dari apa yang dikatakan guru juga apa yang dilakukan, pengetahuan, dan
sikap yang ditampilkan.
Rasulullah SAW bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ
أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ
عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ
يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memulai
mengerjakan perbuatan baik dalam Islam (sehingga menjadi kebiasaan ummat), maka
dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu,
tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai
kebiasaan buruk (sehingga menjadi kebiasaan ummat), maka dia akan mendapatkan
dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka
sedikit pun.” (HR Bukhari Muslim dari Jarir ra).
Kedudukan guru sebagai pendidik tidak dapat dilepaskan dari guru
sebagai pribadi. Kepribadian guru sangat mempengaruhi peranannya sebagai
pendidik dan pembimbing. Guru mendidik dan membimbing para peserta didik tidak
hanya dengan bahan yang disampaikan atau metode-metode penyampaian yang digunakannya,
tetapi dengan seluruh kepribadian yang melekat dalam diri guru. Dalam mendidika
dan membimbing dapat dilakukan secara formal tetapi juga dapat dilakukan secara
informal dalam bentuk interaksi yang tidak hanya diajarkan tetapi juga
ditularkan.
Pada dasarnya guru merupakan panutan yang harus dapat memberikan
teladan atau contoh yang baik dalam bertindak, bersikap, dan bernalar baik, bahkan
harus menunjukkan sebagai guru yang berkarakter Islami (karakter yang dimiliki oleh Rasulullah SAW)
yaitu: sidiq, amanah, fathanah, dan tabligh. Sidiq artinya jujur, amanah artinya
dapat dipercaya, fathanah artinya pandai atau cerdas, dan tabligh artinya menyampaikan.”
Karakter pertama sidiq. Sidiq artinya
jujur dan berkata benar. Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإِ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا
بِجَهَٰلَةِ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat: 6).
Ayat tersebut mengingatkan kita bahwasanya sekarang di dunia yang
serba cepat akan serbuan informasi hendaknya pilah-pilih informasi yang benar
serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jangan terburu-buru membagikan
informasi yang diterima. Sebab bisa jadi informasi yang kita sebarkan sebelum
mengecek terlebih dahulu ialah informasi yang bersifat kebohongan.”
Karakter kedua amanah. Amanah yang
berarti dapat dipercaya. Sebagaimana dalam sebuah hadis Nabi bersabda:
“Tidaklah sempurna iman seseorang yang tidak menjaga amanah” (H.R. Ahmad). Allah
SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا
تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ
تَعۡلَمُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Anfal: 27).
Karakter ketiga fathanah. Fathanah
berarti pandai atau cerdas. Pandai dalam hal duniawi memanglah sangat
dianjurkan. Karena kita hidup memerlukan harta. Namun, perlu diketahui
bahwasanya seorang muslim yang cerdas tidak cukup dengan memiliki banyak harta
saja. Mengenai muslim yang cerdas, Nabi mengatakan dalam sebuah hadits: “Orang
yang paling banyak dalam mengingat kematian dan paling siap menghadapinya.
Merekalah yang paling cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan di dunia
dan kehormatan di akhirat (H.R. At-Tirmidzi).
Karakter keempat tabligh. Tabligh
artinya menyampaikan. Yang dimaksud menyampaikan adalah memberikan pemahaman
kepada orang-orang mengenai kebaikan. Sebab hal ini sesuai dengan perintah Nabi
dalam H.R. Ahmad yang artinya: “Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu
kebaikan, maka ia akan mendapatkan ganjaran pahala sebagaimana orang yang
melakukan kebaikan itu.”