Mengapa pendekatan PAIKEM perlu diterapkan? Sekurang-kurangnya
ada dua alasan perlunya pendekatan PAIKEM diterapkan di sekolah/madrasah
kita, yakni:
a. PAIKEM lebih memungkinkan perserta didik dan guru sama-sama aktif terlibat
dalam pembelajaran. Selama ini kita lebih banyak mengenal pendekatan
pembelajaran konvensional. Hanya guru yang aktif (monologis), sementara para siswanya pasif, sehingga pembelajaran
menjemukan, tidak menarik, tidak menyenangkan, bahkan kadang-kadang menakutkan
siswa.
b. PAIKEM lebih memungkinkan guru dan siswa berbuat kreatif bersama. Guru mengupayakan segala cara secara kreatif
untuk melibatkan semua siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu, peserta
didik juga didorong agar kreatif dalam
berinteraksi dengan sesama teman, guru, materi pelajaran dan segala alat bantu
belajar, sehingga hasil pembelajaran dapat meningkat.
PAIKEM dilandasi oleh falsafah konstruktivisme yang menekankan agar
peserta didik mampu mengintegrasikan gagasan baru dengan gagasan atau
pengetahuan awal yang telah dimilikinya, sehingga mereka mampu membangun makna
bagi fenomena yang berbeda. Falsafah pragmatisme
yang berorientasi pada tercapainya tujuan secara mudah dan langsung juga
menjadi landasan PAIKEM, sehingga dalam pembelajaran peserta didik selalu menjadi
subjek aktif sedangkan guru menjadi fasilitator dan pembimbing belajar mereka.
HAL-HAL PENTING YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM IMPLEMENTASI PENDEKATAN PAIKEM
Dalam melaksanakan PAIKEM, guru perlu memperhatikan
beberapa hal sebagai berikut:
a.
Memahami sifat yang
dimiliki siswa
Pada dasarnya anak memiliki imajinasi dan sifat ingin tahu. Semua anak terlahir dengan membawa dua potensi ini.
Keduanya merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/pikiran kritis dan
kreatif. Oleh karenanya, kegiatan pembelajaran perlu dijadikan lahan yang kita
olah agar menjadi tempat yang subur bagi perkembangan kedua potensi anugerah
Tuhan itu. Suasana pembelajaran yang diiringi dengan pujian guru terhadap hasil
karya siswa, yang disertai pertanyaan guru yang menantang dan dorongan agar
siswa melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang baik untuk
mengembangkan potensi siswa.
b.
Memahami perkembangan kecerdasan siswa
Menurut Jean Piaget dalam Syah (2008: 29-33), perkembangan kecerdasan
akal/perkembangan kognitif manusia berlangsung dalam empat tahap, yakni: Sensory-motor (Sensori-motor/0-2 tahun) Pre-operational (Pra-operasional / 2-7
tahun) Concrete-operational
(Konkret-operasional / 7-11tahun) Formal-operational
(Formal- operasional / 11 tahun ke atas). Selama kurun waktu pendidikan dasar
dan menengah, siswa mengalami tahap Concrete-operational
dan Formal-operational.
Dalam periode konkret-operasional yang berlangsung hingga usia
menjelang remaja, anak memeroleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah
berpikir). Kemampuan satuan langkah berpikir ini berfaedah bagi anak untuk
mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam
sistem pemikirannya sendiri.
Selanjutnya, dalam perkembangan kognitif tahap Formal-operational
seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak
maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: 1) kapasitas menggunakan
hipotesis; 2) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapasitas
menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang
remaja akan mampu berpikir hipotetis, yakni berpikir mengenai sesuatu
khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang
relevan dengan lingkungan yang ia respons. Selanjutnya, dengan kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari
materi-materi pelajaran yang abstrak, misalnya ilmu tauhid, ilmu matematika dan
ilmu-ilmu abstrak lainnya dengan luas dan mendalam.
c.
Mengenal siswa secara
perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga
yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM perbedaan individual perlu diperhatikan dan
harus tecermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua siswa dalam kelas tidak
selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan
kecepatan belajarnya. Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan
untuk membantu temannya yang lemah dengan cara ”tutor sebaya”. Dengan mengenal
kemampuan siswa, apabila ia mendapat kesulitan kita dapat membantunya sehingga
belajar siswa tersebut menjadi optimal.
d.
Memanfaatkan perilaku
siswa dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan
atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam
pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, siswa
dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, siswa
akan menyelesaikan tugas dengan baik apabila mereka duduk berkelompok. Duduk
seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun
demikian, siswa perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat
individunya berkembang.
e.
Mengembangkan kemampuan berpikir
kritis, kreatif, dan kemampuan
memecahkan masalah
Pada dasarnya belajar yang baik adalah memecahkan masalah karena dalam belajar sesungguhnya kita menghadapkan siswa pada masalah. Hal ini
memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis
masalah dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Berpikir
kritis dan kreatif berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada
pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah
mengembangkannya, antara lain dengan sering memberikan tugas atau mengajukan
pertanyaan terbuka dan memungkinkan siswa berpikir mencari alasan dan membuat
analisis yang kritis. Pertanyaan dengan kata-kata ”Mengapa?”, ”Bagaimana
kalau...” dan “Apa yang terjadi jika…” lebih baik daripada pertanyaan dengan
kata-kata yang hanya berbunyi “Apa?”, ”Di mana?”.
f.
Mengembangkan ruang kelas
sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang
sangat disarankan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan
untuk memenuhi ruang kelas. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan
diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi
bagi siswa lain. Materi yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan,
pasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model,
benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan
pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru
dalam kegiatan pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas
sebuah masalah.
g.
Memanfaatkan lingkungan
sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, dan budaya) merupakan sumber yang sarat dengan bahan
belajar siswa. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar dan objek kajian
(sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat
siswa merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak
selalu harus di luar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas
untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan
sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat,
merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan
membuat gambar / diagram.
h.
Memberikan umpan balik yang
baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat apabila
terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik (feedback) dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi
antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih banyak mengungkapkan kekuatan
daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara
santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi
tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan
siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan
pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya
sekedar angka.
i.
Membedakan antara aktif
fisik dengan aktif mental
Banyak guru yang cepat merasa puas saat
menyaksikan para siswa sibuk bekerja dan bergerak, apalagi jika bangku diatur
berkelompok dan para siswa duduk berhadapan. Situasi yang mencerminkan aktifitas
fisik seperti ini bukan ciri berlangsungnya PAIKEM yang sebenarnya, karena
aktif secara mental (mentally active)
lebih berarti daripada aktif secara fisik (phisically
active). Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan
mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif secara mental. Syarat
berkembangnya aktif mental adalah
tumbuhnya perasaan tidak takut, seperti: takut ditertawakan, takut disepelekan,
dan takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan
penyebab rasa takut tersebut, baik yang muncul dari temannya maupun dari guru
itu sendiri. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan prinsip
PAIKEM.
Sumber Bacaan
Depdiknas. 2005. Paket Pelatihan Awal
untuk Sekolah dan Masyarakat. Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidik- an
Anak. Program Manajemen Berbasis Sekolah. Ja- karta: Ditjen Dikdasmen–Depdiknas.
_________. 2005. Standar Nasional
Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Munir. 2001. Aplikasi Teknologi Multimedia dalam Proses Belajar Mengajar. Mimbar
Pendidikan, 3 (21).
Setiawan. 2004. Strategi Pembelajaran
Matematika yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM).
”