Guru
sudah berusaha, tapi tidak cukup sendiri. Guru setiap hari mengajarkan
nilai-nilai baik seperti disiplin, tanggung jawab, kerja sama, dan kejujuran. Tapi
sekuat apa pun usaha di sekolah, itu semua tidak akan tumbuh tanpa dukungan
dari rumah. Anak bisa bingung jika pesan dari sekolah dan di rumah
bertentangan, salah satu contoh yang paling sederhana:
1.
Di sekolah tidak perbolehkan berkata
kasar, di rumah mendengar teriakan kasar;
2.
Di sekolah diajarkan tanggung jawab,
di rumah dibela saat salah.
Dua contoh
sederhana di atas, terlihat sepele dan biasa saja, namun justru memiliki dampak
yang luar biasa yang dapat mempengaruhi sikap dan karakter anak karena itu tidak
heran jika banyak nilai baik “terputus” sebelum jadi kebiasaan.
Seiring
berjalannya waktu, berkembangnya zaman dan teknologi yang maju, tidak dapat
dipungkiri bahwa pendidikan yang seharusnya mampu mengontrol tapi justru
pendidikan yang dikontrol. Hal ini seharusnya menjadi pusat perhatian kita
semua agar nilai-nilai pendidikan yang baik dapat tersambung kepada anak
sehingga muncul dan tertanam nilai-nilai baik yang menjadi kebiasaan.
Anak Belajar
Dari Apa Yang Dilihat
Anak
bukan hanya pendengar, tapi peniru ulung. Apa yang dilakukan orang tua jauh
lebih berpengaruh daripada apa yang mereka katakan. Saat rumah tidak ikut
menyiram, maka inilah yang terjadi:
1.
Anak kehilangan arah;
2.
Nilai yang ditanam guru tidak bertumbuh;
3.
Anak merasa tidak perlu menghargai
proses belajar.
Bukan
karena anak nakal, tapi karena bingung mana harus diikuti. Kenapa demikian? Karena
suasana di sekolah sangat bertentangan jauh dengan di rumah, sementara orang
tua yang seharusnya mampu menunjukkan mana yang terbaik buat anak selama di
rumah justru mengabaikan begitu saja. Orang tua harus mampu menyesuaikan dan
menciptakan lingkungan keluarga dengan pendidikan yang didapat anak selama di sekolah.
Hal ini bukan berarti orang tua menjadikan suasana di rumah seperti suasana di
sekolah, akan tetapi orang tua harus memberikan contoh yang baik bagi anak.
Pendidikan Butuh
Dua Sayap: Sekolah dan Rumah
Guru
dan orang tua harus jadi mitra yang saling melengkapi. Jika hanya satu pihak
yang mendidik, anak akan akan tumbuh pincang. Orang tua tidak harus mendidik
dan mengajar layaknya guru di sekolah, akan tetapi peran baik orang tua selama
di rumah itulah yang harus ditanamkan kepada anak, berikut salah satu peran
yang bisa dilakukan:
1.
Menyimak cerita anak tentang
sekolah;
2.
Menghargai proses, bukan sekedar
nilai;
3.
Bertanya kepada guru tentang
perkembangan anak;
4.
Memberi teladan sikap yang konsisten
di rumah.
Tanpa
kolaborasi, pendidikan akan jadi setengah jalan. Kolaborasi antara sekolah dan
rumah bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Dapat dibayangkan
jika salah satu sisi mata uang ada yang rusak maka mata uang tersebut tidak aka
ada nilainya. Begitu pula jika hanya guru yang berperan dalam pendidikan anak sementara orang tua
tidak ikut berperan maka yang terjadi, pendidikan anak berpotensi mudah
dipengaruhi oleh kebiasaan buruk.
Anak Butuh
Disemai Dan Disiram
Anak
bukan hanya butuh ilmu, tapi juga butuh perhatian, konsistensi, dan dukungan
dari orang terdekatnya. Guru menanam ilmu dan karakter, orang tua menyiramnya
agar tumbuh jadi kepribadian kuat. Kalau hanya satu yang bekerja, apa jadinya
anak-anak kita? Bisa tumbuh, tapi bisa juga layu dalam diam. Maka selogan “Guru
Menanam Orang Tua Menyiram” harus menjadi motivasi bagi guru dan orang tua
dalam mendidik anak.