Pada era keemasan Islam, di setiap ibu kota pemerintahan pastilah berdiri
pusat tempat orang-orang mendapatkan penyembuhan, atau yang dikenal saat itu dengan
istilah mustasyfa.
Mustasyfa dalam bahasa Arab bermakna tempat untuk mendapatkan
kesembuhan. Asal katanya dari syafa – yasyfi – syifaan ( شفى یشفي شفاءأ ). Dan dalam bahasa Indonesia kemudian diterjemahkan
dengan rumah sakit.
Selain berfungsi sebagai tempat merawat orang-orang yang sakit,
rumah sakit juga menjadi tempat bagi para dokter Muslim mengembangkan ilmu
medisnya. Konsep yang dikembangkan umat Islam pada era keemasan itu hinga kini juga
masih banyak memberikan pengaruh.
Berikut ini beberapa petikan sejarah yang tidak boleh kita lupakan
tentang bagaimana keadaan rumah sakit di masa kejayaan Islam saat itu.
1.
Rumah Sakit Adhudi di Bagdad
Rumah sakit ini dibangun oleh Daulah bin Buwaihi pada tahun 371 H
setelah Ar Razi, dokter yang amat terkenal memilih tempatnya dengan meletakkan
empat potong daging di empat penjuru Bagdad dalam semalam. Tatkala pagi tiba ia
mendapatkan daging yang terbaik baunya di tempat yang menjadi letak rumah sakit
itu di kemudian hari,.
Pada waktu pendiriannya,rumah sakit itu menghabiskan dana yang
sangat besar. Di situ ditempatkan 24 orang dokter dan dibangun semua yang dibutuhkan
rumah sakit, seperti perpustakaan ilmiah,apotek, dapur-dapur dan gudang-gudang.
Pada tahun 449 Hijriah khlifah Al Qaim Biamrillah memperbaharuinya.
Berbagai macam obat dan sirup yang kebanyakan sulit didapat dikumpulkan di
situ. Ia membuatkan juga tempat tidur-tempat tidur dan selimut untuk para
pasien. Juga minyak wangi dan es. Ia juga menambah pelayan, dokter dan
karyawan. Ada juga penjaga pintu dan pengawal-pengawal.
Di rumah sakit itu terdapat kolam besar yang berada di samping
kebun yang penuh dengan aneka macam pohon buah-buahan dan sayur-mayur.
Perahu-perahu berlayar mengangkut para pasien yang lemah dan miskin. Para
dokter melayani mereka secara bergiliran pagi dan petang. Juga ada yang
bermalam bersama mereka secara bergantian.
2.
Rumah Sakit Besar An-Nuri
Didirikan oleh Sultan Malik Adil Nuruddin as Syahid pada tahun 549
H (1154 M) dari harta yang diambilnya sebagai tebusan dari salah seorang raja
Eropa. Ketika dibangun, rumah sakit itu merupakan rumah sakit yang terbaik di
antara rumah sakir-rumah sakit di seluruh negeri.
Sebenarnya rumah sakit An-Nuri diperuntukan bagi kaum fakir-miskin,
tetapi jika orang-orang kaya terpaksa memerlukan obat-obatan yang ada di situ,
mereka juga diijinkan mendapatkannya. Semua obat dan minuman yang ada di situ
memang dibolehkan bagi setiap pasien yang memerlukannya.
Ibnu Jubair pernah mengembara memasukki rumah sakit itu pada tahun
580 H. Ia menggambarkan perhatian para dokter kepada pasien-pasien dan
kepedulian mereka terhadap keadaan si pasien. Juga tersedia persediaan
obatobatan dan makanan yang layak. Di situ ada bagian khusus untuk penyakit
jiwa. Orang-orang gila di situ diikat dan dirantai, tapi makanan dan pengobatan
tetap diperhatikan.
Sebagian sejarawan mengatakan, pada tahun 813 H pernah ada seorang
asing (non Arab) yang memiliki keutamaan, perasaan dan kelembutan berkunjung ke
Damaskus.
Ketika memasuki rumah sakit An Nuri dan melihat begitu banyaknya
para dokter di situ yang begitu baik memperhatikan pasien, juga melihat makanan
yang disediakan rumah sakit itu, hadiah-hadiah dan kenikmatankenikmatan yang tak
terhitung, ia ingin menguji pengetahuan para dokternya. Maka ia pura-pura sakit
dan tinggal selama tiga hari di sana.
