Pada dasarnya,profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan
yang memerlukan pendidikan lanjut yang dalam aplikasinya menyangkut aspek yang
lebih bersifat mental dari pada yang bersifat manual. Pekerjaan profesional akan
senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan
intelektual yang harus dipelajari secara
sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan
demi kemaslahatan orang lain.Seorang
pekerja profesional, khususnya guru dapat dibedakan dari seorang teknisi,
karena di samping menguasai sejumlah
teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informed responsiveness
terhadap implikasi kemasyarakatan dari
objek kerjanya. Oleh karena itu guru sebagai
seorang profesional harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana
dan mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya.
Sejarah profesi keguruan kita ikuti perkembangan profesi
keguruan Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari
orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam
bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) sejarah jelas melukiskan
perkembangan guru di Indonesia. Pada mulanya guru diangkat dari orang-orang
yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang yang
lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun
1852.
Dalam sejarah profesi guru di Indonesia, guru pernah
mempunyai status yang sangat tinggi di masyarakat, mempunyai wibawa yang sangat
tinggi, dan dianggap sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak
hanya mendidik anak di depan kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat
untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun,
wibawa guru mulai memudar sejalan dengan kamajuan zaman, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan keperluan guru yang meningkat tentang imbalan
atau balas jasa.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada
penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi
penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekedar
pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan
yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan
guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat
pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang
dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar
standar pengembangan profesi guru yaitu:
1.
Standar
pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains
memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif
dan metode- metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses
observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji
penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam.
2.
Standar
pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan
pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga
menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif
tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru
yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang
penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap
pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa
yang bisa membantu siswa belajar.
3.
Standar
pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains
memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang
masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka
telah berkomitmen menuntut belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu
dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar.
4.
Standar
pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus
koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal
kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan
tidak berkelanjutan. Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar
profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas
Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik.
Selain memiliki standar professional guru
sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam
jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwan
untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
·
Guru
mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
·
Guru
menguasai secara mendalam bahan mata pelajaran yang diajarkannya serta cara
mengajarnya kepada siswa.
·
Guru
bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi.
·
Guru
mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya.
·
Guru
bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian
secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan
informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk
sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima
penyebab rendahnya profesionalisme guru sebagai berikut :
Ø Masih banyak guru yang tidak menekuni
profesinya secara total
Ø Rentan dan rendahnya kepatuhan guru
terhadap norma dan etika profesi keguruan
Ø Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan
keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak
terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak
tenaga keguruan dan kependidikan.
Ø Masih belum smooth-nya perbedaan
pendapat tentang proporsi materi mengajar yang diberikan kepada calon guru.
Ø Masih belum berfungsi PGRI sebagai
organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme
anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan,
terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan
anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai
mengupayakan profesionalisme para anggotanya.
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan
rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternative
untuk meningkatkan profesi guru. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan
profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan
jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat
persekolahan sampai perguruan tinggi.