Dewasa ini, hampir semua stasiun televisi membicarakan mengenai UN
(Ujian Nasional) yang pelaksanaannya melalui online, sejak diberlakukannya
kurikulum 2013. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu ujian terakhir yang
harus diikuti oleh seluruh siswa sebagai syarat pelulusan. Beberapa tahun yang
lalu Ujian Nasional (UN) sempat meresahkan masyarakat, bagaimana tidak? Hasil
Ujian Nasional (UN) dijadikan syarat mutlak dan utama untuk lulus dari sekolah,
sehingga hampir seluruh siswa mengalami gangguan psikologis. Sebagian besar
terdapat beberapa siswa yang datang ke panti asuhan untuk meminta dido’akan
supaya lulus ujian dengan membawa berbagai macam hadiah yang katanya itu adalah
sedekah atau infaq, di sisi lain ada juga yang mengadakan syukuran, ada pula
yang datang kepada para sesepuh, kiayi untuk mendapat hidayah supaya lulus
ujian, bahkan ada yang datang ke kuburan para wali, semuanya itu hanya
gara-gara Ujian Nasional (UN).
Walaupun dengan berbagai cara yang dilakukan oleh seluruh siswa
yang mengikuti Ujian Nasional (UN), proses pelaksanaannya tidak lepas dari
KECURANGAN yang justru mengajarkan siswa untuk memiliki jiwa-jiwa KORUPTOR.
Seiring berjalannya waktu, maka muncullah sebuah isu yang mengatakan bahwa
hasil Ujian Nasional (UN) bukanlah syarat mutlak atau utama pelulusan, bahkan
yang berhak meluluskan siswa adalah guru sebab dialah yang secara langsung
bertatap muka dengan seluruh siswa pada saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung dan secara tidak langsung dia juga mengetahui keadaan siswa itu
sendiri.
Disadari atau tidak pelaksanaan Ujian Nasional (UN) memang selalu
diikuti dengan kecurangan yang sangat besar bagaikan masakan dengan bumbu yang
sulit untuk dipisahkan. Padahal sebelum Ujian Nasional (UN) dilaksanakan, para
guru mengadakan program BIMBEL (Bimbingan Belajar) untuk persiapan mengikuti
Ujian Nasional (UN), baik berupa soal Tray Out, soal ulangan harian yang
mewajibkan siswa harus mengikuti program tersebut dengan disertai dengan
pembayaran.
Dalam Ujian Nasional (UN) tidak ada lagi perbedaan diantara siswa,
semuanya adalah sama, artinya sulit untuk menentukan siapa siswa yang cerdas,
pintar, dan bodoh. Sebab prinsip Ujian Nasioanal (UN) siapa yang memiliki hasil
yang tinggi dialah yang berhasil walaupun prosesnya tidak sehat karena ada
pihak ke tiga dan seterusnya yang memberikan jembatan pintas kemudahan.
Jika memang benar Ujian Nasional (UN) saat ini tidak dijadikan
syarat utama ke lulusan, tetapi pelaksanaannya pun sama seperti sebelumnya
hanya saja medianya yang berbeda, sebelumnya menggunakan kertas hitam di atas
putih dan sekarang menggunakan komputer yang terkoneksi dengan internet. Letak
persamaannya adalah sama-sama mendapatkan kecurangan. Biasanya media komputer
yang terkoneksi dengan internet secara akal sehat memungkinkan tidak ada
kendala apapun sebab itu adalah media tercanggih dewasa ini. Akan tetapi, pada
kenyataannya justru berbalik muka. Bagaimana tidak? Stasiun televesi menyiarkan
banyak sekali kendala yang terjadi saat pelaksanaan Ujian Nasional (UN),
terdapat beberapa siswa yang dipulangkan atau tidak bisa mengikuti ujian dan
harus menyusul karena saat memasukkan kode ujian soal tidak muncul, ada juga
sebagian sekolah yang siswanya tidak bisa mengikuti ujian karena komputernya
eror dan lain sebagainya. Jika demikian sampai kapan Ujian Nasional (UN) lulus
dari musibah.
Ujian Nasional (UN) seharusnya berjalan dengan lancar dan bebas
dari penyakit kecurangan, sebab kecurangan yang menyebabkan siswa itu menjadi
korban pembodohan dan bahkan bisa menumbuhkan jiwa-jiwa koruptor. Oleh sebab
itu, marilah kita semua (orang-orang yang berpendidikan) ciptakan Ujian
Nasional (UN) pelaksanaannya sederhana tetapi bebas dari kecurangan dan tidak
mempersulit siswa. Sebab disadari atau tidak kendala yang muncul pada saat
Ujian Nasional (UN) yang menjadi korban terbesar adalah seluruh siswa yang
hendak mengikuti ujian tersebut.