Dokter kepala bolak-balik mendatanginya untuk memeriksa
kelemahannya. Tatkala dokter itu meraba denyut nadinya, tahulah ia bahwa orang
itu tidak sakit, melainkan hanya ingin menguji dokter-dokternya saja. Maka
dokter kepala itupun langsung menuliskan resep untuk orang tersebut yang berisi
makanan-makanan enak (ayam yang gemuk, kue-kue, minuman-minuman dan buah-buahan
yang beraneka macam).
Setelah tiga hari dokter kepala itu menulis surat kepadanya.
Katanya, menjamu tamu dikalangan kami hanya sampai tiga hari. Maka orang asing
itupun tahu bahwa mereka mengerti maksudnya dan menganggapnya sebagai tamu di
rumah sakit selama itu.
Rumah sakit An Nuri melaksanakan amalnya yang besar hingga tahun
1317 H, saat didirikannya rumah sakit untuk orang-orang asing, yaitu rumah
sakit yang di awasi oleh fakultas kedokteran di Universitas Suriah. Rumah sakit
An Nuri ditutup, kemudian difungsikan menjadi sekolah kejuruan.
3.
Rumah Sakit Besar Al-Mashuri (Bymaristan Qalawun)
Semula rumah sakit ini adalah rumah salah seorang pejabat, lalu
diubah oleh Malik Manshur Saifuddin Qalawun menjadi rumah sakit pada tahun 683
H (1284 M). Setiap tahun ia mewakafkan untuk rumah sakit tersebut 1000 dirham
dan dibangunkan pula sebuah masjid, sekolah dan pantai asuhan anak yatim.
Orang-orang mengatakan bahwa hal yang menyebabkan rumah sakit itu dibangun
ialah ketika Malik Manshur jatuh sakit di Damaskus.
Dokter-dokter mengobatinya dengan obat-obat yang diambil dari rumah
Sakit Besar An-Nuri. Setelah sembuh ia pergi dengan menunggang kuda untuk
menyaksikan sendiri rumah sakit itu. Ia amat takjub dan benazar kepada Allah, jika
ia diberi kekuasaan oleh Allah, ia akan membangun rumah sakit yang serupa. Tatkala
menjadi Sultan, ia memilih rumah ini, lalu membelinya dan mengubahnya menjadi
rumah sakit.
Rumah Sakit Besar Al-Manshuri merupakan salah satu kecanggihan
dunia dalam pengaturan dan penertiban. Siapapun boleh memasuki dan
memanfaatkannya, laki-laki atau perempuan, orang merdeka atau hamba sahaya,
raja atau rakyat jelata.
Pasien yang ke luar dari situ ketika sembuh diberi pakaian, sedang
pasien yang meninggal diurus, dikafani dan dikuburkan. Di situ ditempatkan pula
dokter-dokter dari berbagai cabang kedokteran. Juga dipekerjakan pegawaipegawai
dan pelayan-pelayan untuk melayani pasien, membenahi dan membersihkan
tempat-tempat mereka, mencuci pakaian mereka dan melayani mereka di kamar mandi.
Setiap pasien di layani oleh dua orang pelayan dan diberi tempat tidur lengkap.
Setiap kelompok pasien disendirikan di tempat-tempat khusus. Di
situ ada juga ruangan khusus dokter kepala untuk memberikan pelajaran-pelajaran
kedokteran kepada para mahasiswa. Di antara hal yang menakjubkan di situ ialah bahwa
pemanfaatan rumah sakit itu tidak terbatas hanya pada pasien-pasien yang
tinggal di situ tetapi juga diperuntukkan bagi pasien di rumah yang meminta minuman,
makanan dan obat-obatan yang diperlukannya.
Rumah sakit ini menunaikan amal kemanusiaannya yang mulia. Bahkan
sebagian dokter mata yang bekerja di situ mengabarkan, setiap hari pasien yang
masuk dan yang ke luar berjumlah sekitar 4.000 orang. Pasien yang sembuh dan yang
ke luar dari situ selalu diberi pakaian dan sejumlah uang nafkahnya sehingga ia
tidak perlu segera bekerja berat untuk mencari penghidupan.
