A. BERPIKIR FILOSOFIS TENTANG HAKIKAT SESUATU
Tidak
sedikit orang yang mempelajari filsafat berakhir dengan kejenuhan dan
kebingungan. Ada yang berpendapat bahwa setelah merasakan bingung berarti
tujuan filsafat telah tercapai. Padahal, tidak demikian, kalau soal menjadi
bingung dan jenuh, bagi orang yang ngeri dengan matematika dan bahasa inggris
juaga sering mendapatkan kebingungan dan kejenuhan. Akar permasalahannya bukan
terdapat pada filsafat, matematika, bahasa inggris, dan lainnya, tetapi lebih
pada ekspresi dan menikmati objek kajian yang dihadapi. Apabila mempelajari
filsafat diiringi dengan seni dan strategi yang cantik dalam menikmatinya, kita
akan terbawa pada kenikmatan logika dan tata pikir yang luar biasa, karena
dengan filsafat, kita akan menemukan suatu jawaban bahwa tidak ada sesuatu yang
tidak mungkin, semua memungkinkan dalam menciptakan berbagai kemungkinan.
Segala
sesuatu memiliki hakikat dan hakikat segala sesuatu adalah sesuatu itu sendiri.
Logika fenomenologis inilah yang didambakan oleh setiap orang yang bergaul
dengan filsafat. Objek yang ada dan yang mungkin ada adalah bahasa tentang
keberadaan segala yang ada, baik ada karena kasat mata atau mata tidak memiliki
kemungkinan untuk melihatnya sehingga dibutuhkan media dan alat yang
menunjangnya.
Memahami
segala sesuatu secara filosofis artinya mengerti tentang segala yang ada dan
yang mungkin ada, baik sebagai objek forma maupun objek materia. Jika benar
filsafat sebagai mother of sience, maka semua ilmu merupakan anak cucu
filsafat, tetapi ada yang berpendapat bahwa mother of sience itu adalah
sejarah, sehingga manusia dengan segala tingkah polah dan penemuannya berawal
dari sejarah dirinya sendiri.
Muatan
filosofis yang terkandung dalam filsafat hukum Islam bertumpu pada empat tujuan
mendasar yaitu:
1. Agar
landasan filosofis hukum Islam yang berkaitan dengan aspek ubudiyah,
muamalah, siyasah, dan jinayah dapat dipahami secara mendalam.
2. Semua
aspek yang berkaitan dengan hukum Islam hakikatnya ditemukan melalui pemahaman
ontologis.
3. Asal-muasal
hukum Islam secara epistimologis dapat dilukisjelaskan secara rasional,
sistematis dan radikal.
4. Fungsionalisme
hukum Islam secara pragmatis maupun realitas merupakan bagian dari perilaku
umat Islam yang menjalankan kaidah-kaidah normatif dalam hukum Islam.
B. PENGERTIAN FILSAFAT DAN KARAKTERISTIKNYA
Para
filosof berbeda-beda dalam memberikan definisi filsafat, seolah-olah batasan
filsafat masih kabur atau terlampau luas. Oleh karena itu perlu ditelaah
berkaitan dengan metode para filosof dalam memberikan pengertian tentang
filsafat. Alex Lanur OEM (1989:14) menegaskan bahwa pengertian merupakan unsur
dari keputusan sebagai kegiatan akal budi yang pertama yang menangkap sesuatu
sebagaaimana adanya. Oleh karena itu, menangkap sesuatu adalah mengerti
terhadap sesuatu. Mengerti berarti menangkap inti sesuatu. Inti sesuatu dalam
dibentuk oleh akal budi. Yang dibentuk adalah suatu gambaran yang ideal atau
suatu konsep tentang sesuatu. Karena itu, pengertian adalah suatu gambar akal
budi yang abstrak, yang batiniah, tentang inti sesuatu.
Ada
beberapa peraturan yang perlu ditepati utnuk suatu definisi, aturan-aturan itu
ialah:
·
Definisi harus
dapat dibolak-balikkan dengan hal yang didefinisikannya.
·
Definisi tidak
boleh negatif, kalau dapat dirumuskan secara positif.
·
Objek yang
didefinisikan tidak boleh masuk pada definisi itu sendiri. Kalau hal itu
terjadi, akan terbentuk definisi yang berputar-putar.
·
Definisi tidak
boleh dinyatakan dengan bahasa yang kabur, kiasan atau memiliki makna ganda.
Dalam
Dictionary of Philosophy, filasafat berasal dari dua kata yakni philos
dan sophia. Philos artinya cinta, sedangkan sophia artinya
kebijaksanaan. Philosophy of love wisdom, filsafat sebagai pemikiran
mendalam melalui cinta dan kebijaksaan. Sedangkan menurut istilah filsafat
adalah ilmu yang membahas semua pengetahuan secara komprohensip, koheran yang
mencakup seluruh pengetahuan itu.
Sedangkan
karakteristik filsafat itu sendiri adalah:
·
Analisis
·
Kritis
·
Sistematis
·
Radikal