Peristiwa
runtuhnya gedung Worl Trade Centre (WTC) 11 September 2001 hingga kini
menyimpan banyak rahasia yang tidak mudah terkuak di kalangan para penduduk
dunia. Gerak langkah balasan dan kecongkakan Amerika yang membabi-buta, menambah
rumitnya suatu permasalahan yang timbul pasca 11 September 2001. Banyak terjadi
perbedaan pandangan di antara kalangan individu dan kelompok aktivis menjadi
bervariasi dalam mensikapi peristiwa tersebut bahkan di kalangan umat Islam
sendiri telah terjadi perbedaan cara mensikapi peristiwa maupun pasca peristiwa
tersebut. Sebagian orang dan kalangan mengutuk para pelaku teror gedung WTC,
sebagian yang lain justru bersyukur dan tertawa atas kejadian peristiwa
tersebut. Sebagian yang lain lagi memprediksikan semua peristiwa itu tiada lain
adalah skenario Amerika sebagai pembuka jalan untuk merealisasikan ambisinya
menumbangkan pemerintahan Taliban.
Penggunaan
kata “Teroris” terus dikumandangkan oleh pihak Amerika demi
pembenaran langkah-langkah yang mereka lakukan terhadap umat Islam pada
khususnya, serta pembodohan massal terhadap penduduk dunia pada umumnya.
Gempuran demi gempuran yang dilancarkan, bukan hanya melukai umat Islam namun
juga merupakan upaya pemusnahan umat manusia sedikit demi sedikit dari muka
bumi. Dengan dalih perang terorisme, Amerika meletakkan dirinya atau
memposisikan dirinya sebagai “Polisi Dunia”. Untuk itulah tidak
menutup kemungkinan telah lahir dajjal yunior di kantong-kantong penduduk
Amerika yang dengan sengaja menciptakan kerusakan demi kerusakan di muka bumi
dan merekalah teroris-teroris yang patut diperangi oleh penduduk dunia.
Pada
dasarnya, pembicaraan mengenai peristiwa 11 September 2001, tidak lepas dengan
struktur dan kultur masyarakat Afghanistan, khususnya rakyat Taliban.
Pemerintahan Taliban dengan gigih berupaya menerapkan syari’at Islam di
kalangan rakyatnya secara utuh dan murni.
Islam
tidak mengajarkan adanya pembagian kelompok seperti Islam radikal,
fundamentalis, teroris, maupun Islam muderat. Bahkan umat Islam yang berpegang
teguh terhadap Al-qur’an dan As-sunnah, yang murni dan bersih dari
pengaruh-pengaruh dari pemikiran kafir adalah umat yang satu dan tidak
terkotak-kotak. Kebersamaan dan kesatuan umat Islam adalah salah satu perintah
Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu, penyebutan terhadap umat Islam yang
berjihad demi terlaksananya syari’at Islam di muka bumi termasuk di Indonesia
dengan beberapa kelompok salah satunya adalah kelompok radikal, fundamentalis,
garis yang paling keras dan kasar lagi adalah teroris yang biasanya diberi
gelar moderat terhadap para penentang pemberlakuannya syaria’t umat Islam di
kalangan umat adalah bid’ah dhalalah. Sebab penyebutan itu berkonotasi adanya
dua kubu dalam Islam (kelompok terpuji mencakup muslim, mukmin, muhsin, mukhlis,
mujahid dan yang semisalnya dan kelompok tercela mencakup kafir, musyrik,
munafiq, fasiq, dzalim dan yang semisalnya). Pembagian serta pengotakan semacam
itu pada hakikatnya adalah starategi musuh Islam dalam rangaka menghancurkan
Islam.