Di antara hal yang menakjubkan juga ialah ketentuan dalam akte
wakaf rumah sakit itu. Makanan setiap pasien harus diberikan dengan piring yang
khusus untuknya dan tidak boleh digunakan pasien lain, juga harus ditutup dan diantarkan
kepada pasien dengan cara ini.
Hal lain yang juga menakjubkan, para pasien yang tidak bisa tidur
bisa menyenakan telinganya dengan mendengarkan musik-musik merdu atau menghibur
diri, dengan menyimak kisah-kisah yang diceritakan oleh tikang dogeng.
Sedangkan bagi pasien yang sudah sembuh dipertunjukkan komedi-komedi
dan tarian-tarian desa. Tukang adzan di masjid yang bersisian dengan rumah
sakit mengumandangkan adzan pada dini hari dua jam sebelum fajar. Mereka juga
mengalunkan suara-suara pujian-pujian dengan suara lembut untuk meringankan
penderitaan para pasien yang dijemukan oleh keadaan mereka yang tidak bisa tidur
dan terlalu lama mendekam di rumah sakit.
Kebiasaan ini berlanjut hingga masuknya ekspedisi Perancis Ke Mesir
tahun 1798 M. Sarjana-sarjana Perancis menyaksikan sendiri kebiasaan itu dan
menulis tentang hal itu. Katanya, Demi Allah, ini adalah keluhuran kemanusiaan yang
mengagumkan dan keahlian di bidang kedokteran yang tidak diperhatikan oleh
dunia modern kecuali pada masa modern.
Ini meningatkan saya pada hal-hal yang saya dengar di Tripoli
mengenai wakaf langka yang hasilnya dikhususkan untuk menugaskan dua orang agar
mengunjungi rumah sakit-rumah sakit setiap hari, kemudian berbicara di samping para
pasien dengan suara yang pelan agar si pasien mendengar apa yang disugestikan
kepadanya bahwa keadaannya bahwa keadaannya sudah membaik, wajahnya sudah memerah
dan matanya sudah bersinar.
4.
Rumah Sakit Marrakesh
Didirikan oleh Amirul mukminin Manshur Abu Yusuf, salah seorang
raja Muwahhidin di Maghrib. Ia memilih lapangan yang luas di Marrakesh di
tempat yang terbaik dan menyuruh ahli-ahli bangunan untuk mendirikan rumah
sakit itu dengan bentuk paling bagus serta menanaminya dengan segala macam
pepohonan, bunga-bungaan dan buah-buahan.
Di situ dialirkan air yang banyak yang mengitari seluruh bangunan
di samping empat buah kolam yang dibagian tengahnya terdapat marmer putih, juga
dihamparkan permadani-permadani indah dari berbagai jenis wol, katun, sutra,
kulit dan lain-lain yang tak bisa digambarkan satu per satu.
Di situ juga didirikan apotek-apotek dan laboratorium untuk meramu obat-obatan,
salep dan alkohol. Untuk sang pasien disediakan baju tidur malam dan siang.
Jika si pasien sembuh, sedang ia miskin, maka ia diberi uang untuk biaya hidupnya
selama belum bekerja. Jika pasien itu hanya kaya maka uangnya di kembailkan kepadanya.
Rumah sakit ini tidak terbatas hanya untuk orang-orang miskin saja tapi juga
untuk orang kaya. Bahkan setiap orang kaya yang sakit di Marrakesh dibawa ke
situ dan diobati hingga sembuh atau meninggal. Setiap hari jum'at Amirul
Mukminin mengunjunginya, menjenguk para pasien dan menanyakan keadaan mereka
serta menanyakan perlakuan para dokter dan perawat terhadap mereka.
Itulah empat contoh dari ratusan rumah sakit yang tersebar di dunia
Islam, baik di kawasan Timur maupaun Barat. Sementara pada waktu itu bangsa
Eropa masih tersesat dalam gelapnya kebodohan. Mereka tidak mengetahui sedikitpun
tentang rumah sakit-rumah sakit ini berikut ketertibannya, kebersiahannya dan
keluhuran perasaan kemanusiaan yang ada di dalamnya.
5.
Rumah Sakit Al-Qayrawan
Di Tunisia, pada 830 M, Pangeran Ziyadad Allah I membangun RS
Al-Qayrawan di wilayah kota Al-Dimnah. RS ini sudah menerapkan pemisahan antara
ruang tunggu pengunjung dan pasien.