Islam dengan doktrin iman yang dimilikinya menawarkan sistem
pembinaan mental, yang dapat mewakili umat dalam mencari solusi terhadap
persoalan sosial yang semakin mendera. Doktrin iman yang esensial dalam Islam
adalah tauhidullah. Keimanan yang terpatri dengan benar, esensial dalam diri
seorang muslim, dan kokoh terhujam dalam amalan dapat memberikan sikap cerminan
teladan terhadap seorang mukmin dan lingkungannya, baik fisik maupun
psikologis.
Globalisasi dan transformasi sosial telah memicu lahirnya
ketegangan mental, tekanan mental, depresi, psikosis, kecemasan, dan
kegelisahan yang berkepanjangan. Hasil survei Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
melalui Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa tahun 2007, menyatakan bahwa
94 % masyarakat Indonesia mengalami depresi ringan dan berat. Mahdi
al-Ghalsani, menyebutkan bahwa kesan sains modern terhadap hal yang menyaangkut
masalah psikologi manusia dapat meningkatkan statistik penderita kemurungan,
kegelisahan, fobia, dan tekanan stress. Mayoritas individu mengalami
ketidakstabilan emosi spiritual dan psikologi, sehingga tingkat penderita
penyakit mental dan pelaku yang terlibat dengan bunuh diri meningkat dengan
pesatnya. Inilah efek langsung dari pemisahan antara manusia dengan agama,
sebagian implikasi dari perkembangan filsafat sains Barat. Eropa post modern
belum dapat dinilai sebagai sesuatu yang menjanjikan, bahkan ia memiliki
keraguan terhadap metanaratif. Sekalipun ada yang memandang post
modern sebagai suatu keadaan yang mengikuti perubahan sejak akhir abad ke
19, yang telah sukses mengubah undang-undang dalam sains, sastra, dan seni.
Akhbar S. Ahmed, mencoba mengemukakan teori keseimbangan antara
agama dan dunia, yakni tasawuf menawarkan teori keseimbangan antara nilai-nilai
agama dengan nilai-nilai peradaban modern. Namun tidak sedikit yang memandang
pengaruh sufisme hanya terbatas bagi dunia Islam saja. Sains modern sebenarnya
telah berupaya dengan maksimal dalam upaya menciptakan dan mewujudkan generasi
prospektur yang mempunyai wawasan futuristik (masa depan) atau menjamin
istilah Ali Syariati yang menyebutnya sebagai Raushan Fikr. Namun sains
modern ini masih memerlukan metodologi, sistem, teknik, dan pengamalan yang
cukup sehingga apa yang diperlukan manusia sebagai subjek sains tercapai atau
setidak-tidaknya mewakili penyelidikan mereka terhadap suatu objek secara
realitas. Tingginya kemauan manusia untuk mencapai aspek fisikal-material dan
psikologis, ternyata telah memotivasi ilmuan Barat maupun Islam, modern maupun
klasik, beragam ataupun tidak, maju ataupun mundur, demi menemukan jati diri
yang hakiki dan lebih baik. Dua dimensi kemanusiaan fisikal maupun psikologikal
merupakan dua arah jarum jam yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan kedua dimensi
tersebut harus berwujud secara nyata serta semestinya sama, paralel, terpadu,
dan komprehensif.
Secara kronologi, kemajuan modern telah mengalami perubahan dari
kemajuan ilmu pengetahuan (sains) menuju era post modern seperti yang dinyatakan oleh Akbar S.
Ahmed tentang kesimbangan dunia dengan agama. Secara tidak disadari perubahan
tersebut telah menyebabkan banyak urusan menjadi sulit. Tawaran demi tawaran
sebagai jalan penyelesaian (problem solving) sudah dikemukakan, namun
tatkala pemikiran rasional terbentur, manusia kembali memikirkan potensi lain
dari dalam dirinya. Victor E. Frankl, mengatakan potensi lain ini sebagai The
Meaningfull Life (kehidupan bermakna). Ia lebih menekankan pada dimensi
rohani untuk memproleh kehidupan bermakna yang dicapai melalui teori logoterapi-nya,
pada prinsipnya bermakna pada pemberdayaan nilai rohani dalam pengobatan pasien
yang menghadapi kemurungan, ketegangan, tekanan mental, kecemasan, dan
kerisauan. Malik B. Badri, seorang pakar psikolog muslim memuji Victor E.
