Betapa
menderita orang yang ingin menangis, tapi tidak bisa menangis.
Hanya bisa
menggantikannya dengan berteriak.
Teriakan
terlalau kecil nilainya jika dibandingkan dengan tangisan.
Tetapi betapa
jauh lebih menderita orang yang ingin menangis, tapi tidak bisa menangis.
Lalu
menggantikannya dengan berteriak tapi tidak bisa berteriak.
Hanya bisa menggantinya
dengan menulis tulisan.
Tulisan pun
terlalu kecil nilainya jika dibandingkan dengan teriakan.
Apalagi
dibandingkan dengan tangisan.
Tapi
bersyukurlah jika masih bisa menulis tulisan.
Karena yang
lebih menderita adalah orang yang bahkan tidak tahu akan menulis apa.
(Kejaiban Air
Mata)
Perasaan dan air mata merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan dalam diri setiap makhluk hidup, termasuk di dalamnya juga manusia
yang rata-rata secara generalitas selalu mencucurkan atau mencurahkan air mata
pada saat menggambarkan persaannya yang terpendam. Perasaan ini bisa berupa perasaan senang,
bahagia, aman, sentosa dan tentram, perasaan yang demikian itu secara tidak
sengaja air mata akan keluar sebagai tanda ungkapan dari pada perasaan
tersebut. Begitu pula pada saat sedih, beban pikiran, murung, banyak masalah,
secara tidak sengaja pun air mata akan keluar.
Akan tetapi yang menjadi sorotan pada saat mengungkapkan perasaan
dengan mengeluarkan air mata adalah mengenai tempat yang pantas untuk kita
curahkan semuanya, karena seandainya kita curahkan ditempat khalayak ramai
makan akan terjadi hal-hal yang kontrovensial pada masayarakat sekitar.
Sesungguhnya, tempat yang cocok untuk mengeluarkan semua perasaan kita dengan
cara mengeluarkan air mata adalah di rumah ibadah, apapun agama kita. Jika kita
beragama Islam, berarti di masjid, jika kita beragama Kristen, berarti di
gereja, dan seterusnya.
Karena tempat ibadah bagi para agamawan merupakan tempat yang
sangat-sangat suci diantara tempat-tempat yang lain. Juga merupakan salah satu
tempat pemujaan yang dapat mendekatkan bahkan menyatukan diri kita dengan
Tuhan.
Ada pula beberapa orang mengatakan, bahwa mengeluarkan air mata
paling enak dikeluarkan di hutan, karena kita dapat menangis dengan
sekencang-kencangnya tanpa ada seorang pun yang mendengarnya hanya suara burung
dan binatang yang mengiringi tangisan kita. Ada pula mengatakan air mata enak
dikeluarkan di daerah tepian pantai, karena agar dapat menangis dengan rasa
puas yang tiada tandingaannya. Bahkan yang lebih sensual lagi mengatakan
mengeluarkan air mata enak sekali di dalam kamar, karena kita dapat menangis dikesunyian
malam yang hening sehingga tangisan kita dapat diresapi dan memungkinkan hati
kita akan lebih tenang.
Akan tetapi di manapun, apapun tempatnya, semua orang memiliki hak
masing-masing dan memiliki tempat favorit untuk mengeluarkan air mata yang
orang lain pun belum tentu mengetahuinya. Semuanya itu merupakan tergantung bagaimana
seseorang itu melampiaskan perasaannya.
Berbicara perasaan tidak lepas dari hati yang menjadi sumber utama
timbulnya perasaan, tetapi yang menjadi bahan persoalaan di sini bukan sumber utama
yang menyebabkan timbulnya perasaan atau darimana datangnya perasaan, melainkan
hubungan antara air mata dan perasaan sebagaimana yang telah dijelaskan pada
awal penjelasan.
Kita mengingatkan pula, bahwa menangis ada kaitannya dengan
tertawa. Ini bisa kita buktikan air mata kita akan keluar secara tidak kita
sadari dan bahkan kita tidak bisa monolaknya pada saat kita tertawa
terbahak-bahak, dan memungkinkan itu semua juga bisa dikatakan sebagai salah
satu sifat yang dapat membedakan antara manusia dengan hewan.
Mungkin kita semua pernah mendengar “tertawa itu sehat”
memang ungkapan itu benar, akan tetapi tidak semua tertawa itu sehat, kita
buktikan saja; orang gila tertawa sendiri dan bahkan dirinya sendiri tidak tahu
tentang apa yang ditertawainya dan bahkan tidak tahu sebab dan tujuan dia
tertawa, kejadian yang demikian itu dapat dikatakan bahwa jelas bukan orang
sehat. Jadi tidak semua tertawa sehat menyehatkan, begitu pula tidak semua
tangisan sehat menyehatkan.
Baik tertawa maupun menangis, bisa sama-sama menyehatkan jasmani
dan rohani. Memang benar kalau kita tertawa, kita akan merasa senang karena ada
sebentuk kelegaan sesudahnya. Namu, kelegaan serupa juga bisa kita rasakan
sesudah menangis, walaupun tidak disertai rasa senang. Rasa senang boleh jadi
terasa menyehatkan karena ada sejenis kepuasan di dalamnya, namun yang
sebetulnya menyehatkan adalah kelegaan yang menyertainya. Bukan dari rasa
senang itu sendiri. Demikian juga seusai kita menangis.
Menangis belum tentu kita sedih, menangis belum tentu merupakan
desakan dari “rasa iba diri”. Kita juga mengenal “tangisan haru”
atau dalam kata lain menangisi kesengsaraan orang lain. Menangisi diri sendiri
pun juga menyehatkan dan bisa juga sebaliknya.
Sebagaimana penyair mengatakan:
“Kalau ada yang menangisi diri sendiri lantaran kuatnya “rasa iba
diri” terhadap dirinya sendiri, maka hal itu bisa dianggap sebagai tangisan
egoistis. Tangisan itu cenderung tidak menyehatkan dan tidak menyadarkan.
Demikian juga halnya dengan menangisi orang lain, yang tampakanya non-egoistis.
Namun sebetulnya, tangisan itu terjadi lantaran kuatnya “rasa kepemilikan” kita
terhadap orang tua”
Maka dari itu menangis dan tertawa dapat berbuntut tidak sehat atau
sehat, tergantung mengapa kita tertawa dan mengapa kita menangis. Dan lebih
spesifik lagi dorongan apa yang membuat diri kita tertawa dan menangis.