Berbicara tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan
pandangannya, bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan
tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya
(bayangan), yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya. Pengetahuan yang
benar hanya merupakan hasil akal belaka, karena akal bisa membedakan bentuk
spiritual murni dari benda-benda di luar penjelmaan material. Demikian menurut
Plato, idealisme metafisika percaya, bahwa manusia dapat pengetahuan tentang
realitas, karena realitas pada hakikatnya spiritual, sedangkan jiwa manusia
merupakan bagian dari substansi spiritual tersebut.
Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan
mengatakan, bahwa pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis maka
pengetahuan manusia tentang realitas adalah benar dalam arti sistematis. Dalam
teori pengetahuan dan kebenaran, idealisme merujuk pada rasionalisme dan teori
koherensi. Teori koherensi didasari oleh pendapat bahwa item-item partikular
pengetahuan menjadi signifikan apabila dilihat dalam konteks keseluruhan. Oleh
karena itu, semua ide dan teori harus divalidasi sehubungan dengan koherensinya
(kesesuaiannya) dalam pengembangan sistem pengetahuan yang tidak ada sebelumnya.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa teori pengetahuan
idealisme adalah rasionalisme. Maka dari itu, rasionalisme mendasari, teori
pengetahuan idealisme mengemukakan, bahwa indera kita hanya memberikan materi
mentah bagi pengetahuan. Pengetahuan tidak ditemukan pengalaman indera,
melainkan dari konsepsi dalam prinsip-prinsip sebagai hasil aktivasinya.
Di bawah ini ada beberapa teori yang dapat dijadikan acuan untuk
menentukan apakah pengetahuan itu benar atau salah yaitu:
a.
Teori korespondensi
Menurut teori
korespondensi, kebenaran merupakan persesuaian antara fakta dan situasi nyata.
Kebenaran merupakan prsesuaian antara pernyataan dalam pikiran dengan hasil
situasi lingkungannya. Teori ini diakui oleh para kaum realis.
b.
Teori koherensi
Menurut teori
koherensi, kebenaran bukan persesuaian antara pikiran dengan kenyataan,
melainkan kesusaian secara harmonis antara pendapat/ pikiran kita dengan
pengetahuan kita yang telah dimiliki. Teori ini pada umumnya diakui oleh kaum
idealis.
c.
Teori pragmatisme
Menurut teori
pragmatisme, kebenaran tidak bisa bersesuaian dengan kenyataan, sebab kita
hanya bisa mengetahui dari pengalaman kita saja. Di lain pihak, menurut
pragmatisme, teori koherensi adalah formal dan rasional, pragmatisme
berpendirian, bahwa mereka tidak mengetahui apapun tentang wujud, esensi,
intelektualitas, rasionalitas. Oleh karena itu, pragmatisme menentang
otoritarisme, intelektualisme, dan rasionalisme. Penganut pragmatisme merupakan
penganut empirisme yang fanatik untuk memberikan interpretasi terhadap
pengelaman. Menurut pragmatisme, tidak ada kebenaran yang mutlak dan abadi.
Kebenaran itu dibuat dalam penyesuaian manusia.
Para pendukung
pragmatisme cenderung memberikan tekanan pada tiga pendekatan, yaitu:
1.
Bahwa
sesuatu itu dikatakan benar apabila memuaskan atau memenuhi keinginan-keinginan
atau tujuan-tujuan manusia. Kepercayaan akan kebenaran bukan hanya memberikan
kepuasan bagi seluruh sifat dasar manusia, melainkan juga memberi kepuasan
selama jangka waktu tertentu.
2.
Bahwa
sesuatu itu benar apabila dapat dikaji kebenarannya secara eksperimen.
Pengujian kebenaran ini selaras dengan semangat dan praktik sains modern, baik
dalam laboratorium, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Bahwa
sesuatu itu benar apabila membantu dalam perjuangan hidup bagi eksistensi
manusia. Instrumentalisme Dewey menekankan fungsi bagi kehidupan dari
ajaran-ajaran serta ide-idenya.