Maksudnya, Allah memilih yang terbaik untuk segala jenis, lalu
mengkhususkan bagi diri-Nya. Allah adalah baik dan tidak menyukai kecuali
baik-baik, tidak menerima perkataan, amal dan shadaqah kecuali yang baik-baik.
Dengan begitu dapat diketahui tanda kebahagiaan dan penderitaan hamba. Karena
yang baik hanya untuk yang baik pula, orang yang baik hanya cocok dengan orang
yang baik pula, yang hatinya tidak akan tenang kecuali dengan orang yang baik.
Allah mempuanyai perkataan yang baik dan tidak ada yang dapat naik
kepada-Nya kecuali perkataan yang baik pula. Allah menghindar dari perkataan
yang keji, dusta, ghibah, adu domba, pernyataan palsu dan segala bentuk
perkataan dan perbuatan yang tidak baik. Allah juga tidak menerima kecuali
amal-amal yang baik. Amal-amal yang baik ini pasti memiliki visa yang sama
antara fitrah yang lurus dan syariat para nabi dan yang sejalan dengan akal
yang sehat, seperti; menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mendahulukan keridhaan-Nya
daripada hawa nafsunya, menyukai dan mengusahakannya berbuat baik kepada
makhluk sesuai dengan kesanggupannya. Berbuat bersama mereka seperti apa yang
mereka sukai disertai dengan akhlak yang baik, seperti; murah hati, menjaga
kehormatan diri, sabar, pengasih, memenuhi janji, jujur, lapang dada, tawadhu’,
menjaga muka agar tidak tunduk kecuali hanya kepada Allah SWT.
Allah menjadikan yang baik dengan segala kesempurnaannya ada di
surga dan menjadikan yang buruk dengan segala kesempurnaannya ada di neraka.
Surga merupakan tempat yang dikhususkan bagi yang baik dan neraka merupakan
tempat yang dikhususkan bagi yang buruk. Lalu di sana ada tempat lain yang di
dalamnya bercampur antara yang baik dan buruk, yang tak lain adalah dunia yang
kita tempati ini. Padahal hari kiamat kelak, Allah akan memisahkan yang buruk
dari yang baik, lalu masing-masing masuk ke tempatnya.
Artinya, Allah menjadikan kebahagiaan dan penderitaan sebagai tema
yang haru diketahui. Pada diri seseorang ada dua elemen. Maka yang lebih
berkuasa atas dirinya dari dua elemen ini, maka dia akan menjadi pengikutnya.
Jika Allah menghendaki kebaikan pada dirinya, maka dia mensucikannya sebelum
mati, hingga penyucian dirinya tidak memerlukan api neraka.
Hikmahnya, Allah tidak mau didekati seseorang dengan kekotorannya.
Maka Dia memasukkannya ke neraka agar menjadi suci. Proses penyucian ini
tergantung dari cepat atau lambat kotoran itu sirna. Karena orang musyrik itu
serba kotor dirinya, maka dia sama sekali tidak bisa dibersihkan dan disucikan,
seperti seekor anjing yang kenajisannya tetap tidak akan hilang, meskipun sudah
dicempungkan ke dalam lautan sekaligus. Karena orang mukmin itu bersih dan
terbebas dari kotoran, maka api haram menyentuhnya. Sebab tidak ada yang harus
dibersihkan dalam dirinya. Maha suci Allah, yang hikmah-Nya hanya dapat dibaca
oleh orang-orang yang berakal.