Frankl sebagai psikologis yang menggunakan pendekatan psikologi yang optimistik
dan bersesuaian dengan prinsip-prinsip humanisme dalam mencapai maksud
kehidupan.
Islam dengan doktrin iman yang dimilikinya menawarkan sistem
pembinaan mental, yang dapat mewakili umat dalam mencari solusi terhadap
persoalan sosial yang semakin mendera. Doktrin Islam yang esensial dalam Islam
adala tauhidullah. Keimanan yang terpatri dengan benar, esensial dalam
diri seorang muslim, dan kokoh terhunjam dalam amalan, dapat memberikan sikap
cerminan teladan terhadap seorang mukmin dan lingkungannya. Kekuatan iman mampu
melawan gejolak angkara murkan dan motivasi negatif yang merongrong eksistensi
iman. Kekuatan iman yang terimplementasi dalam kehidupan dengan beribadah yang
ikhlas, ketaatan yang terus-menerus, penyerahan diri pada takdir ilahi, sabar
atas musibah, kemaafan yang ridha, dan keteladanan tanpa mengharap imbalan
mampu menghadirkan ketenangan, kebahagiaan, dan keshatan mental paripurna.
Islam sebagai agama yang bermuatan nilai-nilai spiritual yang
tinggi, mampu menyelesaikan masalah-masalah psikologis manusia. Dimensi Islam
seperti iman, ibadah, dan tasawuf, memiliki metodologi yang sistematik bagi
terwujudnya kesehatan mental. Apabila aspek-aspek yang terkandung dalam Islam
dapat membantu mewujudkan kesehatan mental maka ajaran Islam itu merupakan
langkah awal yang dapat membentuk sistematika dan metodologi kesehatan mental.
Kesehatan mental Islam adalah upaya Islamisasi sains (Islamization
of knowledge). Metodologi yang digunakan dalam menganalisis persoalan dapat
dilakukan melalui pencerahan, aplikasi, dan implementasi nilai-nilai yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kesehatan mental Islam dengan penguatan
iman adalah sebuah metodologi yang berimplementasi pada ketenangan, ketentraman,
keselarasan, dan kesehatan mental.
Islam adalah agama Allah; agama wahu yang diturunkan kepada
Muhammad saw, ajarannya rasional serta dapat membantu umat manusia dalam
mencapai kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan hidup. Islam memotivasi
penganutnya menuju Allah SWT dalam menciptakan hubungan baik antara sesama
manusia, dan tidak mengganggu dan menganiaya hewan dan tumbuh-tumbuhan. Islam
yang mengandung pelbagi dimensi aturan, sistem, dan undang-undang yang
dipersiapkan bagi kemaslahatan umat manusia, memberikan solusi atas
persoalan-persoalan kemanusiaan sehingga mampu membentuk komunitas muttaqin
yang teguh. Nilai-nilai keimanan adalah motivasi-inovatif yang dapat membentuk
terapi agama Islam (klinikal Islam). Doktrin iman yang aplikatif adalah
metodologi preventif, kuratif, konstruktif, dan rehabilitatif, dapat
menumbuhkembangkan kepribadian dan kesehatan mental. Penawaran iman secara
aplikatif akan melahirkan arketipe (pola) kesadaran bahwa manusia selalu
diawasi Allah SWT.
Kesehatan Mental Islam merupakan kekuatan emosional-psikologis yang
mengkaji manusia selaku subjek pengamal agama; dari dimensi ritual (ibadah), credoism
(iman), dan norma (akhlak) yang berlaku dalam suatu komunitas. Jika esensi
iman merupakan sebuah proses perkembangan jiwa yang berimplementasi pada
pertumbuhan, pembinaan, dan pengembangan nilai psikologis, niscaya manusia mendapatkan
kesehatan mental. Namun sebaliknya, apabila manusia itu hidup sebagai manusia
tanpa dirinya dan tidak menjadikan iman terpatri maka ia hidup sebagai makhluk asfala
safilin (makhluk yang tidak bermoral).