Pendidikan adalah peristiwa yang melibatkan seluruh instrumen
Negara dan segenap elemen masyarakat. Artinya Negara tidak bisa sendirian
dibebankan mengurus pendidikan tanpa didukung oleh masyarakat. Begitu juga masyarakat,
tidak bisa dibiarkan mengurus pendidikan. Apalagi ketika pendidikan itu
diformalkan dalam sebuah wadah bernama lembaga pendidikan (sekolah, perguruan
tinggi dan sebagainya), tentu banyak sekali kepentingan yang ikut “bermain” di
dalamnya. Paham falsafah (ideologi) dan bahkan keyakinan agama para pendiri (stakeholder)
sedikit banyak turut mewarnai dan memberi arah lembaga pendidikan.
Betapa pun, lembaga pendidikan tidak steril dari berbagai
kepentingan. Lembaga pendidikan tetap membawa muatan ideologis atau nilai-nilai
tertentu, itu bisa dilihat dari corak yang digunakan sebagai ciri lembaga
pendidikan yang bersangkutan. Dengan demikian, kita bisa memahami, bahwa
lembaga pendidikan memang bukanlah area yang netral, karena segala kepentingan
(individu maupun kolektif) bertemu dengan tujuan luhur pendidikan nasional
kita. Tapi semuanya, kita berbaik sangka dan yakin, bermuara pada tujuan akhir
yang sama melahirkan generasi bangsa yang unggul dan sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Transformasi atau pewarisan nilai-nilai budaya bangsa, sangat
efektif dilakukan melalui jalur pendidikan. Jadi, bukan hanya sarana untuk
transformasi ilmu dan pengetahuan. Bila mengacu pada tujuan pendidikan
nasional, maka transformasi itu harus terjadi melalui mekanisme yang telah
diatur dalam undang-undang. Ini untuk memastikan bahwa transformasi nilai-nilai
itu tidak salah arah dan dalam rangka proses memanusiakan manusia. Sehingga
mempercepat tercapainya tujuan pendidikan nasional yang dijiwai oleh falsafah
Bangsa dan Negara Indonesia; Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dengan
tanpa mengabaikan nilai-nilai agama dan budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat.
Seyogyanya pendidikan bersifat mencerahkan, untuk melahirkan
manusia atau generasi yang sadar akan kelengkapan-kelengkapan manusiawi yang
telah Tuhan karuniakan kepadanya. Lalu mengembangkannya menjadi kekuatan untuk
melakukan perubahan ke satu kondisi yang lebih baik. Dengan begitu, peserta
didik menemukan fungsi kehadirannya di dunia yang lebih bermakna sebagai
manusia, yaitu makhluk Tuhan yang memerankan diri sebagai khalifah (wakit,
duta) Tuhan di muka bumi.
Sebagai perbandingan, kita bisa melihat pada sistem pendidikan
Islam. Sistem pendidikan Islam lebih menekankan pada peningkatan kecerdasan
spiritual. Karena kecerdasan spiritual diyakini bisa membawa kebaikan bagi
sisi-sisi lain dalam diri manusia. Tujuan pendidikan Islam tidak melulu untuk
pengembangan intelektual, kematangan emosional, mengisi area imajinasi, atau
mengasah kepedulian sosial pererta didik, tapi yang lebih penting dari itu
adalah untuk mengenalkan mereka kepada penciptanya, Tuhan Yang Maha Esa. Inilah
yang dimaksudkan dengan pendidikan yang mencerahkan.
Jadi tujuan pendidikan bukan sekadar memindahkan pengetahuan dari
pengajar kepada peserta didik, kemudian selesai sudah semua urusan. Tapi lebih
dari itu, pendidikan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, melalui
ayat-ayat-Nya yang tersebar di alam semesta, maupun yang termaktub sebagai teks
kitab suci.
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (Qs. Ali
‘Imron. 190-191).
Oleh sebab itu sangat disayangkan jika tujuan pendidikan akhirnya
melahirkan jiwa-jiwa tenaga kerja massal, tenaga kerja terampil yang nantinya
menjadi mesin-mesin produksi bagi para pemilik modal dengan gaji murah dan
diperlakukan sewenang-wenang. Adapun yang menjadi harapan semua manusia yang
ada di dunia tentang tujuan dunia pendidikan adalah mampu melahirkan out put
manusia-manusia berakhlak mulia dengan segudang kompetensi keilmuan dan berjiwa
entrepreneurship (wirausaha).