A.
Kebaikan
Tidak semua kebaikan merupakan kebaikan akhlak. Suatu tembakan yang
“baik” dalam pembunuhan, dapat merupakan perbuatan akhlak yang buruk. Secara
umum, kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan
manusia. Tingakah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku
tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai apabila kebaikan
itu bagi seseorang menjadi konkrit. Manusia menentukan tingkah lakunya untuk
tujuan dan memilih jalan yang ditempuh.
Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan, dalam
pelaksanaan pertama yang diperlukan adalah jalan-jalan. Jalan yang ditempuh
mendapatkan nilai dari tujuan akhir. Tujuan harus ada, supaya manusia dapat
menentukan tindakan pertama. Jika tidak, manusia akan hidup secara serampangan.
Tetapi sebagian orang berkata bahwa hidup serampangan adalah tujuan hidupnya.
Jika hal itu terjadi maka sulit untuk mencapai pada puncak kesempurnaan
kebaikan selaras dengan derajat manusia. Maka dari itu manusia harus memiliki
tujuan akhir dalam hidupnya.
Untuk setiap manusia, hanya mempunyai satu tujuan akhir. Seluruh
manusia mempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut
kesempurnaan. Tujuan akhir selamanya merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia
itu mencarinya dengan kesungguhan atau tidak. Tingkah laku atau perbuatan
menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke arah tujuan
akhir, yang dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai manusia.
Kesusilaan merupakan kebaikan atau keburukan perbuatan manusia yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Objektif,
keadaan perseorangan tidak dipandang.
2.
Subjektif,
keadaan perseorangan diperhitungkan.
3.
Batiniah,
berasal dari dalam perbuatan sendiri (intrinsik).
4.
Lahiriah,
barasal dari perintah atau larangan hukum positif (ekstrintik).
Persoalannya, apakah seluruh kesusilaan bersifat lahiriah dan
menurut tata adab saja ataukah ada kesusilaan batianiah, yaitu yang terletak
dalam perbuatan sendiri. Beberapa hal yang menentukan kesusilaan unsur, yaitu:
1.
Perbuatan
itu sendiri, yang dikehendaki pembuat ditinjau dari sudut kesusilaan.
2.
Alasan
(motif), apa maksud yang dikehendaki pembuat dengan perbuatannya.
3.
Keadaan,
gejala tambahan yang berhubungan dengan perbuatan itu.
Perlu diperhatikan, bahwa dalam praktik, tidak mungkin ada
perbuatan kemanusiaan netral, sebab perbuatan itu setidaknya secara implisit
mempunyai tujuan. Kesusilaan tidak semata-mata hanya bergantung pada maksud dan
kemauan baik, orang harus menghendaki kebaikan. Perbuatan lahiriah yang
diperintahkan kemauan baik, didasari oleh kemauan perbuatan batiniah.
B.
Kebajikan
Kebiasaan merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tetap sehingga
memudahkan pelaksanaan perbuatan. Kebiasaan disebut “kodrat yang kedua”.
Ulangan perbuatan memperkuat kebiasaan, sedangkan meninggalkan suatu perbuatan
atau melakukan perbuatan yang bertentangan akan melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan dalam pengertian yang sebenarnya hanya ditemukan pada manusia kerena
hanya manusia yang dapat dengan sengaja, bebas, mengarahkan kegiatannya.
Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan,
sedangkan yang jahat, buruk, dinamakan kejahatan. Kebajikan adalah kebiasaan
yang menyempurnakan manusia. Kebajikan adalah pengetahuan, kejahatan,
ketidaktahuan. Salah seorang filosof yang dekenal dengan konsep dialektika-nya,
yaitu Socrates berkata, bahwa tidak ada orang berbuat jahat dengan suka
rela. “Keinginan manusia dapat menentang akal, dan akal tidak mempunyai
kekuasaan mutlak atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus
dilatih untuk tunduk kepada budi”. (Aristoteles).
