Masyarakat selalu mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar
sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi
bersama, pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan adakalanya
mereka memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama. Masyarakat
dapat merupakan suatu kesatuan hidup dalam arti luas ataupun dalam arti sempit.
Masyarakat dalam arti luas pada umumnya lebih abstrak misalnya masyarakat
bangsa, sedang dalam arti sempit lebih konkrit misalnya marga atau suku.
Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama, antara lain:
a.
Ada interaksi
antara warga-warganya,
b.
Pola
tingkah laku warganya diatur oleh adapt istiadat, norma-norma, hukum, dan
aturan-aturan khas,
c.
Ada rasa
identitas kuat yang mengikat para warganya.
Umar Tirtarahardja dan La Sulo (1994: 100) menyatakan bahwa “kesatuan
wilayah, kesatuan adat- istiadat, rasa identitas, dan rasa loyalitas terhadap
kelompoknya merupakan pangkal dari perasaan bangga sebagai patriotisme,
nasionalisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial masyarakat Indonesia
mempnyai perjalanan sejarah yang panjang.”
Dari dulu hingga kini, ciri yang menonjol dari masyarakat Indonesia
adalah sebagai masyarakat majemuk yang tersebar di ribuan pulau di nusantara.
Melalui perjalanan panjang, masyarakat yang bhineka tersebut akhirnya mencapai
satu kesatuan politik untuk mendirikan satu negara serta berusaha mewujudkan
satu masyarakat Indonesia sebagaiu masyarakat yang bhinneka tunggal ika. Sampai
saat ini, masyarakat Indonesia masih ditandai oleh dua ciri yang unik, yakni:
a.
Secara
horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan social atau komunitas
berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan kedaerahan,
b.
Secara
vertical ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas,
menengah, dan lapisan bawah.
Pada zaman penjajahan, sifat dasar masyarakat Indonesia yang menonjol
adalah:
a.
Terjadi
segmentasi ke dalam bentuk kelompok social atau golongan social jajahan yang
seringkali memiliki sub-kebudayaan sendiri,
b.
Memiliki
struktur social yang terbagi-bagi,
c.
Seringkali
anggota masyarakat atau kelompok tidak mengembangkan consensus di antara mereka
terhadap nilai-nilai yang bersifat mendasar,
d.
Diantara
kelompok relative seringkali mengalami konflik,
e.
Terdapat
saling ketergantungan di bidang ekonomi,
f.
Adanya
dominasi politiuk oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok social yang lain,
g.
Secara
relative integrasi social sukar dapat tumbuh (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/70).
Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman
pemerintahan Orde Baru, telah banyak mengalami perubahan. Sebagai masyarakat
majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik, baik secara horizontal maupun
secara vertical, masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan sifat-sifat
dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun niat politik yang
kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta kemajuan dalam berbagai
bidang pembangunan, maka sisi ketunggalan dari “bhinneka tunggal ika” makin
mencuat. Berbagai upaya dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah maupun
jalur luar sekolah, telah menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang
semakin kokoh.
Berbagai upaya telah dilakukan dengan tidak mengabaikan kenyataan
tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin
mendapat perhatian yang semestinya dengan antara lain dimasukkannya muatan
lokal (mulok) di dalam kurikulum sekolah. Perlu ditegaskan bahwa muatan local
di dalam kurikulum tidak dimaksudkan sebagai upaya membentuk “manusia lokal”,
akan tetapi haruslah dirancang dan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan “manusia
Indonesia” di suatu lokal tertentu. Dengan demikian akan dapat diwujudkan
manusia Indonesia dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi
yang memahami dan menyatu dengan lingkungan (alam, sosial, dan budaya) disekitarnya.