Ciri pengetahuan ilmiah antara lain adalah persoalan dalam ilmu itu
penting untuk segera dipecahkan dengan maksud untuk memperoleh jawaban. Dalam
hal ini memang ilmu muncul dari adanya problema dan harus dari suatu problema, tetapi
problema itu telah diketahuinya sebagai suatu persoalan yang tidak
terselesaikan dalam pengetauan sehari-hari.
Di samping itu, setiap ilmu dapat memecahkan masalah sehingga
mencapai suatu kejelasan dan kebenaran, walaupun bukan kebenaran akhir yang abadi
dan mutlak. Kemudian bahwa setiap jawaban dalam masalah ilmu yang telah berupa
kebenaran harus dapat diuji oleh orang lain. Pengujiannya baik dengan
pembenaran atau penyangkalan. Hal lain juga bahwa setiap masalah dalam ilmu
harus dapat dijawab dengan cara penelaahan atau penelitian keilmuan yang
seksama, sehingga dapat dijelaskan dan didefinisikan.
Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie
(1987) mempunyai 5 ciri pokok yaitu:
a.
Empiris, pengetahuan
itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
b.
Sistematis, berbagai
keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai
hubungan ketergantungan dan teratur.
c.
Objektif, ilmu berarti
pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.
d.
Verifikatif, dapat
diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga.
Adapun Daoed Joesoef (1987) menunjukkan bahwa pengertian ilmu
pengacu pada tiga hal, yaitu produk, proses, dan masyarakat. Ilmu
pengetahuan sebagai produk, yaitu pengetahuan yang telah diketahi dan diakui
kebenarannya oleh masyarakat ilmuan. Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas
pada kenyataan-kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan
terbuka untuk diteliti, diuji, dan dibantah oleh seseorang.
Ilmu pengetahuan sebagai proses
artinya, kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman
dunia alami sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode
ilmiah yang dipakai dalam proses ini adalah anlisis, rasionalis, objektif,
sejauh mungkin “impersonal” dari masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan
dan data yang dapat diamati.
Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat artinya, dunia pergaulan yang tindak-tanduknya, perilaku dan sikap
serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu universalisme, komunalisme,
tanpa pamrih, dan skeptisisme yang teratur.
Van Melsen (1985) mengemukakan ada delapan ciri yang menandai ilmu
pengetahuan, yaitu:
1.
Ilmu
pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis
dan koheran. Yang berarti adanya sistem dalam penelitian.
2.
Ilmu
pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab
ilmuan.
3.
Universalitas
ilmu pengetahuan.
4.
Objektivitas,
artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh
prasangka-prasangka subjektif.
5.
Ilmu
pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang
bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6.
Progresivitas,
artinya suatu jawaban ilmiah harus bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila
mengandung pertanyaan baru dan menimbulkan problem baru lagi.
7.
Kritis,
artinya tidak ada teori yang definitif, setiap teori terbuka bagi suatu
peinjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
8.
Ilmu
pegetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori
dengan praktik.
Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur
tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama
tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut
bangunannya dari dalam. Karl Person, mengatakan ilmu adalah lukisan atau
keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan
istilah yang sederhana. (Amsal Bakhtiar, 2004: 15).
Demi objektifitas ilmu, ilmuan harus bekerja dengan cara ilmiah.
Sifat ilmiah dalam ilmu dapat diwujudkan, apabila dipenuhi syarat-syarat
berikut ini:
a.
Ilmu
harus mempunyai objek, ini berarti bahwa kebenaran yang hendak diungkapkan dan
dicapai adalah persesuaian antara pengetahuan dan objeknya.
b.
Ilmu
harus mempunyai metode, ini berarti bahwa untuk mencapai kebenaran yang
objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
c.
Ilmu
harus sistematik, ini berarti bahwa dalam memberikan pengalaman, objeknya
dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur.
d.
Ilmu
bersifat universal, ini berarti bahwa kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu
tidak mengenai sesuatu yang bersifat khusus, melainkan kebenaran itu berlaku
umum.
Yang perlu disadari, bahwa ilmu bukanlah hal yang statis, melainkan
bergerak dinamis sesuai dengan perkembangan yang diusahakan oleh manusia dalam
mengungkap tabir alam semesta.