Kebajikan budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk
menerima pengetahuan. Bagi budi, spekulatif kebajikan disebut pengertian
pengetahuan. Bagi budi, praktis disebut kepandaian, kebijaksanaan.
C.
Kebahagiaan
Dalam hal ini, kebahagian yang yang ada dalam diri manusia terbagi
menjadi dua macam kebahagiaan, yaitu:
1.
Kebahagiaan Subjektif
Manusia merasa
kosong, tidak puas, gelisah, selama keinginannya tidak terpenuhi. Kepuasan yang
sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginannya memiliki kebaikan sudah
terlaksana disebut kebahagiaan. Ini merupakan perasaan khas berakal budi.
Kebahagiaan sempurna terjadi karena kebaikan sempurna dimiliki secara lengkap
sehingga memenuhi seluruh keinginan tidak sempurna.
Seluruh manusia
mencari kebahagiaan karena setia orang berusaha memenuhi keinginannya.
Kebahagiaan merupakan dasar alasan, seluruh perbuatan manusia. Tetapi terdapat
perbedaan tentang apa yang akan menjadi hal yang memberikan kebahagiaan.
Dalam hal ini
ada beberapa jalan pikiran yang perlu dipertimbangkan yang menganggap
kebahagiaan sempurna itu dapat dicapai, adalah:
a.
Manusia
mempunyai keinginan akan bahagia sempurna.
b.
Keinginan
tersebut meruapakan bawaan kodrat manusia yang merupakan dorongan alam rohaniah
yang bukan sekedar afek samping.
c.
Keinginan
tersebut berasal dari sesuatu yang transenden.
d.
Sifat
bawaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan yang sesuai dengan
harkat manusia.
e.
Pada
manusia terdapat pula keinginan yang bersal dari nafsu serakahnya. Sehingga
seringkali menutup keinginan yang berasal dari sanubarinya.
2.
Kebahagiaan Objektif
Manusia
berusahad melaksanakan dalam dirinya suasana kebahagiaan yang tetap. Ini tujuan
subjektif bagi manusia. Pertanyaannya adalah apakah objek yang dapat memberikan
kepada manusia suasana kebahagiaan yang sempurna? Apakah tujuan akhir manusia
yang bersifat lahiriah dan objektif? Terdapat berbagai aliran dalam kebahagiaan
objektif, yaitu:
a.
Hedonisme,
kebahagiaan adalah kepuasan jasmani yang dirasa lebih insentif dari kepuasan
rohaniah.
b.
Epikurisme,
suasana kebahagiaan, kentetraman jiwa, ketenangan batin, sebanyak mungkin
menikmati, sedikit mungkin menderita.
c.
Utilitarisme,
kebahagiaan adalah faedah bagi diri sendiri maupun masyarakat.
d.
Stoisisme,
kebahagiaan adalah melepaskan diri dari tiap keinginan, kebutuhan, kebiasaan,
atau ikatan. Dalam artian bahwa kebahagiaan itu diraih hanya merasa cukup
dengan diri sendiri.
e.
Evolusionisme,
tujuan akhir manusia sebagai evolusi ke arah puncak tertingginya yang belum diketahui
bentuknya.
Dari sekian banyak pandangan kebahagiaan, yang lebih dipikirkan
adalah:
a.
Kebahagiaan
sempurna tidak berarti kebahagiaan yang tidak terbatas, objek tak terhingga
tidak dimiliki dengan cara yang tak terhingga.
b.
Kodrat
akal manusia terbatas, kekuatannya setiap saat juga terbatas. Tetapi datangnya
kekuatan akal selalu tak terbatas dan tak dapat terpenuhi dengan baik. Hanya
yang tak terhingga yang dapat memenuhinya.
c.
Objek
kebahagiaan yang tarafnya rendah turut serta mengalami kebahagiaan dari yang
bertaraf lebih tinggi. Intisari dari kebahagiaan terdiri dari kepuasan akal dan
kepuasan kehendak karena memiliki Tuhan.